DARAH PERJANJIAN Part 4

911 70 3
                                    

Hujan turun amat lebat di malam hari, cahaya lampu mobil yang di kemudikan Jack tidak mampu menembus pekatnya kabut.

Sedan hitam nampak melaju pelan melewati jalan berlumpur. Sesekali sentakan gas di iringi erangan suara mesin yang menderu terdengar nyaring di kesunyian malam, dua pemuda yang duduk jok depan nampak menatap jalan terjal dan berlumpur di depan mereka dengan serius.

Eno yang duduk di sebelah Jack nampak gugup dengan suasana malam itu, keringat dingin mulai bermunculan di wajah pemuda berkulit sawo matang tersebut. Sedangkan Jack di sampingnya  berapa kali panik karena roda belakang sedan yang di kemudikan olehnya tergelincir pada lumpur basah.

Sedangkan di jok belakang, Aghata nampak terlihat tenang dari luar. Padahal saat itu pikirannya mulai di landa kebimbangan, gadis itu nampak tidak terlalu peduli dengan derasnya suara hujan di luar. "En, sekarang kamu kasih kabar sama anak-anak di markas. Malam ini dan selama satu bulan kedelapan jangan beroperasi, jika perlu liburkan semua selama satu bulan. Dan satu lagi! Batalkan semua perjanjian dengan orang-orang Bordin, beri mereka kompensasi atas pembatalan secara sepihak ini." Ucap Aghata dengan nada pelan namun terdengar serius.

Sejenak Eno berfikir jika selama satu bulan mereka tidak menarik iuran keamanan, maka banyak uang akan terbuang sia-sia. Tetapi Eno tidak ingin berdebat dengan Bosnya seperti biasa, "oke Bos!" Jawab Eno kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu mulai memberikan kabar pada rekannya di Markas.

Sesekali guntur terdengar menggelegar memecah keheningan malam, dari jauh lampu sedan yang mereka bertiga kendarai nampak terlihat kecil. Perjalanan masih sedikit jauh karena terhambat oleh sulitnya medan yang mereka lalui, di tambah lagi saat itu sedan mereka  mesinnya mati secara mendadak.

Dengan segera Jack keluar dari mobil, lalu mengecek mesinnya. "Aneh," gumam Jack karena saat itu ia tidak mendapati kendala pada mesin mobilnya, semua nampak baik-baik saja.

"Piye?" (Bagaimana?) Tanya Eno pada Jack setelah ia menghampiri sambil membawa payung yang berada di tangan kanannya.

"Aneh Suw! Padahal ora onok seng rusak, tapi mesine gak gelem urip." (Aneh njir! Padahal tidak ada yang rusak, tapi mesinnya tidak mau menyala.) Ucap Jack sambil menggelang-gelengkan kepalanya heran.

Tidak jauh dari tempat mereka, terlihat dua cahaya mobil yang melaju beriringan menuju ke arah mereka. Pandangan dua pemuda tersebut tertuju pada dua mobil yang sedang melaju cepat melewati jalanan berlumpur.

Jack dan Eno yang tadinya panik dengan keadaan yang sedang terjadi, mulai bernafas lega saat tahu dua mobil Jeep tersebut adalah milik mereka.

Seorang pemuda turun dari jip yang ia kemudikan, di susul oleh rekan-rekannya. Hal serupa juga di lakukan oleh jip di belakangnya, mereka beramai-ramai keluar dari dalam jip nya seolah tidak peduli dengan hujan deras yang membasahi pakaian mereka.

"Piye Mas?" (Gimana Mas?) Tanya Jonathan pada Jack yang menatapnya heran. Padahal baru saja Aghata memberi instruksi untuk meliburkan mereka semua, meski yang datang saat itu hanya berjumlah delapan orang saja semestinya mereka semua tidak berada di tempat yang sama saat itu.

Sebelum sampai di sana, Jhonatan bersama Eros dan yang lain mengawasi Aghata dari jauh. Kemana pun mobil Aghata pergi, mereka selalu membuntuti dari jauh meski Aghata sudah melarang keras.

Itulah yang di namakan loyalitas tanpa batas pada Bosnya, dahulu Aghata tidak pernah meninggalkan bawahannya seorang diri dalam pertarungan saat memperebutkan wilayah. Bahkan saat Aghata mulai merintis sebuah genk kecil yang sekarang sudah besar tersebut, ia rela kelaparan asal rekannya bisa tidur dengan perut terisi penuh.

Jhony mempersilahkan Aghata untuk berpindah mobil guna meneruskan perjalanannya. Meski awalnya Aghata memaki mereka semua karena secara diam-diam membuntutinya, ia tersenyum saat memasuki jip.

BALUNG KUKANG ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang