3

454 62 14
                                    

"Apa?" Johnny hampir berteriak di seberang sana ketika mendengar seluruh cerita Ten yang diucapkan sambil menahan tangisnya. "Apa yang ada di otak Taeyong?"

Ten menghela napas panjang, "Aku hanya tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu, Johnny. Dia sungguh berubah, tidak seperti yang kita kenal. Dia... aku hampir yakin kalau dia.. membenciku."

"Membencimu?" Johnny mendesah pelan, Ten hampir bisa membayangkan lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya di seberang sana, "Aku sungguh tidak bisa membayangkan kalau dia membencimu Ten, sikap lembutnya, kebaikannya, tatapan penuh cintanya kepadamu waktu itu, semuanya tampak tulus." Suara Johnny berubah prihatin, "Kau tidak apa-apa Ten? Perlukah aku menjemputmu?"

"Jangan Johnny." Ten berseru cepat, "Pada awalnya kupikir kalau Taeyong cemburu kepadamu, kepada kita."

"Itu konyol.... kau seharusnya memberitahunya kalau aku..."

"Yah, dia memang belum tahu Johnny... dan hari itu ketika aku mengunjungimu setelah pernikahan, dia ada di rumah ketika aku pulang dan menungguku. Dia tampak marah besar, mengata-ngataiku sebagai perempuan yang tidak menghormatinya karena langsung mengunjungi kekasihnya setelah pernikahan. Dia mengira kita sepasang kekasih."

"Apakah kau tidak menjelaskan semuanya kepadanya?"

"Aku tidak punya kesempatan." Ten mendesah pedih, "Dia tidak memberiku kesempatan."

Hening lama, seolah Johnny sedang berpikir keras.

"Taeyong sungguh keterlaluan." Johnny menggeram, tampak marah, "Dia memperlakukanmu seperti ini, sama seperti dia sedang menghinaku. Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, Ten, keluargaku. Kalau Taeyong bersikap keterlaluan kepadamu, dia harus menghadapiku."

***

Taeyong membanting tubuhnya di sofa kantornya. Dia tidak tahu harus kemana. Dia tidak bisa berada di rumah dan memancing terus menerus konfrontasi dengan Ten, yang membuatnya lelah. Dia juga tidak bisa datang ke rumah tempat Yeri dirawat, melihat kondisi Yeri yang seperti itu makin lama makin membuat luka di dalam hatinya yang sudah parah semakin menganga.

Satu-satunya tempat yang bisa membuatnya nyaman dan sendirian adalah kantornya di hari Minggu. Satpam perusahaannya tampak bingung melihat kedatangan bosnya tiba-tiba di hari Minggu, tetapi Taeyong memasang tampang datar dan tidak peduli.

Benaknya berkelana tanpa arah, memikirkan tercapainya tujuannya. Semua rencananya sudah mengarah ke arah yang diinginkannya. Pernikahannya dengan Ten semakin mempermudah rencananya.

Taeyong pada akhirnya berhasil menikahi Ten dan menjalankan rencana balas dendamnya. Pada akhirnya dia akan menahan Ten dalam pernikahan ini dan terus menerus menyakitinya tanpa Ten sadari. Tetapi... semua keberhasilan ini tidak membawa kepuasan kepada dirinya. Entah mengapa. Apakah karena batinnya sendiri menyadari bahwa dia telah membalas dendam kepada orang yang tidak tahu apa-apa?

Tidak! Taeyong menggelengkan kepalanya dengan keras. Ten pantas menerima pembalasan ini. Dia sedikit banyak telah berkontribusi dalam penderitaan yang dialami Yeri.... kesakitan yang dialami Yeri.... Belum lagi kepedihan yang ditanggung oleh keluarganya selama ini. Semuanya sangat sepadan dengan pembalasan dendam ini.

Taeyong mendesah dan berdiri dengan gelisah, menatap dari jendela kaca di ruang kerjanya ke arah langit yang gelap dan mendung.

Ten. Perempuan itu, dengan keluguannya telah dengan mudahnya jatuh ke dalam cengkeraman Taeyong. Sebenarnya Taeyong bisa saja menghancurkan hidupnya tanpa harus menikahinya. Tetapi entah kenapa di saat terakhir Taeyong memutuskan bahwa dengan menikahi Ten, dia akan lebih mudah mengikat perempuan itu. Dan lebih leluasa membalaskan dendamnya. Hal itu juga mencegah Ten kabur meninggalkannya sebelum pembalasan dendamnya usai.

Pembunuh Cahaya (Taeten ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang