Jangan bodoh

1.6K 203 2
                                    

Draco dan Harry menikmati kebersamaan mereka dengan berbaring nyaman di sofa besar yang selalu disediakan oleh Kamar Kebutuhan. Secara ruangan ini telah menjadi saksi bisu pasangan kekasih ini melepas rindu tanpa diganggu siapapun. Harry menyandarkan kepalanya di dada Draco yang mendekapnya sembari memainkan rambut berantakan natural hitam miliknya.

Keheningan menemani mereka tapi itu cukup buat menikmati masa kedekatan yang didamba. Dengan kedua mata tertutup, meski tidak tidur namun senyum bahagia di bibir mereka berdua sudah lebih dari cukup menampilkan perasaan dari dalam. Berada di luar Kamar Kebutuhan sangat melelahkan untuk Draco dan Harry. Selain berkutat dengan tugas sekolah, teman asrama, keduanya mempunyai agenda rahasia masing-masing.

Harry dengan pelatihan khusus dari Dumbledore dan Draco dengan misi dari Pangeran Kegelapan.

Malfoy muda ini tahu betul situasi antara mereka yang sangat bertentangan. Muggle juga akan sadar kalau berpacaran dengan Anak Yang Bertahan Hidup sementara dirinya berada dalam bayang-bayang Pangeran Kegelapan dan Pelahap Maut hanya akan berujung pada kematian. Sebagai pacar Harry Potter, dia sadar posisinya bisa dimanfaatkan oleh Pangeran Kegelapan untuk membawa si Gryffindor itu ke hadapannya. Sementara dia bisa juga berkhianat dan menjadi mata-mata untuk pihak pacarnya. Pilihan manapun, keduanya berujung dengan menutup usia sebab resikonya setingkat dewa.

Karena itulah, Draco tetap meneruskan hubungan ini dengan Harry.

Jika pada akhirnya dia akan mati juga dengan pilihan manapun, kenapa tidak ia manfaatkan untuk kepuasan pribadinya selagi bisa? Dia harus mengambil kesempatan memiliki pujaan hatinya meski hanya sebentar. Harus. Menjalin kasih dengan Harry sudah membuatnya rela mati dengan bahagia.

Harry sungguh luar biasa. Kebaikan hatinya seluas samudra, keberaniannya seliar api membara dan cinta terpancar darinya sehangat sang surya.

Singkatnya Harry Potter sangat mempesona!

Draco tidak yakin dia bisa mencintai seseorang lebih dari ini tapi Harry selalu berhasil membuktikannya salah. Pernahkah kalian jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama? Melihat senyum lembut Harry, itu melelehkan benteng keangkuhan yang melekat sedari lahir. Pandangan hangat darinya menguapkan harga diri yang terlampau tinggi. Suara yang memanggil 'Draco' dengan lembut membuat Draco bertekuk lutut dengan suka rela. Nah, itu yang terjadi pada Draco semakin hari dia mengenal Harry lebih dekat.

Lain halnya dengan Draco, Harry masih tidak yakin dengan status si Slytherin ini positif Pelahap Maut atau bukan. Mereka tidak pernah membahas masalah pihak memihak sejak mereka mulai berpacaran bagaikan terdapat kesepakatan tanpa kata untuk mengindari topik yang sensitif.

Agar tidak menganggu hari bahagia mereka bersama.

Harry sangat puas dengan hubungan mereka. Sesuatu yang ia pikir akan susah atau tidak mungkin ia dapatkan dengan statusnya yang sangat terkenal di Dunia Sihir. Semua orang, kecuali sahabatnya, terpukau dengan ketenarannya dan memperlakukannya seolah dia segala-galanya. Tidak mengindahkan usia, pendapat, perasaan serta kesulitan yang dialaminya sejak mengenal Dunia Sihir. Tidak setiap hari anak dengan darah penyihir dibesarkan Muggle menemukan kenyataan bahwa Pangeran Kegelapan mengincar nyawanya, 'kan?

Harry tidak mau itu. Siapa yang mau?

Harry hanya ingin kehidupan normal.

Tidak "normal" dengan standar keluarga Dursley, tentu saja. Dia ingin punya sahabat tanpa memandang statusnya. Ron dan Hermione memenuhi satu keinginan ini. Dia ingin keluarga besar yang hangat. Keluarga Weasley menerimanya dengan terangan terbuka. Untuk mereka, Harry berusaha sekuat tenaga melindungi Dunia Sihir dari Voldemort.

Sekarang, tambah satu lagi.

Sejak usia pubertas, dia ingin memiliki kekasih yang melihatnya sebagai Harry. Hanya Harry, tanpa embel-embel Anak Yang Bertahan Hidup dan sebagainya.

Draco mengisi posisi ini tanpa disangka. Dia tidak memperlakukan Harry seperti 'para penggemar Harry Potter'. Tidak memujinya di setiap langkah, tidak mengiyakan semua perkataanya, tidak teriak kegirangan jika dia berbiacara. Tapi, dia juga tidak memperlakukan Harry seperti Ron dan Hermione ataupun keluarga Weasley. Jelas dia tidak menganggap Harry sebagai saudara sebagaimana Ron dan Weasley lain. Sulit diungkapkan.

Draco membuat hidup normalnya lengkap. Dia menganggap Harry sederajat. Tidak lebih rendah ataupun lebih tinggi. Draco tidak segan berdebat dengan Harry atau berargumentasi di saat mereka bertentangan. Yah, tidak jauh beda sebelum mereka berpacaran dalam hal itu. Tapi... yang membedakan sekarang adalah... setelah mereka bertengkar, Draco berusaha untuk berbaikan. Itu sangat menyentuh Harry. Dia tahu untuk orang seangkuh Draco, jangankan mengajak berbaikan, tidak meninggalkan hubungan ini saja sudah luar biasa.

Dari situ, Harry tahu dia dicintai.

Tidak hanya itu saja, di saat mereka berdua, Draco lebih memperlihatkannya dibanding mereka di publik. Dari dekapan seperti sekarang. Senyum bahagia yang terukir. Kelabu kembar yang membanjirinya dengan sayang, tak lupa kecupan-kecupan yang menyampaikan langsung cinta dari si remaja Slytherin. Harry sungguh merasa sangat bahagia.

Namun, tak berarti dia melupakan kenyataan.

Bahwa... sebagaimanapun dia mendambakan kehidupan normal layaknya remaja penyihir, asal usulnya tidak membiarkan Harry memiliki itu. Ironisnya, dia terbiasa dengan semua ketidaknormalan tersebut yang selalu menemani tiap langkah. Harry sadar penuh bahwa kebahagiaan selalu menggandeng penderitaan. Itu sudah aturan alam.

"Hey," Harry membuka mata sementara tangan kanannya yang berada di atas perut Draco merayap ke lengan kiri remaja Slytherin.

Draco bergumam dengan masih terpejam, "Hm?"

Jemari Harry menyusuri lengan kiri Draco dan dengan posisi kepala Harry di dada Draco, ia bisa mendengar perubahan detak jantung yang tadinya stabil menjadi bedetak cepat. Alis Harry bersatu. Dia tidak menyukai perubahan kecepatan detakan milik Draco.

"Aku tak pernah melihatmu menyingsingkan lengan baju kirimu..." Ucap Harry dengan ragu sekaligus takut mendengar jawaban yang mungkin tidak ia harapkan.

Membuka mata, Draco tahu apa yang dimaksud Harry bahkan sebelum pancingan dari remaja Gryffindor itu mengudara. Dari sentuhan jari Harry yang mengeleus lengan kiringnya, ia tahu apa yang ingin dikonfirmasi oleh Harry. Dia mengeratkan pelukan. Mencoba berkomunikasi tanpa kata bahwa perasaan Draco adalah asli tanpa maksud mengelabui meski dengan tanda kematian melekat padanya. Draco menghela nafas sebelum mencium pelipis Harry dengan lama dan penuh sayang.

"Jangan membodohi dirimu sendiri," bisik Draco berat. Tenggorokan serasa tercekat dengan perasaan yang tak bisa diungkapkan. Air mata tergenang di mata hijau Harry. Seolah dia sejak awal merasakan bahwa ini terlalu indah untuk dialaminya.

Draco tahu Harry tahu.

Bahwa kebahagiaan mereka ini semu.

Hariku BersamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang