Orang-Orang Termangu

56 14 22
                                    

Seorang lelaki duduk di teras rumahnya sembari menatap langit. Dia bingung, cemas dengan masa depan, dan tak kunjung mendapat seseorang yang bisa mendampingi hidupnya di masa tua nanti. Sebuah gejala quarter life crisis yang biasa dialami anak usia 20-an.

Nasrudin namanya, ia termangu karena bingung. Pekerjaan tak punya karena culas, saking culasnya bahkan sekolah dasar pun tak tamat. Maka, hiduplah ia menjadi beban keluarga. Adiknya 4, semuanya sama culasnya dengan si sulung Nasrudin. Bapaknya serabutan kuli panggul di pasar, mamaknya serabutan keliling kampung menawarkan jasa cuci baju. Kebutuhan mereka banyak, untuk makan 7 orang, biaya sekolah 4 adik Nasrudin, hingga akhirnya utang di mana-mana. Tak jarang Nasrudin menjadi sasaran rentenir dengan ancaman penculikan karena orang tuanya tak kunjung melunasi hutang. Betapa malang.

Betapa bingungnya keluarga Nasrudin mau melunasi utang. Berbagai cara telah dilakukan Nasrudin untuk membantu perekonomian keluarganya itu. Maksud hati ingin buka lapak macam Supri namun takut kena damprat pemilik Bujang Kasip karena merasa tersaingi. Mau menggarap lahan tapi tak punya, mencari pekerjaan apa daya sekolah dasar pun tak tamat. Mau ikut microphone pelunas utang tapi suaranya sumbang, takut bikin malu keluarga.

Tak jauh dari rumah Nasrudin, tinggallah Supri seorang diri yang sama termangunya dengan Nasrudin. Bedanya, Supri punya usaha, dia pintar, goodlooking, santun, namun masih lajang. Ia termangu perihal jodoh. Traumanya terhadap Lena menghancurkan reputasinya sebagai pria tampan. Maka, ia bertanya dalam angan apakah Lena akan menerimaku kalau aku punya duit?

Maksud hati tak ingin melupakan Lena, wanita cantik yang dilihatnya kemarin membuatnya ingin move on. Susan begitu indah di matanya, membayangkan tinggal seatap dengan wanita cantik, dengan dirinya yang tampan bisa digambarkan bagaimana keturunannya nanti. Supri ingin wanita itu, namun hidup lagi tak mau merasakan cinta karena takut dicampakkan lagi. Azan Ashar pun berkumandang, waktunya buka lapak.

"Kalau mamak tanya abang ke mana, bilang aja nda tau, oke?"

"Oke, Bang."

Nasrudin berpamitan dan menitipkan pesan pada Zahra, adik tertuanya. Ia menuju lapak Supri seperti kebiasaannya pada sore hari. Belum sempat ia sampai, ditemuinya Supri memikul barang dagangannya, tampaknya ia agak terlambat hari ini.

"Oi, kau berdandan, Bang?" sapa Nasrudin menghampiri Supri yang terlihat tak senang dengan kedatangannya.

Beberapa saat sebelum Supri berangkat, dipikirkannya bagaimana jika wanita cantik itu datang lagi. Karena tak mau tampil macam kuli proyek di depan wanita cantik, maka ia berdandan. Memakai bedak agar kulit wajahnya lebih cerah, memakai spidol menggambar alisnya agar tebal macam ulat bulu kemudian mencukur kumisnya dan meninggalkannya sedikit karena wanita biasanya lemah dengan alis tebal dan kumis tipis lelaki.

Bergaya macam boyband Korea Supri melihat pantulan dirinya di kaca. Mempergakan bagaimana ia menyapa wanita itu dan menanyakan namanya. Ditulisnya pada kertas kecil sebuah skenario yang mantap,

Wahai Nona cantik, siapakah nama kau?

Wahai nama kau, indah nian wajah kau, bagai pink supermoon

Wahai nama kau, di manakah kau tinggal? Aku akan mendatangi dan mempertemukan kau dengan bapak mamakku

Wahai nama kau, galak tidak bapak kau?

Tak berniat membantu, Nasrudin pun hanya mengikuti Supri dari belakang macam anak ayam dengan induknya. Belum sempat ia sampai di lapaknya, Supri dipertemukan dengan Sulin yang bersiul-siul keluar gang. Tampak senang betul sebab reputasinya sebagai organ tunggal kian hari kian mumpuni.

PRIMATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang