Chapter 19- Kelulusan

490 74 64
                                    

Chapter 19
Kelulusan

Membunuh atau menjadi yang terbunuh. Lu tidak pernah memikirkan hal seperti ini di dalam kehidupannya. Menghilangkan napas sebuah kehidupan adalah hal yang sangat mustahil untuk di lakukannya.

Pertemuannya dengan Kaisar sihir hari itu. Terus-menerus membuat Lu semakin tertekan. Hingga kadang dia kesulitan untuk menangkap materi yang di ajarkan Profesor di depan kelas.

Di kelas elemen. Lu tidak dapat berbuat banyak. Seluruh fokus kekuatannya berasal dari kedua telapak tangannya. Tanpa itu, Lu tidak bisa melakukan sihir.

Walau harus ekstra lebih keras dalam belajar. Gadis Biranda itu terus berjuang untuk menggerakkan kedua tangannya.

"Akhh."

Lu kembali mengeluh ketika untuk yang ke sekian kali. Cairan berkoloid merah mencucur turun dari hidungnya.

"Kamu mimisan lagi?" tanya Mia dari tempat tidur sebrang, "Harusnya kamu gak memaksan diri Lu."

"Mau bagaimana lagi. Ujian udah didepan mata dan gue terus kepikiran dengan permintaan Kaisar Gras tempo hari," menutup buku. Lalu berbaring di atas bantal, "Gak lama lagi kita bakal lulus."

Pikiran Lu pun mulai menerawang jauh. Kehidupan SMA nya akan segera berakhir. Namun masa-masa suram dimasa depan seolah membuatnya takut untuk beranjak.

Lu pun membaringkan tubuhnya ke samping. Lalu menatap ke arah Mia.

"Gak kerasa. Waktu berjalan cepat."

"Kamu benar, Lu," sahut Mia, "Gak terasa ya. Rasanya kemarin kita baru kenalan. Hehe."

"Ya."

Lu kembali membalikkan badannya. Lalu menatap ke arah langit-langit kamar dan tak lama kemudian. Kedua matanya terpenjam saking lelahnya ia dalam beraktifitas.

.
.
.

Ketika Baskara menampakkan cahayanya pada dunia. Seluruh angkatan kelas 3 dibuat berkerut kening ketika Profesor Albus menampilkan sebuah lukisan besar untuk di lihat mereka.

Di dalam lukisan yang dibuat bergerak itu. Telah disematkan nomor induk setiap siswa yang telah lulus dan tugas mereka adalah menemukan nomor-nomor tersebut.

"Gimana Naell? Lo nemu gak nomor gue?" rengek Lu dengan tidak sabaran. Saat Naell belum kunjung menemukan nomor yang dicari.

Sedangkan Mia, atas pertolongan Alka. Dia dapat dengan mudah menemukannya. Arsenal sendiri masih nampak mencari. Tapi seketika saja, dia terkejut melihat sebuah nomor yang tengah berbunyi dibalik sebuah batu di dekat sungai.

Lalu sedetik kemudian, dia menoleh ke arah Naell dan Lu. Melihat gelagat keduanya. Tampaknya mereka tidak menyadari kehadiran nomor tersebut.

"Ah, sial!" umpat Naell, "Itu nomornya si Arsenal."

"Mana? Mana?" tanya Lu yang terus menggoncang bahu Naell.

"Di dalam air tuh." tunjuk Naell pada aliran sungai yang terlihat hidup. Di atas air yang beriak. Ada beberapa potongan angka yang meliuk-liuk.

"Selamat Arsenal!" Lu berusaha memeluk. Arsenal yang refleks ingin membalas di kejutkan dengan tatapan mata Naell yang menusuk dalam dari balik punggung Lu.

Lalu cowok itu mengacungkan kedua jari pada matanya sendiri dan membalas mengacungkan ke arah Arsenal.

"Awas lo." ucapnya tanpa mengeluarkan suara.

DIWANGKA (SEASON 3 PENYIHIR DIWANGKA) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang