"Okay, okay! Angkat gelas kalian!"
Bos Seonjoo memulai perayaan keberhasilan projek besar di tahun 2020. Pria berusia empat puluh delapan tahun itu mengajak para anak buah, terkhusus yang terlibat langsung di dalam projek besar di perusahaan untuk mengangkat gelas bersama-sama.
"Tanpa kalian, perusahaan ini gak ada apa-apanya. Dan.. Felicia-"
Seluruh pasang mata kini tertuju pada seorang gadis yang juga tengah mengangkat gelas minuman miliknya dengan pandangan kagum.
"-kerja bagus untuk hari ini," lanjut Bos Seonjoo, tersenyum penuh kepuasan terhadap gadis itu dan ditanggapi anggukan sopan oleh Felicia.
"Hidup R&J!"
Semua bersorak riang, merayakan projek besar yang tidak disangka-sangka akan membawa perubahan besar untuk perusahaan di masa datang.
Di tengah riuh ramai serta kehangatan perbincangan di ruangan itu, Felicia merasakan adanya getaran di saku bajunya. Gadis itu meraih ponsel miliknya dan mendapati nama 'Mama' tertera di layar.
Ia buru-buru menghampiri Bosnya dan meminta ijin untuk mengangkat telepon. Ia lalu keluar ruangan dan menyapa ibunya di seberang sana.
"Halo, Ma?"
"Fel, adek badannya panas. Nanti pulang dari kantor beliin obat, ya?"
Felicia mengerutkan kening. "Panas lagi? Obat yang kemarin udah habis, Ma?"
"Udah, besok kalau panasnya belum turun kita bawa ke dokter."
"Oke deh, Ma. Oh iya, Felly lagi ada pesta perayaan projek yang tahun ini bareng-bareng sama karyawan. Ada Pak Bos juga."
"Projeknya sukses? Wow, selamat kalau gitu! Eh, salamin ke Bos kamu, Mama makasih banget udah telaten ngarahin kamu sampai kamu jadi karyawan terbaik di perusahaan dia."
Felicia tertawa mendengar hal yang dikatakan Mama. "Apa'an sih, Ma."
"Pokoknya salamin! Awas kalau enggak! Udah dulu, ya, Mama lagi masakin sup tahu buat adek kamu."
"Iya, Ma, iya."
"Pulang hati-hati, jangan lupa pesenan Mama!"
"Siap, Bu Bos!"
Maka sepulangnya Felicia dari perayaan itu, ia segera bertandang ke apotek untuk membeli obat penurun panas untuk adik laki-lakinya.
Gadis itu melanjutkan perjalanannya ke rumah menggunakan taksi, seraya mengecek pesan-pesan singkat dari teman-teman kantornya, berisi ucapan selamat yang kebanyakan dikhususkan untuk dirinya. Ia merasa senang, teman-teman kantor selalu bersikap supportive terhadap satu sama lain.
Ia kemudian teringat sesuatu.
Jarinya mengetik huruf J untuk mencari chat milik seseorang yang dibukanya terakhir kali satu minggu lalu. Felicia membuka chat room tersebut tanpa ragu-ragu.
Masih sama.
Dua puluh dua Januari tahun dua ribu delapan belas adalah terakhir kali nomor itu aktif.
Felicia lantas tertawa kecut ketika waktu itu ia berhalusinasi dan melihat keterangan 'Online' dan pesannya terbaca oleh nomor itu.
Mana mungkin, kan?
Setidaknya itulah yang Felicia yakini selama dua tahun ini, bahwa apa yang dibilang Hobi waktu itu adalah benar adanya.
Bahwa sosok itu kini telah pergi.
Dan sampai sekarang, Felicia tidak lagi berurusan dengan siapapun yang menyangkut seseorang itu.
Bahkan dengan Kim Taehyung.
Felicia menarik diri total dari lingkaran sosial yang mengingatkan dirinya pada sosok Park Jimin.
Park Jimin.
Melafalkan nama pria itu di dalam hatinya saja sudah membuat tubuhnya lemas. Kepalanya seketika berat dan tenggorokannya kering. Belum pernah sampai sekarang Felicia mengingat pria itu sedalam ini.
Gadis itu tidak pernah berani.
Ia tidak pernah berani kembali merasakan sekarat dua tahun lalu.
Ia takut.
Namun takdir apa yang membuatnya kembali berada di hari itu lagi? Mengapa setelah semua perjuangan untuk menghapusnya, memori itu malah kembali naik ke permukaan?
Felicia tidak mengerti, sungguh.
Lalu ketika ia telah sampai di depan pintu rumah, ketika sebelah tangannya memegang kenop pintu, ia menyadari satu hal; dirinya belum benar-benar bisa merelakan.
Felicia belum sepenuhnya berdamai dan menuntut lebih dalam akan kebenaran yang selama ini selalu menghantuinya tanpa henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
last try [book 2]• pjm ✓
Fiksi Penggemar✨ [ft. Park 지민] ❝So.. this is my last try to get you back.❞