Nio tak mengerti dengan dirinya. Sudah 3 hari ini dia dan bianca tak terlibat pembicaraan apapun semenjak insiden dirinya yang meninggalkan gadis itu begitu saja disekolah dengan keadaan menangis.
Selama 3 hari itu pula pikirannya selalu kalut dengan perasaan resah yang bahkan ia tak tau apa penyebabnya. Seharusnya ia senangkan? Bukankah ini yang dia inginkan, dijauhi bianca secara perlahan agar jika nanti sampai waktunya taruhan itu selesai maka gadis itu tak perlu sakit hati lagi karena telah lebih dulu membencinya.
Namun, mengapa malah sekarang dirinya yang merasa tak nyaman. Perasaan bersalah, kalut dan berbagai perasaan lain yang tak ia mengerti selalu saja memenuhi pikirannya akhir akhir ini. Bahkan 3 hari terakhir ini ia tak bisa sekedar tidur dengan tenang.
Selalu saja teringat bayang bayang wajah sedih bianca yang tengah menangis memanggil dirinya. Sebenarnya perasaan macam apa yang tengah menghantui dirinya ini?
Ia tak mengerti, sungguh. Hatinya terasa sesak dan kosong secara bersamaan. Apalagi ketika tawa bianca dan suara isakan gadis itu bergantian dalam pikirannya. Ia seperti merasakan ada sesuatu yang hilang dari dirinya.
Perasaan bersalah tentu ia akui lebih mendominasi namun dibalik itu ada perasaan lain yang dengan kurang ajarnya masuk kedalam hatinya. Semacam.... rindu?
Entahlah ia juga tak terlalu mengerti. Ia hanya lelaki bodoh yang tak tau harus melakukan tindakan apa. Karena sejauh ini meski perasaan perasaan itu selalu menganggu pikirannya ia bahkan tak berani bertindak apapun.
Bukan apa apa. Ia hanya terlalu bingung dengan situasi yang dihadapinya. Meminta maaf mungkin seharusnya yang ia lakukan sekarang namun.. ayolah bukankah itukah yang ia inginkan selama ini, membuat bianca membencinya jadi untuk apa ia harus repot repot meminta maaf.
Walau ia akui dalam hati ia sangat ingin. Tapi taruhan itu? Bagaimana pun juga nio tak bisa menghindarinya kan?
Ia bukan cowo pengecut yang bisa membatalkan perjanjian mereka dengan seenak jidat setelah dengan lantang dulu ia menyanggupi ucapan sahabatnya.
Ya.. untuk kali ini mungkin ia hanya akan membiarkan hal tersebut tanpa bertindak apa apa? Bukankah begitu lebih baik?
Bel istirahat baru saja berbunyi. Namun bukannya pergi ke kantin nio malah melangkahkan kakinya ke lapang. Tak ada siapapun disana karena kali ini memang tim basket tidak memiliki jadwal latihan apapun.
Nio mendudukan dirinya dibangku pinggir lapang yang dulu selalu menjadi tempat bianca menunggunya latihan. Cowo itu menghela nafas sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi.
Lagi lagi bianca menganggu pikirannya. Ia terkekeh sinis ketika menyadari suatu hal yang sangat konyol. Ya.. bahkan alasan ia tak pergi ke kantin pun karena dirinya selalu teringat gadis itu ketika kakinya menginjak kantin.
Anehnya pembicaraan random mereka ketika makanpun selalu saja terdengar di telinganya seperti nyata padahal itu hanya halusinasinya. Itulah mengapa kali ini ia lebih memilih perutnya kosong dari pada harus kembali menjadi gila dengan suara suara itu.
Padahal tadi pagi ia tak sarapan tapi untungnya kali ini selera makannya sedang hilang. Jadi ia tak perlu berperang batin untuk pergi ke kantin.
•••
Hari ini bianca sengaja bangun lebih awal dari biasanya hanya untuk memasak makanan yang nantinya akan ia berikan kepada nio. Ya.. setelah 3 hari ini ia bergelut dengan pikirannya akhirnya hari ini dirinya memutuskan untuk meminta maaf kepada cowo itu.
Bagaimanapun juga perdebatan mereka 3 hari lalu adalah murni karena kesalahannya. Meski nio juga ikut andil dalam menjadi pihak yang salah namun menurut bianca gadis itu memerankan peran yang lebih mendominasi dalam pertengkaran mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days and Dare [Chanbaek-END]
FanfictionJadian sama cewe aneh selama 30 hari? Bisa gila gue.