#Malam-malam

34 7 26
                                    

Kini aku dan mas Rio sedang di dapur.
Dia nyiapin piring buat wadah bakpianya.

Aku hanya melihatnya canggung di balik bar dapur. Hati ku jadi ambyar gini gara-gara kejadian di atas tadi. Syok berat aku sampai masih ngerasa deg-deg an gini.

Mantra ku masih suka ku ucap untuk tidak menyalahkan mata ku yang tadi sempat melihat tidak sengaja dan hanya sedikit ke daerah perut kotak-kotak nya tadi.

Dia membuka kulkas, mengambil susu box dan es batu. Menaruh di dekat ku dan berjalan mengambil lagi gelas di bufet atas.

"Jihannya udah tidur masa kamu belum tidur" katanya. Tangannya mengambil susu dan ice batu di dekat ku. Menuang di satu gelas.

Aku hanya terdiam dan menunduk, memainkan kuku-kuku ku yang sudah memanjang.

"Nge DM siapa malem-malem begini?"
Tanyanya, tangannya menopang dagunya dan mukanya mengarah ke aku.
Rasanya pengen hilang aja sekejap kalo bisa.
Aku beneran ga tau kalau dia suka gombal gini. Padahal baru kenal berapa Minggu ini dan aslinya belum kenalan secara sah.

"Aku ga nge DM siapa-siapa, tadi iseng  ngescrooll aja lagi gabut ga bisa tidur." jawab ku. Mata ku melirik takut ke arahnya.

Dia tersenyum. Mendorong satu gelas yang berisi susu tadi yang dia bikin mendekat ke arah ku. Badannya memutari bar dan berjalan ke arah ruang keluarga, merebahkan tubuh bongsornya di sofa.

"Habis minum langsung tidur sana, udah malem, jangan mentang-mentang besok hari libur terus nginep di rumah temen bisa seenaknya bergadang bareng saya" matanya melirik ke arah ku.

Hah?! Apaan sih dia?

"Kok jadi orang kepedean banget. Siapa juga yang mau bergadang bareng mas" aku turun dari kursi di bar dapur dan melangkah ke arah tangga.

"Awas loh mas, semenjak aku main kesini, aku sering lihat perempuan di pojok Deket tv Deket mas situ tuh" usil ku, tangan ku menunjuk lemari pojok dekat tv  dan langsung berlari ke tangga.

Ku dengar dari suara sendalnya mas Rio ikut berlari dan mengejar ku dari belakang. Kakinya yang panjang tentu cepat menggapai ku di tangga.

Tangan dua-duanya merangkul pinggang ku dan mencekik disana.
Aku yang hampir saja teriak, langsung ku tutup mulut ku dengan tangan ku yang satu nya, yang satunya lagi memegang kuat tangan mas Rio di pinggang ku. Dia tertawa di belakang ku, sama-sama tidak kencang. Karena takut Jihan terbangun.

"Mas lepasin" tangannya yang ku pegang  semakin melingkar diperut ku.

Beberapa menit kami sadar akan posisi kami. Aku yang terdiam dan tidak bergerak sama halnya dengan dia.

Dia yang berada di belakang ku masih dengan posisi memeluk ku dibelakang. Kepalanya dekat dengan muka ku di belakang.

Aku menoleh kebelakang melihat hidungnya yang mancung di samping ku.
Hanya sekilas, dan ia mengendur kan perlahan pelukannya di pinggang ku.
Membalikan tubuh ku perlahan mengarahkan ke arahnya. Suasananya mencekam, aku tau ini.

Dia yang tinggi semampai, aku yang hanya sebatas pundaknya melihat dadanya yang membusung mencetak di balik kaus army nya. Aku baru sadar dia tinggi kalau dari sini.
Pundaknya bidang dan lebar.
Dadanya membusung ke depan.

Aku ga kuat kalau ngeliat ke arahnya. Mata ku mencari objek untuk di lihat tapi yang ada dadanya Yang sekarang pas banget di depan ku astaga.

Detak jantungnya berbunyi seirama dengan detak jantung ku saat ini. Berdebar menggila, seakan kami baru saja lari maraton bersama.

Tangannya terangkat perlahan menaikan rahang ku untuk melihat ke arahnya. Sentuhannya seperti sengatan yang membuat perut ku di gelitik banyak kupu-kupu berterbangan di dalam sana Mataku takut-takut melihat ke arahnya. Mata seperti elang dan sekarang menggelap melihat ke arah ku dengan setajam silet.
Menuntut ku untuk melihatnya juga.

Tenggorokannya naik turun menelan Salivanya. Nafasnya memburu mengartikan sesuatu.

Aku menatapnya dengan penuh keberanian. Kini mata kami terkunci, matanya berkilat disana.
Rasanya ingin menangis karena tak kuat.
Ku gigit bibir bawah ku untuk meredam debaran yang semakin kacau.

Kepalanya sedikit maju dan menunduk takut-takut ke arah ku. Tangannya mengokohkan pegangannya di antara belakang telinga ku dan rahang ku.
Sudah ku wanti-wanti dan ketakutan ku semakin menjadi-jadi.

Semakin dekat dan dekat sekali. Reflek mata ku tertutup sendirinya tanpa diminta persetujuan ku.
Deru nafasnya yang kasar menerpa kulit permukaan wajah ku, seketika hidung kami bersentuhan, membuat gesekan yang mengakibatkan setruman kecil di dada ku.

Semakin dekat dan akhirnya ku rasakan bibirnya yang basah dan lembut menempel di atas bibir ku. Kaget, beneran kaget. Awalnya aku tak percaya ini terjadi untuk pertama kali, first kiss ku di ambil. Tapi saat bibirnya bergerak, seperti membawa ku ke dasar yang amat sangat dalam di bawah sana.

Bibirnya yang basah membuat pergerakan kecil di atas bibirku. Sedikit lumatan dan lama-lama semakin dalam.
Sensasinya memabukkan membuat seolah memperkenalkan ku ke dalam suatu candu awal yang belum pernah ku rasakan seumur hidup ku.

Tangannya mendorong kepalaku untuk semakin dalam. Bibirnya merangkum bibir atas ku dengan lembut. Lumatannya semakin dalam dan menuntut ku untuk mengikuti permainnya. Tangan kirinya tak tinggal diam, meraih pinggang ku agar menempel semakin dekat dengan tubuhnya.
Kaki ku lemas, dan kepala ku rasanya hampir pecah tapi di bawah sana ada yang menyetrum membuatnya seperti berkedut nyeri.

Disana dia bermain dengan bibir ku, aku hanya mengikuti alurnya. Nafas ku terengah dan akhirnya tangan ku memukul dadanya untuk berhenti. Cukup lama untuk membuatnya berhenti seakan dia tidak bisa meninggalkan bibir ku.

Satu pukulan lagi di dadanya, membuat bibirnya melepasi bibir ku.  Keningnya menempel di kening ku, nafasnya terengah-engah sama dengan ku. Berlomba-lomba meraup udara yang sama di sekitar.

Badan ku serasa kaku, masih menempel di tubuhnya. Otak ku masih ngebleng, pikiran ku melayang entah dimana. Rasanya ingin menangis, badan ku lemas, sekujur tubuhku seperti diserap olehnya. Ku lihat matanya masih tertutup menampakkan bulu mata yang tegas dan panjang. Astaga hidungnya kalah mancung dengan ku.

Ku coba untuk mengumpulkan tenaga ku. Ini semua salah. Ga, dia masnya teman ku, sahabat ku sendiri. Aku bermain di belakang dengannya meski ini just kiss tapi menurut ku dan pasti menurut Jihan ini ga kecil masalahnya. Pasti Jihan akan kecewa bahkan benar-benar kecewa sampai mengecap ku pasti sebagai penggoda masnya.
Oh my God nada..

Tanpa kata-kata ku dorong tubuhnya yang masih menempel di badan ku dan melangkah pergi meninggalkan dia yang ga tau reaksinya gimana.
Kaki ku melangkah panjang melewati kamarnya dan membuka kamar jihan, mendorong pintu kamar Jihan, dan cepat-cepat ku kunci dari dalam.

"Ga, ini salah" sudah tidak bisa ku bendung lagi air mata ku sehingga terjatuh di bawah sana menyisakan isakan kecil di mulut ku.

Kaki ku melemas membuatku terjatuh dan terduduk di atas karpet bulunya jihan. Mataku tertuju pada Jihan yang tertidur tenang di atas kasur. Dada ku serasa sesak, membayang kan bagaimana Jihan tau soal ini. Aku ga mau kehilangan sahabat ku yang ku anggap sebagai saudara perempuan ku sendiri.
Han, maafin gue.. please.

My Friends Brother | Seo JohnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang