"Puussiiiiingg!" keluh Dinah macam semalam. Kali ini ia dipusingkan dengan materi yang akan dibawanya saat siaran nanti. Bermacam-macam pikiran pun muncul.
Bagaimana kalau aku diserang orang-orang?
Bagaimana kalau aku salah berbicara?
Bagaimana?
Intinya, Dinah hanya perlu menyampaikan aspirasinya terkait dengan pemilu. Materi yang diberikan Guru Rokhani pun sudah jelas dan gamblang mengenai apa itu pemilu. Bukan main malasnya Dinah kalau harus berurusan dengan politik yang sensitif.
Lantas didatanginya bapak yang tengah menonton televisi di ruang depan. Dinah bermaksud menanyakan perihal materi yang diberikan Guru Rokhani untuk siaran pekan depan. Namun, mimik wajah Surip yang tengah serius menonton "Azab Orang yang Tak Mau Mengembalikan Utang" membuat Dinah sungkan untuk mendekati bapaknya. Maka, ia kembali ke kamar sejenak dan menunggu sampai sinetron itu selesai.
"Mampus kau, Nasrudin. Bukan aku yang menagih kau nanti tapi malaikat."
Begitu ujar Surip kala sinetron itu selesai. Maka, Dinah memberanikan diri untuk mendatangi bapaknya dengan membawa kertas berisikan materi untuk siarannya.
"Tagihan utang siapa itu, Nong?"
Terkejut Dinah bapaknya yang tak tahu apa-apa main menanyakan tagihan utang macam rentenir.
"Bukan, Pak. Dinah mau menanyakan sesuatu," ujar Dinah pada bapaknya sambil mendekatinya.
"Oi, sinilah, Nong. Kiranya bapak kau ini bisa membantu."
"Dinah pekan depan siaran di radio lokal, macam ni lah materinya, pusing aku, Pak."
Disodorkannya kertas berisi materi pada bapaknya. Surip yang menerimanya pun membaca materi pada kertas hingga dahinya berkerut macam berpikir keras.
"Kau disuruh apa?" tanya Surip pada anaknya.
"Menyampaikan aspirasi tentang pemilu," jawab Dinah.
"Oi, itu mudah. Kau tinggal menyampaikan saja menurut kau bagaimana pemilu di negeri kita ini dan apa harapannya, Boi."
"Tapi, Pak. Takut betul aku nanti salah ucap, demam panggung macam orang-orang."
"Apa yang kau takutkan dari salah ucap, Nong?"
"Ini politik, Pak."
"Betul juga kau, Nong. Privat sajalah kalau begitu," ujar Surip menawarkan pada anaknya.
"Tak maulah aku, Pak. Siapa yang mau bayar?"
***
"Akan kubayar!"
"Oi, sabarlah sebentar. Aku tunjukkan jalan yang benar."
"Akan kubayar kau sampai kau benar-benar mau menunjukkan jalan yang benar, Bang."
Perseteruan antara Enun dengan tukang servis tua masih belum berakhir. Enun tak habis pikir dengan arahan tukang servis yang bisa dibilang ngaco.
"Sampai mana tadi?"
"Persimpangan yang ada lubang galian!" Enun makin galak.
"Oi, sepertinya salah jalan," ujar tukang servis tua yang membuat Enun muntab makin menjadi. Mukanya merah masam, napasnya menderu bagai banteng yang seakan hendak menyeruduk matador.
"Baiklah maafkan aku. Ulangi dari awal."
"Ulangi dari awal!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMATA
General FictionKita diciptakan oleh Tuhan sebagai manusia yang menjadi makhluk yang paling sempurna di antara makhluk lainnya. Primata adalah salah satu makhluk yang bertipikal hampir sama dengan kita. Keluarga, asmara, politik, kejahatan, pertengkaran, bahkan per...