PART 6

2.4K 647 184
                                        

"Sekali lagi lo macam-macam sama teman-teman gue, gue musnahin lo dari bumi ini!"
(Eza Elvano Eduardo)

Sudah pukul sepuluh malam. Eza masih mengurung diri dalam kamar. Tidak ingin keluar dan bertemu sosok ayahnya. Juga Mbok Susi yang entah sudah kali ke berapa mengetuk daun pintu itu.

*Tok ... tok ... tok!

"Misi, Den. Makan malamnya."

"Masuk, Mbok. Nggak dikunci," jawab Eza dari dalam.

"Ini makanan sama minumannya, Mbok simpan di sini ya."

Eza tidak bergeming, sedang fokus di depan laptopnya. "Mbok ...," panggilnya setelah Mbok Susi hampir mencapai pintu untuk keluar lagi.

"Iya, Den?"

"Bisa ngobrol bentar?"

Mbok Susi kembali lagi, duduk di samping Eza. Ia sudah menganggap Eza seperti anaknya sendiri. Sudah lebih dari 20 tahun perempuan itu bekerja di keluarga ini. Semua karakter penghuni rumah sudah dihafalnya. Termasuk Eza yang sejak lahir menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.

"Mbok ingat Tante Nita, 'kan? Yang pernah dibawa Ayah setahun lalu di hari ulang tahunnya." Eza menutup laptopnya.

"Ingat, Den," jawab Mbok Susi.

"Gimana menurut Mbok?"

"Gimana apanya, Den?" Mbok Susi mengambil posisi duduk yang lebih serius.

"Ayah mau nikah sama Tante Nita." Ketika menyebut nama itu, raut wajah Eza berubah. Mbok Susi diam. Dia paham betul kekecewaan anak 16 tahun yang sedang duduk di sampingnya itu.

"Aku nggak mau ada orang baru di rumah ini," tambah Eza makin ketus. "Bisa aja Tante Nita hanya mau harta Ayah. Nggak beneran cinta sama Ayah. Kalau tujuan Ayah menikah lagi hanya untuk mencarikan aku sosok ibu, aku nggak butuh itu. Pokoknya aku nggak mau ada orang baru yang masuk dalam hidup aku, nggak ada orang baru lagi dalam keluarga ini, titik." Laki-laki itu menjelaskan panjang-lebar dengan emosi meluap-luap.

"Mbok liat Tante Nita orangnya baik, kok." Mbok Susi menanggapi, memberikan penilaian.

"Iya baik kalau di depan Ayah, di belakang kita nggak tau Mbok."

Mbok Susi menghela napas. Paham dengan keadaan putra tunggal Pak Hariyanto yang masih labil ini. Mungkin sebab porsi bahagia yang didapat Eza dari keluarganya sangat sedikit sekali.

***

"Halo, Zoya. Siap-siap! Gue jemput lo!"

[Sekarang udah jam berapa, Za? Udah larut,] jawab Zoya dari seberang sana.

Klik! Eza mematikan telepon. Segera diambilnya kunci motor dan jaket jeans yang tergantung. Tanpa menghiraukan sang Ayah yang tengah menonton acara bola di ruang tamu, dilesatkannya si merah dengan cepat. Masih ada sisa-sisa hujan sore tadi. Jalanan masih tampak basah.

*Pip ... pip ... pip!

Eza membunyikan klakson berkali-kali begitu tiba di depan rumah Zoya. Zoya yang menyadari bahwa itu adalah Eza pun lantas segera keluar. Baju kaus hitam berpadu dengan celana jeans serta sobekan-sobekan kecil di lutut semakin menambah kesan tomboi pada gadis cantik yang satu ini. Rambut sebahunya dibiarkan terurai. Pun dengan kalung bintang bertali hitam yang diberikan Eza sejak SMP kelas dua masih saja ia kenakan. Bagi Zoya itu kado terbaik sepanjang sejarah ulang tahunnya.

"Kita mau ke mana, Za?" tanya Zoya setelah berdiri di samping Eza yang tidak turun dari motornya.

"Naik!"

RUMPUT SMA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang