PART 2

4.7K 1K 515
                                    

"Hubungan ini memerlukan pertimbangan yang matang agar tak kandas di tengah jalan."
(Eza Elvano Eduardo)

Bunyi bel istirahat terdengar menggema dengan begitu nyaringnya, mencapai sudut-sudut SMA elit, terpandang, dan mewah ini. Pada jam-jam seperti ini siswa-siswi terbagi menjadi beberapa kelompok. Sebagian besarnya menyerbu kantin. Sebagian nongkrong di depan kelas. Lalu sisanya lagi para kutu buku yang berduyun-duyun ke perpustakaan guna mengembalikan buku atau meminjam lagi.

"Eza, Eza!" teriak seorang gadis dari arah belakang, mengejar rombongan cowok tampan berpersonil empat orang ini. Siapa lagi kalau bukan Rian cs.

"Ada apa?" tanya Eza setelah balik badan. Kini mereka saling berhadapan.

"Gue bisa ngomong, nggak?" Wajah gadis itu terlihat canggung. Eza menatapnya serius. Tangannya masih bersembunyi di balik saku celana.

Gadis itu tertunduk sebab tatapan Eza. Beberapa menit berlalu. Gadis itu masih diam.

"Jadi nggak?" tanya Eza lagi. "Ya udah, kalau nggak jadi gue cabut," lanjutnya dengan nada yang lebih datar. Ia pun berbalik dan melanjutkan langkah dengan kedua tangan masih tetap di saku celana, menyusuri koridor sekolah bersama teman-temannya.

***

"Tadi Zoya kenapa, Za?" tanya Kenzo setelah mereka berempat duduk manis di kursi panjang kantin. "Nggak lo tembak aja sekalian? Kelihatannya dia beneran suka ama lo, Za," lanjutnya tanpa menunggu jawaban dari pertanyaan pertamanya.

"Mati, dong!" sindir Rian. Satu keningnya diangkat ke arah Eza yang cuek saja sembari menumpahkan kecap di mangkok berisi bakso di hadapannya.

"Udah ... udah! Makan ... makan!" gerutu Eza, tidak menanggapi sama sekali ocehan teman-temannya tadi.

Zoya Febiola, siswi tomboi cantik berwajah eksotis. Kelas XI IPA-2 yang masuk di SHS melalui jalur yang sama dengan Rian. Jalur beasiswa.

Ada dua jalur untuk masuk ke sekolah elit ini. Jalur berbayar dan beasiswa. Jalur berbayar diisi oleh deretan anak-anak orang kaya. Sementara jalur beasiswa diisi oleh siswa-siswa yang lolos dari seleksi yang begitu ketat dan memeras otak.

Zoya adalah satu dari entah berapa siswi penggemar Eza. Namun, kebanyakan mereka menaruh hati pada Eza karena hartanya yang melimpah. "Siapa tahu kita kecipratan tajir kalau jadi pacarnya, 'kan?" Begitu tanggapan gadis-gadis tidak tahu malu itu.

Berbeda dengan mereka, Zoya memiliki rasa tulus yang telah lama ia pendam sendiri. Zoya dan Eza sangat akrab ketika SMP. Dari kelas tujuh sampai kelas sembilan, mereka satu tempat duduk. Bagi Eza waktu itu, Zoya adalah anak laki-laki yang kebetulan terlahir perempuan, makanya dijadikannya teman.

Setelah lulus SMP, Eza banyak berubah. Jadi lebih pendiam. Lebih dingin. Semuanya berawal ketika ayah dan ibunya berpisah. Harusnya bahagia saat kelulusan, Eza justru dihadapkan dengan kenyataan bahwa orang tuanya resmi bercerai.

***

Pagi yang cerah. Suasana kota kembali ramai oleh aktivitas lalu-lalang orang dengan kesibukan masing-masing. Termasuk suasana SHS. Para staf dewan guru, satpam, petugas kebersihan, dan siswa-siswi mulai beraktivitas mengerjakan amanah yang dibebani kepada masing-masing. Para siswa mulai berdatangan. Berpagi-pagi. Meskipun beberapa harus lari tergesa karena pintu gerbang sekolah segera ditutup.

"Linda, liat PR biologi lo dong." Dengan wajah memelas Rian berdiri di hadapan Linda yang hanya berbatasan meja.

"Ya elah, bukannya nanyain kabar gue malah minta PR. 'Kan lu tahu seminggu ini gue sakit. Anak olimpiade kok tumben nggak ngerjain PR."

RUMPUT SMA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang