Bagian 2 : Rayyan Dhinakara Arvinza

92 35 27
                                    

"Sebelum merasakan patah hati oleh orang lain, kamu sudah mengalaminya dari orang tuamu sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebelum merasakan patah hati oleh orang lain, kamu sudah mengalaminya dari orang tuamu sendiri."

- Rose Diana -

🍁🍁🍁

Jarum jam merangkak di angka sepuluh-malam. Hujan turun deras disertai embusan angin yang kencang. Kilat sesekali menyala, menghantarkan suara petir yang menggelegar.

Seorang lelaki baru saja memarkirkan sepeda motor di halaman rumahnya. Meskipun mengenakan jas hujan, angin yang berhembus kencang membuatnya basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Lelaki itu segera berjalan menuju teras rumahnya, melepas jas hujannya dan meletakkannya dengan sembarang di kursi plastik yang berada di teras rumahnya.

Dalam pikirnya dia hanya akan mengeringkan badannya lalu lekas merebahkan diri di atas kasur empuknya. Terlalu malas untuk mandi malam ini.

Namun, angan itu sirna ketika pintu rumah dibuka.
Pemandangan yang tidak seharusnya hadir pada saat ini malah muncul mengundang kesal.

Ayahnya berdiri tegap dengan sorot mata yang tajam, berdiri dihadapannya.

Bukan mengenai dirinya yang basah kuyup dimandikan air hujan, namun lebih dari itu.

"Dari mana saja kamu?" Ayahnya berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Memandang putranya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Belakangan ini, anaknya selalu pulang larut malam.

"Gak berani jawab? Atau gak punya alasan?" Nadanya naik satu oktaf.

"Kemana perginya kamu seharian ini?" kini, ayahnya menghela napas, mencoba meredakan emosi, meskipun dia sendiri tahu amarah ini tidak akan berakhir secepat ini.

"Main.." Akhirnya, Rayyan angkat suara. Singkat dan pelan. Bukan bermaksud menyerah atau pasrah, dia hanya ingin cepat selesai.

Rayyan sudah biasa pulang larut malam seperti ini, baginya rumah yang seharusnya menjadi istana dunianya malah dia anggap penginapan semata. Dia akan pulang jika sudah masuk jam tidur. Toh, di rumah tidak ada apa-apa yang bisa membuatnya bahagia. Dia tidak betah di rumahnya sendiri.

Sayap kebahagiaannya telah patah. Setelah tiga tahun yang lalu orang-tuanya bercerai. Mamanya sudah memiliki keluarga baru. Dan ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Mereka serumah tapi tidak pernah saling berbicara. Rumahnya sepi nan sunyi bak rumah kosong. Tanpa ada tawa bahkan tangis. Hanya teriakan ayah membentaknya ketika dia pulang dari pengembaraannya.

Rayyan memasukkan pergelangan tangan ke dalam saku celananya, menahan dingin. Dia tidak pernah melawan apapun yang dipinta ayahnya. Hanya saja dia tidak bisa menepati janji jika dia bisa pulang lebih awal dari biasanya.

Rayyan bukanlah anak pembangkang, bukan seperti di novel-novel yang ketika di marahi dia akan melongos meninggalkan ayahnya dalam keadaan murka. Atau meneriaki balik ayahnya yang membentaknya. Dia hanya diam dan berbicara seperlunya.

Rayyan mulai menggigil kedinginan, dia menggigit bibir bawahnya menahan dingin tubuhnya yang sedari tadi disapu lembut oleh angin malam pada tubuhnya yang basah kuyup. Dia masih mematung menghadap ayahnya. Berharap ayahnya segera memberikan pintu tersebut.

"Boleh aku masuk, yah?" tanyanya datar, tidak kuat menahan dingin.

Naluri keayahannya tidak bisa menahannya di luar sana. Meski amarahnya bergemuruh, namun dia tetap anak kesayangannya. Dia tidak bisa membuatnya terbunuh karena kedinginan.

Ayahnya memberinya jalan. Namun, tidak menunjukkan rasa kasih sayangnya.

"Terima kasih, yah," jawabnya pelan ketika bersampingan dengan sang ayah.

"Awas kalau kamu pulang malam lagi, ayah tak segan-segan menguncimu di luar," peringatan ini entah sudah berapa kali ayahnya ucapkan namun tidak pernah terjadi seperti apa yang dia ucapkan.

Rayyan segera mengganti pakaiannya, melupakan kejadian tadi, lalu menghempaskan dirinya dengan balutan selimut tebal yang menghangatkannya.

Rayyan tidak pernah berniat membenci kedua orang tuanya, namun mereka lah yang memaksanya membenci mereka.

Dia ingin kembali, merasakan angin kebahagiaan di bawah awan. Namun sayapnya telah patah. Sepatah-patahnya.

🍁🍁🍁

🍁 Antara Koma dan Tanda Tanya 🍁

Assalamualaikum, Alhamdulillah sudah up lagi ya. Semoga tulisanku ini bisa menginspirasi teman-teman semua juga semoga aku terus semangat untuk berkarya yang bermanfaat bagi aku khususnya dan umumnya bagi pembaca semuanya.

🥳 Klik bintang dan ketik komennya, ya. 🥳

Semoga urusan kita dipermudah semuanya oleh Allah SWT, aamiin allahuma aamiin

🍁 Terima kasih atas dukungannya 🍁

Antara KOMA dan TANDA TANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang