DARAH PERJANJIAN Part 2

1.2K 79 7
                                    

Di kegelapan malam nampak 3 orang tengah berbincang serius, Aghata bersama Jack dan Eno sedang berada di tengah-tengah pekuburan.

Aghata harus mencari makan orang yang meninggal terkenal petir. Tanah tersebut akan di gunakan untuk metode mengirim santet kepada keluarganya sendiri. Aghata sudah membulatkan tekad kali ini dengan bantuan Reina Hamdan ia yakin jika rencananya tidak akan gagal seperti dulu lagi.

===

Kota Ngawi 21 Desember.

Jack tengah bersandar pada pohon beringin besar yang tumbuh di puncak gunung Lawu. Gunung Lawu sendiri memiliki 3 puncak, puncak Hargo Dalam yang merupakan puncak paling dasar, lalu di atasnya ada puncak Hargo Dumiling yang berada di tengah. Di puncak paling tinggi di namai dengan puncak Hargo Dumilah nah di sini lah Jack beserta kawan-kawannya sedang menunggu Aghata yang sedang menyelesaikan ritualnya.

Malam itu di atas puncak Dumilah gunung Lawu, suasana amat sepi dengan suhu dingin yang menusuk tulang. Tidak ada kegiatan apapun yang Jack dan lainya lakukan mereka hanya menunggu Aghata.

Gelap tanpa cahaya, Jack melempar putung rokoknya ke bawah. "Dul duwe rokok maneh ora?" (Dul punya rokok lagi tidak?) Tanya Jack Pada Abdul yang duduk di akar besar pohon beringin di sampingnya.

Abdul merogok saku jaket kulitnya, lalu mengulurkan sebungkus rokok pada Jack. "Mariki wes jam 1 wengi, ndang mudun" (Sebentar lagi sudah jam 1 Pagi bersiaplah turun) Kata Jack sambil mengambil sebungkus rokok dari tangan Abdul.

Abdul mengosok-gosok kelapanya yang plontos sambil berdiri. "Kowe wani neng kene Dewe?" (Kamu berani di sini sendirian?) Tanya Abdul memandang ke arah Jack. Meski ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah Jack karena gelap, ia tahu bahwa yang berdiri di sebelahnya adalah kawananya.

"Dilut engkas kidang menjangan ngetok, Mbah Trimo mariki bar nek semedi" (Sebentar lagi Kijang Menjangan akan nampak, Mbah Trimo juga sebentar lagi selesai dengan semedinya) Ucap Jack sambil memandang gelapnya pekat malam.

"Yowes nek ngunu, ati-ati mandak pocongan seng ngetok semaput we engkok" (Yasudah kalo begitu, hati-hati saja nanti pocongan yang menampakkan wujud) Jawab Abdul dengan candaan-nya.

"Asu we Iki" (Anj*** kamu) Sergah Jack sambil menendang bokong Abdul yang mulai melangkah menjauh. Beberapa langkah di depan Abdul 3 orang pemuda yang tadinya duduk dengan rokok mereka masing-masing juga mulai berdiri. Lalu Abdul bersama 3 pemuda yang tadinya duduk mulai menyusuri jalan di kegelapan malam. Sepanjang perjalanan turun mereka hanya di perbolehkan mengunakan nyala korek api masing-masing. Entah apa maksudnya Abdul dan yang lain juga tidak tahu tentang pantangan tidak boleh menyalahkan sinar kecuali dari nyala korek api.

Tinggal Jack seorang diri yang sedang menunggu Aghata yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat itu. Di sisi timur Joni rekan Jack juga sedang menunggu Mbah Trimo yang sedang bersemedi di atas batu lempengan berukuran sedikit lebar, Mbah Trimo ini adalah abdi ndalem keluarga Sutawijaya. Reina sengaja menyuruh Mbah Trimo untuk membantu Aghata menjalankan ritualnya.

Dalam keheningan malam yang hanya bisa mendengar suara binatang malam itu Jack kembali menyulut rokoknya, matanya menerawang ke depan tepat di mana saat ini Aghata sedang bersila dengan khidmat tanpa mengenakan sehelai benang pun.

Mulai dari tanah kuburan orang yang meninggal tersambar petir, ayam cemani, ayam cemara dan dua ekor ayam jago putih mulus. Di tambah kambing Wandu, atau domba berkelamin ganda yang Reina sebut sebagai syarat untuk ritual harus mereka dapatkan dengan susah payah. Belum lagi benda aneh atau jenis tanaman aneh juga harus di persiapkan, misalnya Gedang sangkal atau pisang sangkal pisang ini terbilang unik karena buahnya hanya tumbuh satu biji. Lalu 40 tusuk sate kerbau. Terbesit tanya di hati kecil Jack semua yang mereka cari dengan susah payah itu untuk apa? Beruntungnya Reina segera menghentikan ke ingin tahunya akan benda dan hewan mistis tersebut. Jika Jack terus menelisik lebih jauh mungkin cepat atau lambat Jack akan mengalami kebisuan, tuli, dan kebutaan permanen.

BALUNG KUKANG ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang