Diminta

1K 153 1
                                    

Ketika memasuki Kamar Kebutuhan, Harry tersenyum lebar mendapati Draco sudah menunggunya. Mempercepat langkah, Harry mendekati Draco yang tadinya duduk di sofa kini berdiri menyambut. Namun, begitu kakinya berhenti di depan Draco yang tersenyum, Harry menyadari keanehan yang justru melunturkan senyumnya sendiri.

Ada yang beda.

Tangan yang siap memeluk Harry memang terbuka. Senyum yang terlukis tiap bertemu memang ada. Perak kembar menatap rindu penuh cinta hadir di sana. Akan tetapi, terdapat sinar berbeda dari tatapan pujaanya. Begitupun dengan suaranya yang memanggil mesra, "Harry..."

Ada kesedihan yang terpapar nyata.

"Draco... ada apa?" Tanya Harry khawatir, membiarkan dirinya dipeluk erat oleh Draco.

Lama pewaris Malfoy tak menjawab, hanya mendekap Harry seolah tak ingin melepas. Ia menghirup aroma kekasihnya pelan dan mengisi ingatan akan kehangatan kekasih tercinta. Menjauhkan sedikit wajah mereka sebelum menatap Harry lekat-lekat, Draco nampak sedih. Lalu, ia mengecup bibir Harry.

Pelan dan lama.

Menikmati rasa manis yang hanya ditemukannya setiap kali mencium Harry. Draco mengulurkan lidahnya menelusuri bibir Anak Yang Bertahan Hidup bagaikan menggoda yang empunya dengan sangat piawai. Harry membuka bibirnya, menyambut lidah Draco masuk untuk bergelut dengan lidahnya. Keduanya memperat pelukan mereka. Dengan kedua mata tertutup, mereka menikmati pergulatan lidah untuk mendominasi yang berujung dengan kalahnya Harry dan menangnya Draco. Ia menyapukan lidahnya untuk memetakan daerah kekuasaanya di mulut Harry yang tak sanggup menahan desah berisikan hasrat.

Harry bisa merasakan Draco tersenyum sebelum menarik diri perlahan. Ketika keduanya membuka mata yang secara otomatis tertutup tatkala berciuman, pipi Harry memerah dan mereka terengah akibat ciuman berhasrat barusan. Senyum yang terlukis di bibir Draco menyiratkan betapa bangganya dia bisa membuat Harry terpana namun tak lama sebab tatapannya menjadi sendu begitu ia membingkai wajah Harry penuh kasih.

Perubahan drastis itu tak luput dari Harry yang jadi bingung.

"Draco?" Jemarinya menggenggam tangan kekasihnya yang berada di pipi. "Ada apa?"

Kelabu kembar menatap sepasang emerald untuk waktu lama.

Perasaan Harry tidak enak dalam keheningan yang tercipta di antara mereka. Draco tidak menjawab segera dan itu saja sudah menjadi petunjuk bahwa ada sesuatu yang tengah terjadi atau akan terjadi di luar tatapannya yang terlihat murung. Harry menahan nafas, takut bersuara sebab nalurinya mengatakan dia akan mendapat kabar buruk sebelum Draco mengkonfirmasi dengan...

"Aku diminta pulang ke manor Libur Paskah lusa."

Harry membeku. Emerald kembarnya terbelalak.

Suara Draco tak lebih dari bisikan tapi mampu membawa jantung Harry berdetak cemas tidak karuan. Tanpa perlu penjelasan tambahan, dari tatapan penuh makna kekasihnya, dia tahu apa yang dimaksudkan. Pulang ke rumah. Itu memang terdengar biasa namun dari hasil penyeledikkannya di awal tahun mengawasi gerak-gerik Draco, dia tahu ini bukan liburan biasa. Ia sadar kalimat yang digunakan Draco barusan.

Diminta.

Ini bukan keinginan Draco untuk pulang. Ada permintaan dari orang 'rumah' yang mengharapkan kehadirannya dan indikasi yang diberikan pewaris Malfoy adalah ia tidak bisa menolak. Jika ibunya sendiri atau bahkan ayahnya yang meminta, Draco tidak akan memasang wajah murung tak berkesudahan ataupun berat memberitahu Harry sebagaimana barusan dia beritakan. Ada seseorang yang punya kekuasaan diluar keluarga Malfoy dan terkait dengan Harry yang meminta kehadiran Draco. Hanya satu nama yang terlintas di pikiran Potter muda dan ia langsung memucat.

Ketakutan mulai terpeta di muka Harry.

"Hei, hei," Draco langsung memeluknya erat. Tangan kirinya di pinggang Harry sementara yang kanan memeluk bahunya. Menempelkan tubuh mereka dengan intensitas tinggi sebagai aksi menenangkan saat dirasakanya badan Harry bergetar bersamaan pemahaman akan situasi mulai meraja.

"Dia... .. ."

Ia tak sanggup melengkapi pertanyaannya sekalipun setelah kejadian tahun lalu di Kementrian Sihir... dengan terlibatnya Malfoy Senior... Harry dan teman-temannya menduga kalau-kalau Pangeran Kegelapan berada di...

Draco tidak menjawab melainkan membenamkan wajahnya di bahu Harry seraya mengeratkan dekapannya dan itu cukup menjadi jawaban bagi Harry. Vibrasi dari tubuh tinggi kekasihnya menyuarakan dalam diam bahwa Draco pun merasakan yang Harry rasakan. Harry mengeratkan pelukan dengan menutup mata rapat.

"Jangan pergi," pinta Harry.

Kehilangan Sirius di tahun kemarin merupakan pukulan berat baginya. Sosok ayah sekaligus orang yang bisa dianggapnya keluarga. Memikirkan bahwa dia akan kehilangan Draco juga membuat Harry sangat ketakutan. Mereka memang belum resmi menikah dan menjadi keluarga tapi indikasi hubungan ini mengarah ke sana. Bagi Harry, keluarga adalah segala-galanya. Satu yang utama diinginkan Harry lebih dari apapun.

Mereka berdua permintaan barusan tak bisa dilakukan tanpa kematian seseorang dari keluarga Malfoy.

Draco meregangkan pelukan, memberi jarak wajah mereka untuk menatap Harry dengan seksama. Tak ada kata yang terucap. Draco tak berkeinginan membeberkan atau menegaskan posisinya secara verbal. Sementara Harry tak tahu apa dia siap untuk menerima konfirmasi dari praduganya selama ini. Yang manapun, terdapat kesepakatan tanpa kata di antara mereka bahwa Draco tahu kalau Harry tahu mengenai hal yang sama-sama mereka tak pernah lisankan satu sama lain.

Ia membelai lembut pipi Harry dengan sayang sekalipun pandangannya sedih. Alih-alih merespon ataupun menolak permintaan kekasihnya, Draco memilih mencium kening Harry sambil mendekapnya erat dan mengungkapkan, "Aku mencintaimu, Harry..."

Air mata menetes dari sepasang emerald di balik kacamata. Ada ketakutan tak terkatakan yang merebak dalam dada untuk kekasihnya. Ia balas memeluk. Erat. Tak ingin melepas.

"Aku mencintamu, Draco..."

Hariku BersamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang