Lamun

173 24 4
                                    

Tanpa siapapun sadari Ify meneteskan air matanya, ruang yang berantakan di hadapannya adalah ruang yang pernah penuh dengan kebahagiaan dan kesedihan seorang Mario.

Sedari tadi Televisi besar diujung ruangan itu memutar berkali-kali video seorang gadis kecil tertawa dan bernyanyi bersama Rio. Gadis chubby dengan rambut yang diikat dua dengan rapi itu terlihat begitu menyayangi Rio. Semua orang sedang melakukan olah TKP mencari bukti tentang semua hal yang berhubungan dengan kasus Rio.

Apartemen dengan tipe Classic Six itu benar-benar terlihat rapi dibeberapa sisi, berbeda dengan ruang tamu yang begitu padat dengan mainan anak-anak. Boneka yang berjajar rapi di jendela, membuat ruangan klasik itu lebih hidup lagi.

"Fy." Alvin memanggil Ify dari sebuah ruangan

Gadis itu menghampirinya, matanya semakin basah ketika menemukan sebuah ruangan dengan foto Rio dan adiknya yang terpampang begitu besar. Ify yakin ini adalah kamar Rio, dari gaya dan perabotan yang ada. Sudah cukup menguatkan bahwa ini benar-benar kamar Rio.

Tidak ada yang dapat mereka sentuh, sentuhan tangan mereka bisa menimbulkan masalah dalam pencarian barang bukti. Alvin dan Ify kembali keluar begitu mendengar Septian memberikan arahan.

"Kita belum bisa olah TKP terlalu jauh, kita butuh Rio buat mimpin jalannya kasus ini." Tutur Septian di akhir kalimatnya.

"Alvin, Ify. Setelah ini kalian balik duluan aja, beliin Rio baju."

"Gak ambil aja bang?" Tanya Alvin heran

"Jangan, kita nggak tahu itu bakal jadi Trigger apa nggak buat dia." Alvin mengangguk paham, saat ini selain pulihnya fisik Rio, semua tentang dirinya harus benar-benar dilindungi.

"Kak, lo tau dimana adeknya Rio di makamin?"

Septian tidak menjawab, ia bukan tidak tahu. Tapi ia tidak bisa memberi tahu lebih jauh dari ini, langkah mereka masuk ke apartmen ini sendiri saja sudah terlalu jauh. Bagaimana dia melangkah lebih jauh lagi.

Ify mengerti, Septian bukan tidak ingin memberi tahu, tapi ia tidak percaya dengan orang disekitarnya saat ini. Rio benar-benar dalam masalah besar, jika Septian saja sampai menjaga sikapnya menjadi sangat waspada.

"Kalian pergi sekarang, 2 jam lagi Rio ganti infus. Gw harap kalian ada di samping Rio." Alvin dan Ify mengangguk. Kemudian bergegas pergi dari rumah Rio saat itu juga.

Baru beberapa meter mereka meninggalkan apartmen ify mendapatkan pesan masuk dari nomor yang disamarkan, kebiasaan Septian ketika ia bekerja di bawah tekanan. Sebuah alamat pemakaman elit nomor 1 di negara ini tertera di sana, beserta nama terang seorang gadis berumur 5 tahun yang mereka ketahui.

"Pastiin gak ada yang ngikutin kalian, beli baju atas nama Alvin. Mampir ke minimarket sebentar sampai semua aman. Baru kalian berangkat ke pemakaman."

Alvin menambah kecepatan laju mobilnya. Misi mereka kali ini tidak hanya untuk mengawasi remaja yang bolos di siang hari. Namun misi besar yang merekapun masih belum tahu kejelasannya.

"Sebenernya siapa sih Rio fy?" Alvin tetap memandang lurus ke arah jalan yang mereka tempuh. Keadaan mereka berdua saat ini tidak jauh beda, kelabu dengan rasa iba yang menumpuk.

"Mana gw tau." Jawab Ify sekenanya.

Selama perjalanan mereka tidak lagi berbicara, sibuk masing-masing dengan pikiran mereka, Alvin menepikan mobilnya, ketempat biasa ia membeli baju disaat-saat tertentu.

#NEWSTORY : MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang