"Ah pening kali aku ni," umpat Dinah kala satu persoalan pasal mulai muncul dan apa yang dipelajarinya semalam tak membuahkan hasil. Semuanya lupa. Hampir dicobanya membakar buku lantas abunya dibuat ramuan namun ia yakin itu tak bekerja, makanya hafalan menjadi satu-satunya cara terakhir sebelum berbuat dosa; menyontek.
Pasal 523 Undang-Undang No 7 Tahun 2017...
Belum selesai Dinah membaca pertanyaan terakhir, Guru Rokhani menyuruh murid-muridnya untuk mengumpulkan jawabannya ke meja karena waktu ujian telah habis. Dari 20 pertanyaan yang tertulis, hanya 50% yang bisa Dinah jawab dengan keyakinan sepenuh hati. Sisanya, mengarang indah. Dikumpulkannya kertas jawaban dan kembali duduk. Tidak peduli dengan hasilnya macam apa asalkan ujian hari ini telah berlalu. Nilai urusan belakangan.
"Sekolah kita ditunjuk menjadi perwakilan untuk melakukan siaran di radio lokal, dan Ibu ingin salah satu dari kalian yang melakukannya. Ada relawan?" ujar Guru Rokhani sembari merapikan kertas-kertas jawaban yang dikumpulkan murid-muridnya.
Semua hening, mungkin telah pusing dengan persoalan pasal. Banyak yang harus dipelajari tapi sedikit yang dikeluarkan dalam ujian. Bahkan Hendra yang menjadi bintang kelas pun terlihat memijat-mijat keningnya sejak 30 menit pertama ujian.
"Angkat tangan kalau ada yang mau menjadi relawan," sambung Guru Rokhani memberi kesempatan sekali lagi. Namun, tak ada satu pun yang mengangkat tangan. Macam yang dilakukan guru-guru pada umumnya, mereka akan menunjuk secara langsung jika tidak ada yang mau menjadi relawan.
"Dinah, kau kutunjuk menjadi relawan."
Dinah gelagapan mendengar namanya yang disebut sebagai perwakilan kelas. Gentarnya Dinah karena ia bukan termasuk orang yang pandai dalam public speaking macam kawan-kawannya yang lain.
"T-tapi, Bu."
"Datanglah ke ruanganku setelah jam pelajaran usai."
Belum sempat Dinah bernegosiasi, Guru Rokhani malah menyuruh Dinah untuk datang ke ruangannya kemudian keluar dari ruang kelas begitu saja. Maksud hati Dinah menolak namun Guru Rokhani telah menunjuknya dan kawan kelasnya mempercayainya.
Maka, usai sudah jam pelajaran hari ini dan Dinah mendatangi ruangan Guru Rokhani. Entah apa yang akan didapatkannya namun ia berharap penunjukkannya untuk menjadi perwakilan dibatalkan.
"Permisi," sapa Dinah saat memasuki ruangan Guru Rokhani.
"Oi, Dinah, kemarilah," ujar Guru Rokhani.
"Siarannya pekan depan, hari Minggu. Ini materi kau bisa baca di rumah, persiapkan sematang mungkin," sambungnya sembari memberikan kertas-kertas penuh tulisan kecil-kecil. dan salah satu dari materi tersebut adalah tentang pemilu yang sebenarnya sangat dihindari Dinah jika sedang melakukan apapun termasuk diskusi. Bahkan ini adalah sebuah siaran radio yang pasti disiarkan di seluruh kota.
"Kebetulan sebentar lagi pemilu, ini akan menjadi siaran yang mantap. Kau hanya perlu menyampaikan aspirasi dan pendapat tentang itu."
"Bu, bolehkah saya mengajukan pengunduran diri?" ujar Dinah bermaksud menolak menjadi relawan karena ia tak mau berurusan dengan politik.
"Aku sudah menunjuk kau, Dinah. Kawan-kawan kau juga sudah percaya."
"Haruskah aku, Bu?"
"Harus seratus persen."
Dinah tak berkutik. Tangannya tremor memegang kertas materi karena gugup, padahal ini belum waktunya. Namun, ia sudah bisa merasakan bagaimana jika nanti ada orang-orang yang kontra dengan pendapat Dinah saat siaran. Sudah pasti akan menjadi buah bibir di seluruh kota. Ini politik, Bung!
Sepulangnya Dinah dari sekolah, ditatapnya dalam-dalam tulisan yang berceceran pada kertas bagai tak ada habisnya. Sesekali ia berpikir kalau yang dilakukannya hanya perlu menyampaikan pendapatnya, di sisi lain ia memikirkan bagaimana kalau ia harus berurusan dengan pihak berwajib karena yang diucapkannya selama siaran salah.
"Apa itu, Din?" tanya Enun kala ia melihat Dinah. Merasa heran karena anaknya terus-terusan termenung menatap kertas yang ia sendiri tak tahu apa isinya.
"Dinah mau siaran radio, Mak," jawab Dinah dengan suara parau.
"Oi, baguslah. Kapan?"
"Pekan depan."
"Kalau begitu aku harus mendengar suara kau di radio. Oi, bangga bukan main Mamak kau ini nanti."
Enun senang bukan main mendengar anaknya akan melakukan siaran di radio. Dengan begitu orang-orang kampung akan tertarik dan memusatkan perhatian mereka pada keluarga Dinah, tanpa tahu apa yang dihadapinya nanti adalah sebuah permasalahan yang runyam.
"Tak usahlah, Mak. Dinah bisa membatalkan ini karena tak sanggup."
Terkejut Enun mendengar anaknya berbicara seperti itu. Bayangan menjadi orang yang dikenal seantero kampung pun sirna.
"Jangan kau berbicara seperti itu, kau tak mau Mamak kau ni dibanggakan mamak-mamak yang lain?"
"Oi, betapa bangganya aku mendengar anak kau siaran di radio," ucap Enun sembari menirukan gaya berbicara mamak-mamak kampung kala bergosip ria.
"Bagaimana? Kau tak mau mendengar nama kau disebut-sebut sama mamak-mamak, bapak-bapak, mas-mas, adik-adik, semuanya, di kampung ini?"
Dinah tak habis pikir dengan mamaknya yang overproud masalah urusan seperti ini.
"Dinah belum siap, Mak," ujar Dinah.
"Makanya latihan!" bentak Enun karena tak tahan dengan Dinah yang tampak menyerah.
"Kalaupun Dinah jadi siaran pekan depan, haruskah Mamak membicarakannya ini sama mamak-mamak yang lain?" tanya Dinah pada mamaknya.
"Harus seratus persen!" jawab Enun mantap.
"Nanti kubawa radio tua kita itu ke tukang servis," sambungnya.
Note :
Halo, balik lagi sama author dengan update part ke-5. Nggak banyak yang mau dibicarakan sih. Oh ya sinopsis kemarin sempat diganti karena yang lama rasanya kurang sesuai dengan keseluruhan isi cerita, dan kemungkinan masih bisa ganti lagi mengingat tulisan ini belum rampung. Bingung kan wkwk.
Sampai sekarang terhitung ada 30 part dan yang terpublish baru 5 part karena yang lainnya masih dalam revisi. Part masih bisa nambah atau bahkan berkurang yaa. Nanti kalau sudah banyak part yang siap publish bakal update lebih sering lagi.
Jadi tetap setia menunggu ya, jangan lupa read, vote, comment, and share.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMATA
General FictionKita diciptakan oleh Tuhan sebagai manusia yang menjadi makhluk yang paling sempurna di antara makhluk lainnya. Primata adalah salah satu makhluk yang bertipikal hampir sama dengan kita. Keluarga, asmara, politik, kejahatan, pertengkaran, bahkan per...