Bahagiamu Bahagiaku.

42 5 0
                                    

Tak bisa hanya di ungkapkan dengan kata-kata saja rasa bahagia yang teramat ini. Kebahagiaan ini bukan murni miliknya, namun ia juga merasa sangat bahagia. Meskipun ada haru yang menyelimuti. Humaira Malika Dalisha. Sahabat gadis kecilnya Qonza yang juga telah ia anggap sebagai putrinya, sebentar lagi akan menjadi putri bagi Ahmad Arsyad Firdaus keponakannya. Haru itu ia rasakan karena kebahagiaan yang kini telah Aira rasakan adalah saat ia sudah tidak lagi memiliki orang tua yang selalu mengasihi nya. Ia hanya mempunyai seorang paman dan tante, itupun jauh darinya.

Setelah khitbah berjalan lancar kemarin, hari ini Rani, Faiz dan juga Qonza akan menjemput Aira dan Ais di kediaman paman nya. Rani sempat menitikkan air mata saat mendengar cerita Qonza bahwa Aira memutuskan merawat seorang gadis kecil yang di temuinya di stasiun bernama Ais. Ia sungguh terharu dengan kelembutan hati Aira. Kecantikan yang terpancar dari diri Aira merupakan kecantikan yang juga terpancar dari hatinya.

"Oh iya, Ma! Abang kenapa nggak ikut kita jemput Aira?"

"Abang lagi sibuk urusan kampus, Sayang. Jadi nggak bisa ikut."

"Owhh begitu."

"Mama masih terharu banget deh, Oza."

"Terharu soal apa, Ma?"

"Soal Aira yang memutuskan buat ngerawat Ais kayak anak sendiri." Mata Rani kembali berkaca-kaca jika mengingat akan hal itu.

"Aira memang gadis baik hati, Ma." Rani mengangguk membenarkan pernyataan putrinya akan sosok Aira.

*****

Aira berpamitan pada paman, tante dan juga anak-anak mereka yang kini juga ikut melepas Aira yang akan kembali ke Jakarta. Mereka baru saja memiliki teman bermain yang baik. Seorang gadis yang tiba-tiba di bawa oleh Aira ke rumah. Namun kini gadis itu akan meninggalkan rumah mereka, karna Aira sudah tentu akan membawa Ais bersamanya kemanapun ia pergi.

"Bunda, kita mau kemana lagi?"

"Kita mau berangkat ke Jakarta, Sayang. Ais mau ketemu sama Abi nggak?"

"Mau, Bunda!" Ais mengangguk antusias dengan sorot mata berbinar. Qonza yang melihatnya menjadi gemas sendiri.

"Aku nggak nyangka kalau Bang Arsyad punya pesona lebih, sampe baru sekali ketemu aja Ais udah kayak akrab banget."

"Iya, Za. Aku juga awalnya mikir kalau Ais bakalan malu-malu gitu baru kenal sama Akhi Arsyad. Eh ternyata malah akrab banget."

"Tapi ya wajar sih, Ai. Soalnya Bang Arsyad itu suka sama anak kecil. Jadi nggak heran deh kalau banyak anak kecil yang langsung akrab sama Abang meskipun baru pertama kali ketemu."

Hanya mendengar penuturan Qonza akan sosok calon imam nya saja bisa membuat ritme jantung Aira tak menentu. Sungguh Allah sangat indah memberikan rencana untuknya. Di balik semua luka, derita yang ia alami, Allah telah mengirimkan sosok lelaki yang amat indah tutur kata dan juga hatinya.

"Bunda ... Rumah Abi jauh banget kan?"

"Iya jauh, Sayang."

"Ais ngantuk, nanti Ais mau tidur aja di mobil aunty ya, Bun?"

"Iya, nggak papa kok. Nanti Ais tidur aja di mobil ya. Aunty sama Bunda nanti jagain Ais biar makin nyenyak. Di mobil Aunty ada boneka buat Ais peluk."

"Ais boleh pinjam Aunty?" Tanya Ais dengan tatapan memohon khas anak kecil yang sangat menginginkan sesuatu.

"Boleh dong...."

"Terima kasih, Aunty." Ais memeluk Qonza senang.

Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Ais benar-benar tertidur dengan nyenyak. Bahkan ia sama sekali tak terganggu dengan suara bising klakson yang terus bersahutan saat mobil yang mereka tumpangi terjebak dalam kemacetan. Boneka panda milik Qonza yang ia gunankan sebagai teman tidur itu di peluknya dengan erat. Seakan tak rela jika ada seseorang yang mengambil dari dekapannya.

"Kayak nya Ais sama sekali nggak terganggu sama suara berisik klakson di luar ya?" Rani yang melihat Ais dari spion tengah bersuara. Ais duduk di antara Qonza dan Aira.

"Iya, Ma. Kayak nya Ais emang ngantuk banget. Soalnya semalam dia susah tidur karna mimpi buruk."

Aira yang menjawab. Memang sejak Aira di titipkan oleh Winda pada Rani, ia mulai terbiasa dengan kehangatan keluarga itu. Rani dan Faiz sendiri yang menyuruhnya untuk memanggil mereka layaknya panggilan dari Qonza pada keduanya. Awalnya Aira merasa sungkan, tapi karna terus di tegur dan di ingatkan bahwa dirinya sudah menjadi bagian dari keluarga itu, maka Aira mulai membiasakan memanggil Rani dan Faiz dengan sebutan Mama dan Papa.

*****

Mobil memasuki pekarangan pesantren saat jam menunjukkan pukul 21:00. Perjalanan yang di kira akan cepat ternyata memakan waktu yang cukup lama di sebabkan macet di beberapa titik. Abah yang baru keluar dari masjid setelah memberi sedikit kajian untuk santri, sontak tersenyum melihat kedatangan mobil Faiz. Hatinya tak berhenti mengucap hamdalah karna sebentar lagi putranya akan melepas masa lajang dan ia memilih gadis yang tepat.Abah pun berjalan dengan langkah panjang-panjang agar segera sampai di rumah.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab serempak mereka yang memang sudah menunggu kedatangan Faiz dan yang lainnya saat Abah mengucap salam. Abah tidak melihat Aira.

"Aira mana?"

"Masih di dalam Ami." (Ami adalah paman dalam bahasa arab.)

Sementara di dalam mobil, Aira masih berusaha membangunkan Ais yang masih terlelap dan tak kunjung bangun. Selama perjalanan Ais hanya bangun saat mereka mampir rehat sejenak di sebuah restaurant untuk makan dan juga sholat. Saat melanjutkan perjalanan Ais kembali tertidur. Saat Ais belum juga mau membuka mata, pintu mobil di buka dari luar. Aira menoleh seketika.

"Biar ana yang gendong Ais." Aira hanya bisa mengangguk saat Arsyad berkata. Pandangan mereka sempat bertemu untuk beberapa saat sebelum keduanya menyadari dan Aira langsung menunduk. Arsyad membuka pintu mobil lebih lebar agar Aira bisa keluar tanpa terhalang oleh tubuhnya. Kemudian setelah Aira keluar, ia meminta Qonza yang berada tak jauh darinya untuk menahan pintu mobil agar tidak menutup. Lalu ia perlahan menggendong Ais dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Ummah memang sudah menyuruhnya agar Ais malam ini tidur di rumah saja. Besok pagi saat ia sudah bangun baru Ais akan di antar ke asrama Aira dan Qonza. Qonza yang melihat ketulusan cinta yang terpancar jelas di mata Aira saat ia melihat Arsyad menggendong Ais tersenyum haru. Baginya kebahagiaan Aira juga kebahagiaan nya. Sudah begitu banyak derita yang di lalui sahabatnya itu. Maka dari itu, Qonza bertekad tak ada seorang pun yang boleh menyakiti Aira. Ia berjanji bahwa Aira akan bahagia setelah ini. Tak ada lagi luka, tak ada lagi derita, hinaan, caki maki yang dulu sempat ia terima, tak akan pernah di dengar lagi setelah ini. Karna kini situasi memang telah berbeda.

•°Kamu harus bahagia Ai. Kamu dan Abang Arsyad saling mencintai. Walaupun kamu nggak pernah cerita detail ke aku soal besarnya rasa cinta kamu ke Bang Arsyad, tapi aku bisa lihat ketulusan cinta itu dari pancaran sinar matamu. Sinar yang sama seperti yang aku lihat di mata Bang Arsyad. Kamu harus bahagia sampai kapanpun. Karena bahagiamu, bahagiaku juga.°•

__________

Happy reading smua😊 vote and like ya buat penambah semangat😍
Ada yang penasaran gk sih sama next part setelah ini? Atau ada yang bisa nebak kemana alur kisah part selanjutnya?

Yuk coment jawaban kalian ya😉
Anna tunggu, dan insya Allah bakalan di respon kok😇

QOBILTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang