PART 5

2.4K 690 173
                                    

"Karena dari awal anda memang hanya pura-pura peduli dan saya tidak butuh sandiwara anda itu."
(Eza Elvano Eduardo)

"Anak-anak, pelajaran kita lanjutkan minggu depan, ya!" ucap Ibu Ati—guru kesenian kelas sebelas—sembari menutup buku dan hendak melangkah keluar kelas.

"Iya, Bu!" Serentak semua murid menjawab girang. Waktu istirahat adalah momen yang paling ditunggu oleh semua siswa. Mungkin dari siswa tingkat TK sampai perguruan tinggi.

"Ke Bang Parto, yuk. Gue yang traktir." Rian mengedipkan sebelah mata kepada teman-temannya.

"Thea sama Linda gimana? Ajak juga sekalian, ya." Kenzo memberi tawaran.

"Oh, kalau itu sih hukumnya fardu ain. Dosa gue kalau nggak ngajak, hahaha."

"Ada-ada aja lo. Ayo, berangkat," kritik Eza dingin. Mereka berempat pun bangkit, keluar dari daerah kekuasaannya.

"Linda, mana Thea?"

"Tadi dipanggil anak kelas XII IPA, katanya ada urusan."

"Cewek apa cowok?!"

"Cewek, Yan. Nggak usah ngegas gitu kali!"

"Kalian duluan aja ke Bang Parto-nya. Gue nyusul bareng Thea."

"Oke kalau gitu."

Rian lantas meninggalkan rombongan. Berjalan keluar dari kawasan kelas sebelas. XI IPS-1 yang paling ujung sudah dilewatinya. Lingkungan kelas dua belas beberapa langkah lagi. Rian melangkah semakin cepat. Perasaannya tidak enak, seperti ada yang tidak beres. Terdengar sayup suara sorak-sorai.

"Terima ... terima ... terima!"

Batin Rian semakin tidak karuan. Segera ia gedor keras pintu kelas yang terkunci itu, kelas di mana berasalnya sumber suara yang ia dengar. Suasana mendadak sunyi. Pintu pun terbuka perlahan. Feeling-nya tidaklah salah. Ada Thea di tengah kerumunan tepat di depan kelas itu. Pandangan seisi kelas tertuju pada Rian. Termasuk Thea. Begitu juga seorang siswa yang tengah berlutut di hadapan gadis itu sambil memegang bunga, seperti pada film-film romansa alay yang kadaluarsa bin klise.

Jantung Rian sejenak terasa berhenti berdetak. Pikirannya kalut berkecamuk. Tanpa bicara apa-apa ... blammm! Sebuah pukulan keras ia lepaskan di pelipis laki-laki tidak tahu malu itu. Semua penonton diam, tercengang melihat apa yang barus saja terjadi. Tak lama berselang, Rian segera menarik tangan Thea dan mengajaknya keluar dari kerumunan—dari kelas yang dianggapnya bagai jurang pemisah antara dia dan bidadarinya.

"Tadi kamu nggak apa-apa?" tanya Rian bak superhero. Tak ada jawaban dari Thea, tetapi pada tatapannya terpampang sejuta penjelasan untuk laki-laki itu.

"Ayo, kita ke Bang Parto. Udah ditunggu sama yang lain. Ntar keburu dingin loh cendolnya, hahaha," hibur Rian, seakan tidak terjadi apa-apa. Jemari Thea masih digenggamnya.

***

Suasana sekolah mendadak riuh selepas lonceng tanda pulang berbunyi. Para siswa berhamburan keluar dari kelas dengan penampilan dan gayanya masing-masing. SHS bisa dibilang merupakan SMA paling favorit di kota ini. Dengan jumlah pendaftar yang membeludak pada tiap tahun ajarannya. Pun wilayahnya yang luas diisi dengan bangunan bertingkat nan megah.

Pintu gerbang kokoh SMA ini dibuka oleh satpam setelah kurang lebih 8 jam terkunci rapat. Meski begitu, masih ada saja siswa yang memaksa lolos dari disiplin ketat di sekolah ini. Seperti kali ini, lagi-lagi Rian cs mendapat hukuman—membersihkan WC satu sekolah.

"Sikat ... sikat ... nanana." Kenzo begitu menikmati hukumannya. Sembari bersiul dan bernyanyi laki-laki itu pindah dari satu WC ke WC yang lain. "Ezaaa ... lap yang bersih!" teriaknya.

RUMPUT SMA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang