Part 3 : Alien Invasion, Code Name : Bright

1.9K 206 64
                                    

Jangan kira penderitaanku berhenti sampai di sana saja. Setelah mempertontonkan kebodohanku secara masif, aku masih harus berurusan dengan orang ini. Tidak hanya hari ini, tapi mungkin dalam beberapa bulan ke depan. Buddha, bisakah aku moksa sekarang dan bereinkarnasi menjadi pohon jambu saja?

Bright duduk di hadapanku. Aku bisa melihat jejak keringat di pangkal rambutnya yang menandakan bahwa ia memang tergesa-gesa menuju ruangan ini. Ia mengenakan celana jeans dan kemeja berwarna hitam—nyaris sama sepertiku, sial memang.

Sebisa mungkin aku menghindari kontak mata dengannya. Orang ini berbahaya, pikirku. Alien kelas tinggi sepertiku saja bisa dibuat berceceran isi kepalanya. Aku harus berhati-hati.

Kalian mungkin berpikir aku benar-benar seorang alien. Tenang, ini hanya personifikasi tentang diriku sendiri. Tubuhku yang tinggi menjulang nyaris 190 cm, kulitku yang pucat karena entah alasan apa, dan cenderung kurus kelihatannya. Daripada disebut slenderman, aku lebih senang disebut alien. Terdengar ekstraterestrial dan nyentrik. Siapa tahu suatu saat aku bisa memerankan tokoh penjahat di komik Marvel. Bukan penjahat dengan dagu bergari-garis dan kulit berwarna ungu mirip terong. Aku menyukai karakter penjahat itu, tapi aku tidak suka kenampakan fisiknya. Penjahat tidak harus jelek, penjahat boleh tampan—

"Kau kidal?"

—sepertiku.

Apakah tadi aku baru saja mendengar Bright berbicara padaku? Atau aku berhalusinasi—lagi?

"Hah? Apa?" Maaf Bright, isi kepalaku belum berbentuk. Aku masih mengumpulkan jati diriku.

Aku berpura-pura sibuk dengan script-ku meskipun sejujurnya aku masih menghindari kontak mata dengannya.

"Kau kidal? Aku melihatmu bermain biola tadi pagi dengan biola di tangan kanan."

Bisakah kau tidak mengingatkanku tentang kejadian itu? Atau kau sengaja melakukannya untuk memastikan kita adalah orang yang sama yang saling bertatap-tatapan tidak jelas tadi pagi?

"A..ah sejak kapan aku bermain biola? Dimana kau melihatku bermain biola? Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Bright?" Demi Buddha, apa aku terlihat seperti badut sekarang? Ya aku sejuta persen seperti badut. Dimanakah P'Aed ketika aku membutuhkannya? Kenapa dia selalu menghilang di saat-saat seperti ini?

Lewat ekor mataku aku bisa melihat Bright memiringkan kepalanya. Seolah tidak yakin akan jawabanku—akupun tidak yakin apakah aku masih waras di sini, Bright.

"Kau yang tadi pagi bermain biola. Jelas-jelas aku melihatmu. Kau juga melihatku, kan?"

Matilah aku. Bright, aku bukan orang yang sama dengan diriku tadi pagi. Aku saja tidak yakin aku masih sama dengan diriku satu menit yang lalu. Lagipula kenapa sih aku ini?

Aku memberanikan diriku menatapnya. Aku anggap ini perang. Yang lebih lama bertahan dialah yang menang. Senyuman canggungku menjadi pembuka kalimat-kalimatku selanjutnya. Hari ini harus terselesaikan dengan baik, terutama urusan dengan Bright ini.

"Aku tidak begitu ingat, tapi ku rasa aku bisa bermain biola sedikit." Aku kembali tersenyum canggung. "Aku tidak bermaksud lancang. Kita hanya kebetulan bermain di waktu yang bersamaan."

Bagus Win, langkah pertamamu berjalan mulus. Kau selangkah lebih dekat dengan kemenanganmu.

"Aku tidak keberatan jika kau bermain di waktu yang sama denganku. Lagipula, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas."

Tentu saja, idiot. Apartemen kita terlalu jauh untuk dijangkau biolaku.

"Apartemen kita cukup jauh, jadi ku rasa kau akan kesulitan mendengarkan. Aku juga tidak bisa mendengar gitarmu. Itu bukan suatu masalah." Aku tersenyum kecil. Apakah kecanggungan ini sudah runtuh? Apakah aku menang?

LOST AND FOUND [BRIGHTxWIN] [NSFW part 9]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang