6

486 67 12
                                    

Kau tidak boleh bertemu dengan Johnny lagi, dan kau tidak boleh mengurus rumah kaca itu lagi." Taeyong langsung mendatangi Ten malam itu di kamarnya, seperti biasa masuk tanpa permisi dan bersikap angkuh.

Bagi Taeyong, ini adalah salah satu rencana balas dendamnya, menahan Ten dari segala hasrat yang disukainya. Taeyong tahu Ten sangat menyukai rumah kacanya, dan tidak bisa mengurus rumah kacanya pasti akan sangat menyakitkan bagi lelaki itu.

Ten mendongak, menatap Taeyong dengan lelah, tiba-tiba Taeyong memperhatikan bahwa Ten tampak lebih pucat dan kelihatan sakit. Jantungnya berdenyut, tetapi kemudian dia langsung menepis perasaan apapun itu yang sempat muncul. Tidak boleh ada belas kasihan, kalau dia ingin tujuannya tercapai, dia harus mampu bersikap kejam.

"Kenapa tidak boleh?" tanya Ten kemudian.

Taeyong mengangkat alisnya, "Kau tidak berhak bertanya. Aku suamimu, apapun keputusanku kau harus mengikutinya."

Suami macam apa yang memperlakukan isterinya seperti ini? Tanpa sadar Ten meringis perih,

"Apakah kau sengaja melakukannya Taeyong? Untuk menyiksaku? Sebenarnya apa kesalahanku sehingga kau seolah-olah ingin menghukumku?"

Taeyong mengetatkan gerahamnya, "Tidak perlu banyak bertanya." Geramnya, "Kalau aku bilang begitu, kau harus menurutinya." Lelaki itu melangkah mendekat dengan mengancam, "Atau kau ingin merasakan lagi 'hukumanku' kepadamu?"

Ten langsung terkesiap, kalimat lelaki itu menyiratkan akan pemerkosaan kejam yang dilakukannya malam itu kepada Ten, wajahnya bertambah pucat.

"Oke." Gumamnya kemudian. "Silahkan hukum aku, kuharap kau puas dengan apapun yang kau rencanakan." Gumam Ten sinis kemudian. Dia takut, dia sungguh takut Taeyong akan memperkosanya dengan kasar seperti kemarin. Itu adalah pengalaman pertama Ten, dan rasanya menyakitkan.

Ten tidak bisa membayangkan harus mengalami kesakitan itu lagi, ditambah dengan nyeri di hatinya, bahwa yang melakukannya adalah Taeyong... lelaki yang bahkan sampai sekarangpun sangat dia cintai.

"Bagus." Taeyong mengernyit, "Jangan coba-coba menemui Johnny, Ten. ataupun meminta bantuannya. Seluruh penghuni rumah ini, semua mengawasimu. Dan kau akan menyesal kalau sampai aku tahu bahwa kau menghubungi Johnny."

Setelah mengucapkan ancaman yang keji itu, Taeyong membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi sambil membanting pintu di belakangnya.

***

Ten tentu saja tidak bisa untuk tidak menghubungi Johnny, lagipula lelaki itu menghubunginya terus menerus, meskipun Ten masih belum berani mengangkatnya, tetapi di malam hari, ketika semua penghuni rumah sudah beranjak tidur, Ten mengunci pintu kamarnya, dan menelusup dalam kegelapan masuk ke balik selimut, dan menelepon Johnny.

"Ten!" Johnny setengah berteriak ketika mendengar sapaan pertama Ten. "Apa yang terjadi? Kau tidak bisa dihubungi seharian, dan aku sangat mencemaskanmu. Aku tadi datang ke rumahmu, tetapi pegawai Taeyong menahanku di gerbang, tidak memperbolehkanku masuk....kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja."

"Kau tidak baik-baik saja." Johnny bersikeras, "Aku sudah mengenalmu sejak kecil, Ten, kau sudah seperti adik kandungku sendiri, dari suaramupun aku sudah bisa membaca bahwa kau tidak baik-baik saja... Apakah Taeyong berbuat kasar padamu?"

"Tidak." Ten memejamkan mata, mengusir air mata yang mulai merembes di sana, berusaha agar suaranya terdengar tegar. Tetapi ingatan akan pemerkosaan kasar yang dilakukan Taeyong kepadanya, dan kemudian ancamannya pada dirinya serta keluarga Johnny membuatnya tidak bisa menahan tangisnya, suaranya gemetar ketika berucap, "Aku... aku mungkin tidak bisa ke rumah kaca untuk beberapa waktu..."

Pembunuh Cahaya (Taeten ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang