Gerimis masih setia membasahi kota yang di sebut oleh kebanyakan orang sebagai metropolitan.
Samar-samar terdengar suara lirih, namun sangat jelas di balik pintu kamar rumah keluarga Sastrowardoyo.
Gadis berusia 20 tahun sedang terbaring tak berdaya di atas ranjang, hanya mata dan gerakan bibir lemahnya yang berucap.
"Nenek ... sakit .. sakit .. sakit .. Nek." Air matanya telah lama tumpah seiring dengan sakit yang dia rasakan.
"Seng sabar yo, Nduk. Iki seng terakhir, mariki awak dewe bu-
al, (yang sabar nak sebentar lagi kita berangkat)" suara wanita yang sedang duduk di samping gadis itu.Dengan tiada henti terus membelai kepala gadis yang terbaring di sampingnya, berharap dengan itu bisa membuat rasa sakit yang di derita cucu gadisnya sedikit reda.
"Angel .." suara wanita itu terdengar pelan namun sangat jelas, berwibawa dan anggun.
"Nggeh, Mbah, (iya mbah)" sahut gadis yang sedari tadi berdiri di ujung kamar dengan kepala menunduk.
"Tolong celokno pak Priatno kongkon cepet merene, Nduk. (tolong panggil pak Priatno suruh kemari - dengan cepat)"
Angel mengangguk membuka pintu kamar seraya menutupnya pelan.
"Fanny.. " gumam Angel sambil terus berjalan menuruni anak tangga, dia harus segera menemui pak Priatno, Abdi Ndalem di rumah keluarga Sastrowardoyo. Mata Angel menatap sosok yang berdiri tegap sedang berbincang-bincang memberi arahan kepada dua pria di depannya.
"Pak pri, di timbali Mbah, (pak Pri di panggil Mbah)" suara Angel membuat pria tua di depannya menoleh lalu membungkuk.
"Injih, Mbak Angel," sahut pak Priatno dengan mengangguk pelan.
"Mbah onok nek kamare Fanny,(Mbah ada di kamar fanny)" lanjut Angel.
Dengan tergopoh pak Priatno mamasuki rumah besa lalu menaiki tangga, menuju pintu sebelah kiri tangga, tepat dimana suara lirih Fanny berasal.
Pak priatno segera mengetuk pintu pelan.
"Tok.. tok.. tok.."
"Ngapunten, Ibu, niki Kulo Priatno, (mohon maaf ini Saya Priatno)" suara pak priatno sopan.
"Ndang Mlebu, Pri," sahut Mbah Sasmita dari dalam.
"Fanny tambah parah iki, Pri, kudu cepet-cepet di gowo sak durunge kasep, (kondisi Fanny semakin parah harus cepat di bawa sebelum terlambat)" ucap Mbah Sasmita ketika melihat pak Priatno yang baru saja memasuki kamar Fanny.
Pak Priatno memandang iba Fanny yang tubuhnya terbujur kaku di atas ranjang.
Erangan berat suara Fanny membuat pak Priatno merasa seakan-akan sakit yang teramat sangat
sedang menjalar di seluruh tubuh gadis belia itu.Gadis tak bersalah yang seharusnya menikmati masa-masa indah remajanya, harus menanggung sakit karena ulah manusia yang sirik dan gelap mata hatinya.
"Awakmu wes oleh info soko keluargane pak Tolip nek Jowo? Opo ponakan'e sido merene dino iki ? (kamu sudah dapat info dari keluarga pak Tolip di Jawa. apa keponakannya jadi datang hari ini?)" suara Mbah Sasmita membuyarkan lamunan pak Priatno.
"Sampun, Buk, tirose kalihan mbeto pedesan ten pasar besar langsung mampir ten nggeriyo mriki. jawab pak Priatno dengan penuh hormat.
"Kesuwen ! ndang kongkonen Suli nyosol nang pasar (terlalu lama. cepat suruh Suli cepat
menjemput di pasar besar) awak dewe wes kepepet waktu, fanny kudu ndang di gowo nang Sendang Kamulyan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BALUNG KUKANG Return
HorrorDika terseret dalam rumitnya perang santet antara keluarga besar trah Sastro dan Handoyo.