Kabut.

43 5 0
                                    

Keluarga ndalem sudah mulai mempersiapkan keberangkatan ke Malang untuk mengkhitbah Aira pada wali nya. 3 hari lagi seluruh keluarga ndalem akan pergi ke Malang. Aira dan Wulan sendiri akan berangkat ke Malang besok pagi. Mereka berangkat lebih awal agar bisa berkumpul sejenak dengan keluarga paman Aira.

"Nggak usah bawa banyak barang, Sayang! Ibu nggak mau terlalu lama tinggal di rumah paman kamu. Ibu ngerasa nggak enak. Kita cuma 4 hari di sana nanti langsung balik ke pesantren bareng sama keluarga ndalem aj."

"Iya Bu, Ai bawa pakaian secukupnya aj kok."

"Ya sudah, Ibu juga mau siapin pakaian Ibu dulu ya?"

"Iya Bu."

Wulan beranjak ke asramanya setelah sebelum nya tersenyum saat ia menatap bayangan putri semata wayangnya yang tengah merapikan pakaian itu dari jendela kamar. Air matanya menetes karna ia mengingat sesuatu yang tengah menimpa dirinya. Ia merahasiakan semuanya dari Aira. Derita yang sebenarnya sudah tak sanggup ia tahan,namun ia juga tak ingin membuat Aira khawatir.

Belum sampai di kamar asrama, tubuh Wulan menjadi lemas dan ia merasakan sakit yang teramat di bagian perutnya. Seorang akhwat yang berada tak jauh dari tempat Wulan mengeluh pun menghampiri saat akhwat itu melihat kondisi Wulan yang lemah.

"Tante Wulan kenapa?" Karna Wulan hanya mengeluarkan suara rintih kesakitan dan tak kunjung menjawabnya,dengan panik akhwat itu pun berlari ke dapur ndalem untuk meminta bantuan. Ummah yang kebetulan sedang berada di dapur pun ikut di buat panik. Semua orang yang ada di dapur ndalem ikut pergi membantu Wulan. Namun saat mereka telah sampai di lokasi dimana Wulan berada,Wulan sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri dan darah terlihat mengalir dari hidungnya.

"Astagfirullahal adzim...."

*****

Derai tangis Aira tak kunjung berhenti. Ia sangat terkejut saat ada salah seorang santriwati memberitahukan perihal ibu nya yang pingsan. Dan kini kabar yang baru beberapa saat di terimanya dari seorang dokter mengguncang hatinya hingga rapuh, seolah hatinya telah hancur berkeping-keping. Ia sedih,namun juga ada rasa malu karna Ummah,Abah dan juga Guz Arsyad ikut mendengarkan kabar yang di sampaikan dokter. Aira melarikan diri ke arah taman rumah sakit. Ia duduk di bawah rindangnya pohon mangga di taman itu. Mencari tempat yang jauh dari pendengaran warga lain yang juga sedang menjenguk kerabat yang mungkin juga sedang di rawat.

"Aira...!! Bukan begini seharusnya." Aira mengalihkan tatapannya saat mendengar suara Arsyad.

"Ini semua bagai mimpi buruk yang selalu hadir di malam tidur ana."

"Tapi bukan sikap seperti ini yang seharusnya anti lakukan. Ingatlah! Allah tidak akan pernah memberi cobaan kepada para hambaNya melebihi batas kemampuan mereka. Anti harus tetap tabah menerima semua ini Aira. Harus kuat."

"Tapi dokter bilang,mungkin Ibu nggak bisa bertahan lama lagi."

"Dokter bisa memvonis,tapi hanya Allah yang bisa menentukan. Jika Allah menghendaki, maka AIDS yang di derita Ibu akan sembuh. Berhentilah bersikap seperti ini,banyaklah berdo'a. Serahkan semuanya pada Allah. Beri Ibu semangat."

"Astagfirullahal adzim, iya ustadz. Maafkan sikap ana ini."

"Nggak perlu minta maaf. Sebaiknya sekarang anti balik ke kamar Ibu,semangatin Ibu." Aira mengangguk mengiyakan. Mereka pun berjalan beriringan,tentunya dengan jarak sebagai pemisah di antara langkah mereka. Dalam setiap langkahnya,tiba-tiba Aira merasakan jantungnya berdetak tak menentu. Fikirannya menjadi tidak enak.

Ya Allah,ada apa ini? Kenapa perasaanku jadi nggak enak?

*****

Sesampainya di depan kamar dimana Wulan menjalani perawatan,Aira mendapati semua orang yang sejak tadi ikut mengantar Wulan terlihat sangat membingungkan. Mata merah berair, suara sesenggukan,dan tatapan mereka mengarah lurus pada Aira. Jantung Aira semakin tak bisa di kendalikan. Ia memiliki firasat yang tidak baik. Tanpa bertanya,Aira menerobos masuk ke dalam ruangan di mana Wulan di rawat. Namun, tatapannya seketika menjadi buram,dan perlahan semua menjadi gelap. Aira tak bisa menerima pemandangan yang pertama kali ia lihat saat masuk ke dalam ruang di mana Wulan menjalani perawatan. Tak ada lagi wajah teduh Wulan yang ia tatap. Yang tersisa hanyalah pemandangan sosok wanita yang bertutupkan kain putih dari ujung kaki,hingga ujung kepala.

Air mata itu tak bisa lagi menetes. Tubuhnya sontak menjadi lemah,dan Aira pun seketika tak sadarkan diri. Mengetahui hal itu, Arsyad dan semua yang hadir pun menjadi panik. Kini,sosok Wulan telah pulang pada pangkuan Ilahi. Ia sudah menjemput sang ajal.

كل نفس ذاءقت الموت      
Setiap yang bernyawa pasti akan berjumpa dengan kematian.

__________

Maaf yaa kalau jarang up, soalnya sekarang Anna sambil kerja. Tapi tetap sambil nulis kok,walau lama up nya😊
See you next time semuanyaa😍

QOBILTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang