Chapter 6- Tersenyumlah untukku

487 76 66
                                    

Chapter 6
Tersenyumlah untukku

Di dalam kubah transparan. Lu tidak bisa berhenti mengedipkan mata. Pasalnya, dia baru saja tersadar dengan apa yang terjadi. Para Profesor pun segera berlarian menghampiri. Sebagian siswa terlihat khawatir tidak karuan.

"Semuanya bubar!!" teriak Ragil. Memberi perintah pada semua orang.

Ragil mendekat, kubah perlindungan itu perlahan-lahan menghilang. Air mata Lu tumpah. Naell tidak sadarkan diri dengan menidih tubuhnya.

Dengan cekatan Ragil membalik tubuh Naell dengan hati-hati. Sebagian kaos punggungnya terbakar.

"Bawa dia ke ruang pengobatan" ujar Profesor Albus. Lalu melirik ke arah Profesor Silfester, "Pertandingan tetap berjalan."

Naell di bopong Ragil dibalik punggung. Sedangkan Arsenal dan Mia membantu Lu. Mereka pun turut mengikuti langkah Ragil.

Denira dan Evelin nampak cemas bagaimana melihat perbuatan mereka melukai orang lain. Tapi, ketika Profesor Albus menjelaskan pada semua orang.

"Ini hanya sebagian kecil dari efek pertarungan. Menuju final, tingkat resiko dan cedera semakin besar."

Beberapa orang menelan salivanya dengan sesak. Kilatan cahaya itu malah di anggap hal kecil. Bagaimana dengan turnamen final? Mereka tidak dapat membayangkan kekuatan apa yang akan di lancarkan peserta dalam pertarungan besar tersebut.

Sementara pertandingan dilanjutkan. Madam Olive selaku petugas kesehatan. Segera memberi pertolongan pada punggung Naell yang mengalami luka bakar.

Berkat kemampuannya sebagai tim medis. Luka yang semula terlihat terbakar. Kini berangsur-angsur kembali seperti semula. Luka bakar itu pun menghilang dalam sekejap.

"Dia akan baik-baik saja," seru Madam Olive. "Dia hanya pingsan."

"Itu salah gue," keluh Lu. "Jika seandainya gue gak patung saat itu. Naell ... dia gak akan seperti ini."

"Berhenti menyalahkan diri lo," tukas Ragil. Dia terlihat cukup tenang dengan kejadian yang menimpa Naell. "Naell gak akan mati gara-gara itu."

"Yap, dia Servamp," sela Arsenal yang terus menepuk pundak Lu agar dia merasa tenang. Sayang, posisi itu biasanya dimiliki oleh Dexa.

"Kecelakaan seperti ini. Memang sering terjadi dalam kompetisi tingkat sihir. Makanya, anak kelas satu di larang ikut." Mia pun turut menambahkan.

Mereka semua nampak menatap iba pada Naell. Ragil pun segera kembali ke halaman belakang. Karena sebagai ketua Kapel. Dia memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengawasi seluruh acara.

Di ruang pengobatan. Hanya tinggal Lu, Mia dan Arsenal. Yang dengan setia menemani Naell agar tersadar.

"Setelah tamat dari Diwangka," seru Mia. "Kalian ingin kemana?"

Lu tampak merenung sebentar. Pasalnya, dia sendiri belum kepikiran tentang hal tersebut. Suasana dan kenyamanan Diwangka membuatnya terlena.

"Gue belum tahu, Mia. Tapi sepertinya, gue ingin berlatih dan berguru pada seseorang," ungkap Lu. Lalu ia pun menatap ke arah Arsenal.

"Tergantung gimana Ardelra kedepannya," sahut Arsenal. "Dari pada itu....," Ingatan Arsenal mengarah pada Dexa.

Dia menatap Lu. Lalu tersenyum sekilas. Ada rencana tersembunyi yang dia rencakannya bareng Naell. Tapi jelas, semua itu tidak boleh di ketahui oleh Lu.

DIWANGKA (SEASON 3 PENYIHIR DIWANGKA) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang