Mana coklatku?

1.2K 190 10
                                    

"Maaf, Pansy, aku tidak bisa terima coklatmu," ujar Draco yang duduk di meja Slytherin saat tengah makan malam di Aula Besar. Pansy yang sedari tadi berusaha menggoda duduķ disebelahnya sambil memberikan coklat Valentine emosi, "Kenapa?"

Draco menghela nafas tidak sabar, "Susah memang jadi populer, tapi maaf, aku sudah punya pacar."

Seketika seluruh meja Slytherin hening bagaikan membeku. Hal itu menarik perhatian ketiga meja asrama lainnya yang sadar perubahan drastis itu dan ikutan diam. Keheningan terpecah saat Pansy berdiri dengan gusar, "Siapa cewekmu?!"

"Aku tidak bilang pacarku cewek," Draco menjawab santai sambil meneruskan makan sementara seluruh Aula Besar terkesiap serentak. "Untuk jelas saja, ya, pacarku cowok."

Pansy bersidekap, menaikkan alis lalu dengan nada menantang bertanya, "Oh, jangan bilang kalau itu Blaise." Mereka bersahabat dekat, Pansy tahu itu.

"Ewh. Pansy, dia sudah seperti saudaraku sendiri, jangan sembarangan," Draco minum jus labunya, masih tidak mempedulikan Pansy dan Aula Besar yang menujukan semua perhatian kepadanya. Blaise yang duduk di sisi lain Draco pura-pura sedih, "Oh, Dray, hatiku patah deh..."

"Memang punya?" balas Draco lalu mereka berdua tertawa. Pansy masih tidak menyerah, "Jadi, siapa namanya?"

"Buat apa aku kasih tahu?" tanya Draco balik menantang. Blaise yang menjawab sobatnya dengan canda, "Ya mungkin saja ternyata kau cuma mengkhayal. Imaginary boyfriends, gitu," lalu tertawa mengejek. Pansy pun ikutan karena setuju dengan itu. Draco mengangkat alis ke arah teman-temannya sejak kecil ini. Tidak suka diremehkan, dia melirik ke meja Gryffindor dimana pacarnya yang mengikuti pembicaraan barusan bersama seluruh Aula Besar kini masih fokus ke jawaban yang akan dia berikan.

"Oke, aku kasih tahu," ujar Draco sambil menunjuk ke arah si pacar. "Itu pacarku, Harry Potter."

Kedua pipi Harry memerah seketika mendengar itu sementara warga Aula Besar membeku sebentar sebelum meledak dalam tawa. Draco dan Harry melihat sekeliling mereka dengan bingung.

"Kenapa kalian tertawa?" tanyanya sedikit gusar. Blaise dan Pansy memegang perut mereka sebelum Blaise bisa bilang, "Oh, Draco, itu lelucon sangat bagus."

"Apa?"

Pansy sedikit berlinang air mata karena tertawa terpingkal sebagaimana warga Aula Besar lain pun buka suara, "Aduh, make up-ku, hahaha, dari semua orang, paling tidak mungkin kau pacaran dengan Harry Potter. Kalian selalu berantem dari awal ketemu juga keluarga kalian bertentangan dalam kau-tahu-apa."

Ketiga penghuni asrama lain mulai kembali berbincang sebagaimana biasa, tidak mengindahkan pernyataan Draco tadi yang dinilai mustahil bagi mereka. Blaise mengakhiri dengan tawa, "Memang imaginary boyfriends kalau begitu."

Draco dan Harry bertukar pandang, cuma bisa cengo.

—000—

"Mereka tidak percaya..."

Bersama pacarnya, Draco dan Harry kembali ke tempat mereka jadian. Kamar Kebutuhan. Mereka selalu berusaha ke sini jika ada waktu luang untuk menghabiskan waktu bersama.

"Di asramamu juga tidak ada yang percaya?" tanya Draco ke Harry. Keduanya duduk di sofa panjang yang selalu disediakan ruangan ini.

Harry menjawab dengan perhitungan, "Ron dan yang lainnya tidak. Mereka hanya tertawa tapi..."

"...ada yang percaya?" sambung Draco dengan terkejut.

"Hermione..." Angguk Harry. "Dia bilang kalau dia merasa kita sedikit berbeda dari biasanya dan dia curiga sejak aku menghabiskan waktu ke sini terus."

"Hmm...ternyata Granger tidak hanya pintar dalam pelajaran saja," komentar Draco.

"Ya..." Harry tersenyum bangga mendengar Draco terdengar memuji Hermione.

"Terus mana?"

Harry bingung, "Apanya?"

"Coklat Valentine untukku mana?" tanya Draco seraya tangannya terarah ke Harry.

"Hah?" Mukanya memerah.

Draco mengangkat satu alis, tersenyum menggoda, "Kau punya coklat untukku 'kan?"

"K-kok tahu?"

"Tahu dong, aku 'kan pacarmu," Draco mencium pipi Harry. "Lagian mukamu tuh tertulis jelas 'mau kasih coklat ke pacar' lho."

Harry tertawa panik menyembunyikan malu yang meraja, "Gak mungkin!"

Tangan Draco mendesak meski si empunya sedikit tertawa, "Coklatku."

"Iya, iya," Harry mengeluarkan tongkat sihirnya dan sebuah benda kecil dari kantong celana. Diarahkannya tongkat sihirnya pada benda tersebut yang sekejab ke ukuran normal. "Ini coklatnya, Yang Mulia," canda Harry memberikan ke Draco.

"Pemberian diterima, Rakyat Jelata," senyum Draco puas membuka kotak berisikan beberapa coklat berbentuk hati lalu mengambil satu dari dalam. Memakannya dan ia terkejut rasanya sangat enak, "Tidak buruk." Dan terus memakan dengan lahap yang menunjukkan bahwa ia suka dengan coklat ini.

"Aku buat sendiri di dapur Hogwarts," kata Harry dengan senyum senang karena Draco menyukainya. "Itu susah buatnya."

"Bukannya ada Peri Rumah di sana?"

"Ya, makanya itu susah. Mereka mau bantu terus tapi kularang," Harry menghela nafas. "Hei, coklat untukku mana?" Pinta Harry.

Draco hanya mengerling, "Coklat?"

"Kau tidak punya coklat untukku?" Tanya Harry dengan curiga dan bersidekap. Draco menjawab, "Giliranmu nanti White Day."

"Ap—" protes Harry terpotong oleh Draco yang tiba-tiba memeluknya dan memasukkan lidah dengan coklat buatan Harry tadi. Secara naluri, lidah si Gryffindor mencicipi coklat itu dan akhirnya bergelut dengan lidah si Slytherin. Rasa manis menyebar ke seluruh mulut.

Draco bisa merasakan bibir Harry membentuk senyuman dan itu membuatnya juga tersenyum begitu tangan Harry melingkari leher. Keduanya memperdalam ciuman dengan suka cita. Ditambah rasa manis yang merebak menjadikan pagutan bibir mereka lebih berasa. Mereka suka sekali menikmati ciuman seperti ini. Tidak ada yang lebih nikmat dari rasa bibir orang yang dicintai.

Membiarkan tubuhnya terdorong hingga berbaring di sofa, Harry mengelus rambut pirang dengan lembut. Draco yang berada di atas tubuh Harry masih terus mendominasi ciuman mereka sebelum pelan-pelan memisahkan bibir. Tersenyum menggoda.

"Itu coklat dariku, Potter."

Harry tertawa.

Hariku BersamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang