Secara sepihak Sasuke membawanya ke ruangan pria itu. Sesampainya disana pria itu tak benar-benar mengajaknya berbicara sesuai kesepakatan ketika berada di dalam elevator. Yang dilakukannya hanyalah memeluknya erat dan terus berkata bahwa pria itu merindukannya. Seakan hal itu lebih penting dibandingkan dengan penjelasan yang harus didengarnya.
Sakura tersenyum mengejek. "Apa kau mengalami kecelakaan ketika aku tak ada? Dulu kau tak seperti ini."
"Aku merindukan mu." Sasuke masih sama sekali tak beranjak. Ia masih menyembunyikan wajahnya dibahu mungil Sakura. Memeluk gadis kecil itu dalam waktu yang lama.
"Aku sudah mendengarnya berulang kali, berhenti lah." Sakura belai dengan lembut rambut reven milik Sasuke yang sudah amat lama tak ia sentuh. Sakura tak berani mendorong Sasuke, terlebih hanya dengar mendengar suara beratnya yang lirih ketika mengatakan rindu itu Sakura bisa mengira seberapa besar perasaan itu. Ia tak menyangka Sasuke akan begitu kesepian. "Aku harus berkerja disini, jika kau tak benar-benar ingin bicara sebaiknya lepaskan aku."
Bukannya mendengarkan, Sasuke malah semakin erat memeluk tubuh Sakura.
"Hey, kau benar-benar harus melepaskan ku tuan" panggil Sakura lagi.
Sasuke menghembuskan nafas berat. "Kenapa kau pergi saat itu? Kenapa tidak memberi kabar?"
"Sudah ku katakan berbicara lah dengan benar. Lepaskan aku dulu baru kita bicara." Sakura berusaha membujuk bayi besarnya. "Aku tak akan kabur, kau sudah mengunci pintu mu dengan benar bukan?"
Dengan segala rayuan itu akhirnya Sasuke bersedia memberi sedikit ruang untuk keduanya. Hanya sedikit. Pria itu tak benar-benar berniat menjauh dari Sakura. Tangannya bahkan masih melingkar di pinggang si merah muda. "Sekarang bicara lah nona Haruno, apa yang membuat mu marah hingga kau kabur seperti itu?"
"Itu hanya hal kekanakan yang secara spontan ku inginkan, dan hasilnya juga tidak buruk seperti yang kau lihat sekarang." Sakura tidak sepenuhnya berbohong. Ia memang tak menyesali tindakan kekanakannya itu. Meski awalnya agak merepotkan karena harus berada di lingkungan asing, tapi pada akhirnya ia bisa bersosialisasi dengan baik dan dunianya tak lagi berputar disekitar Sasuke. Itu adalah kelebihan yang ia dapat
Sasuke tersenyum masam. "Tidak buruk kau bilang? Apa kau tau betapa kacaunya aku saat kau tiba-tiba hilang begitu saja?" Sasuke mengadu dengan ekspresi yang menuntut pertanggungjawaban. "Aku pikir itu hanya kepindahan sederhana dimana kita hanya berbeda wilayah, tapi ternyata kau seakan ingin menghilang dan sama sekali tidak bisa dihubungi. Apa aku salah?"
"Kau tidak mungkin bertingkah kekanakan begitu kan? Maksud ku untuk apa kau begitu merasa galau, Saat itu kau sudah dewasa dan bahkan sudah memiliki kekasih. Harusnya kau tak perlu berlebihan hanya karena aku pergi." Balas Sakura dengan enteng.
"Kau yakin kau menanyakan hal itu karena kau tak tau?" Sasuke mendekatkan wajahnya dengan pandangan yang sama sekali tak terlepas dari bola mata Sakura. "Bukankah kau bilang kau sudah dewasa?"
Sakura menunduk menghindari sang oniks. Sasuke sejak dulu tampan, dan kini semakin tampan. Jika saja ia tak mengingat masa lalunya, mungkin Sakura akan kembali terhanyut dalam pesona si bungsu Uchiha ini. "Apa aku harus tau?"
"Aku menyukai mu."
Bisikan lemah dari suara baritone milik Sasuke membuat Sakura cukup terkejut. Gadis itu kembali menatap permata hitam legam sang Uchiha dengan seksama. Jelas sekali pria itu tidak dalam keadaan bergurau. Sakura menggigit bibirnya pelan sebelum akhirnya buka suara. "Bagaimana mungkin?"
"Kenapa itu harus tidak mungkin?" Balas Sasuke dengan serius.
"Kita baru bertemu-"
"Kita hanya terpisah selama empat tahun. Aku mengenal mu jauh lebih lama dari waktu kita berpisah."
"Tapi saat itu aku hanya anak remaja yang kau anggap anak kecil dan kau bahkan memiliki kekasih waktu itu!" Sakura enggan menerimanya. Baginya hal ini memang sangat tidak masuk akal. Dan lagi yang paling terpenting adalah, ia pun sudah tak lagi memiliki perasaan apapun terhadap Sasuke.
"Aku memiliki kekasih karena aku menyukai mu. Kau tau betapa frustasinya aku yang memikirkan ingin mengurung mu kala itu? Kau hanya anak remaja seperti yang kau katakan dan aku dengan gilanya sudah sangat terobsesi untuk menguasai mu hanya untuk diri ku." Sasuke terdiam melihat Sakura yang seakan tengah berusaha mencerna pernyataannya. "Kau bisa mengatakan aku gila Sakura. Saat itu aku memang gila hingga bisa berpikir kotor pada anak remaja seperti mu."
Sakura menutup mulutnya. Mungkin ia akan senang jika saja kalimat ini ia dengar empat tahun yang lalu. Tapi kali ini berbeda. Seperti yang Sasuke katakan, Sakura hanya bisa menganggap bahwa pria ini gila dan berbahaya untuknya.
.
.
Sasuke membuang nafas kasar. Mengingat raut wajah Sakura yang terlihat kaget kala itu membuatnya dapat menduga apa yang gadis itu pikirkan tentangnya. Sasuke akui tindakannya benar-benar diluar kendalinya sendiri. Ia terlalu terburu-buru karena terlalu takut akan kembali mengulang penyesalan yang sama. Melihat Sakura-nya berdiri didepannya membuat tubuhnya bergerak tanpa komando dari otaknya. Jika saja ia tak ingat bahwa ini masih ditempat kerja, mungkin saja ia akan langsung-
"Holy shit, kau benar-benar sudah gila Uchiha!" Umpatnya untuk dirinya sendiri. Matanya memandang langit-langit ruang kerjanya putus asa. Baru saja ia bertemu dengan musim seminya, tapi dengan bodohnya ia malah membuat Sakura membencinya.
Drrt! Drrt!
'Ibu dengar Sakura berkerja di tempat mu, apa kau sudah tau? Cari lah dia dan bawa kemari. Ibu sangat merindukannya!'
"Sebenarnya apa yang kau lakukan selama berjam-jam!? Jika kau tak berniat berkerja harusnya kau tak perlu datang kemari! Kau kira tempat ini hanya tempat bermain huh?!"
Meskipun Terumi tengah berteriak memarahinya Sakura seakan tak mendengarnya. Pikirannya masih melayang dibeberapa waktu lalu. Dimana ia begitu tiba-tiba bertemu dengan orang yang ingin ia hindari dan dengan mendadak pula ia mendapat pengakuan gila darinya.
"Bahkan tak ada satu pun yang kerjakan, kau kira kau siapa bisa berbuat seenaknya disini?! Apa kau tau seberapa penting perkejaan mu itu Sakura!?"
Apa yang harus ia lakukan dengan pria itu? Ia bisa saja lari dari sini tapi itu akan mencoreng jejak perjalanan karirnya. Dan lagi dengan Sasuke yang sudah menemukannya itu akan membuatnya sulit untuk bersembunyi. Ia pun tak ingin melakukan hal bodoh dengan bersembunyi darinya. Tapi ia juga belum memikirkan cara untuk menghadapinya.
"Sekarang pergi lah temui manajer utama kita dan urus sendiri urusan mu. Untuk sekarang kau akan mendapatkan surat peringatan pertama mu. Aku harap kau belajar dari kejadian ini."
Sakura mengangkat wajahnya. Apa sudah selesai?
"Apa lagi?! Cepat pergi, aku sudah malas menanggapi karyawan yang hanya bisa mengacau!"
"Maafkan saya." Sakura membungkuk memberi hormat.
"Setelah menemui beliau segera selesai kan tugas mu. Aku tunggu dalam dua jam. Aku harap kau tidak lagi mengecewakan ku Sakura." Terumi memberi peringatan dengan tajam.
"Saya mengerti."
Beliau siapa? Siapa yang harus ku temui? Sial, aku tak mendengarkan apapun barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrak Kerja
Romance"Kau yang bilang akan menjauhkan ku dari para wanita pengganggu itu, bukan kah itu artinya kau ingin jadi satu-satunya wanita untukku? Sekarang sudah tidak ada siapapun di samping ku dan itu karena mu. Kau harus bertanggung jawab terhadap ku." "Kau...