1

459 76 14
                                    

Pernikahan mereka luar biasa mewah dan sangat indah, sayangnya mama Taeyong tidak bisa hadir karena kata Taeyong, sang mama sedang berobat di luar negeri. Kondisi pernikahan mereka yang mendadak membuat mama Taeyong tidak bisa mengatur ulang jadwalnya. Tetapi kata Taeyong sang mama kirim salam dan segera setelah pulang dari luar negeri, dia akan menengok mereka berdua sambil membawa kado pernikahan.

Mereka memasuki kamar pengantin yang sudah didekorasi dengan mewah oleh dekorator terkenal, tentu saja bunganya dipasok oleh rumah kaca Ten, beberapa sumbangan dari Johnny sahabatnya yang sangat senang dengan pernikahan Ten. Johnny memang sahabat dekat Ten, yang selalu membantunya kapanpun dia siap. Banyak yang mengira mereka berhubungan dekat, tetapi hanya Ten dan Johnny yang tahu bahwa mereka tidak bisa lebih dari itu.

Ten masih menyimpan rahasia itu sendiri, dia belum mengatakannya kepada Taeyong, semula dia masih ragu karena Johnny sendiri yang membuatnya berjanji untuk tidak mengatakannya kepada siapapun. Lelaki itu masih malu dengan kenyataan dirinya dan tidak ingin siapapun tahu, kecuali Ten sahabatnya. Tetapi Ten mempertimbangkan untuk meminta izin Johnny supaya dia bisa memberitahu Taeyong. Taeyong suaminya dan Ten yakin Taeyong tidak akan menghakimi Johnny. Lagipula Taeyong beberapa kali mempertanyakan kedekatannya dengan Johnny dan tampak cemburu karenanya. Kalau Taeyong sudah tahu bahwa Johnny adalah straight, mungkin lelaki itu akan tenang.

Setelah berganti pakaian dengan baju tidur warna putih miliknya, Ten duduk dengan ragu di atas ranjang. Taeyong belum masuk dari tadi, karena masih banyak tamu di luar meskipun waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam, tamu itu kebanyakan rekan kerja Taeyong. Ten tadi masuk duluan karena dia kelelahan sejak pesta mewah tadi pagi, sedangkan Taeyong masih harus menemani tamu-tamunya demi kesopanan.

Sudah larut malam ketika Taeyong akhirnya masuk. Ten masih menunggu dengan terkantuk-kantuk duduk di tepi ranjang, dia mendongak ketika lelaki itu menutup pintu kamar pengantin mereka.

"Semua sudah pulang?"

Hening.

Taeyong menatapnya lama sekali, lalu menjawab singkat. "Sudah."

Sekarang jantung Ten berdegup kencang, dia hanya berdua saja dengan suaminya sekarang. Ten tidak pernah berduaan di kamar dengan lelaki manapun sebelumnya. Taeyong adalah lelaki pertamanya dalam segala hal. Dan malam ini mereka adalah suami isteri. Pipi Ten merona, membayangkan bagaimana mereka akan melewatkan malam ini. Ten bagaimanapun juga menyimpan ketakutan kalau dia akan mengecewakan Taeyong yang sepertinya sudah bergitu dewasa dan berpengalaman di banding dirinya. Selisih usia mereka tujuh tahun, Ten baru dua puluh empat tahun, dan Taeyong tigapuluh dua tahun. Orang bilang usia mereka berdua adalah usia yang pas untuk hidup berumah tangga.

"Belum tidur?" Taeyong masih berdiri di dekat meja rias, dan mulai melepas dasi, jasnya sendiri sudah disampirkan secara sembrono di kursi rias.

Ten menggeleng, tersenyum malu-malu, "Belum, aku menunggumu."

Mata Taeyong tampak menajam, lelaki itu tampak begitu misterius di balik cahaya lampu kamar yang kuning temaram.

"Seharusnya kau tidur duluan." Gumamnya dingin, lalu melepas kemejanya dan melangkah masuk ke kamar mandi.

Ten masih tertegun, bingung akan perubahan nada suara Taeyong kepadanya. Lelaki itu tidak berkata-kata dengan nada suara sedingin itu kepadanya. Apakah mungkin Taeyong lelah?

Ketika Taeyong keluar dari kamar mandi, dia sudah berganti memakai piyama hitam. Dia mengangkat alisnya ketika sudah berdiri di pinggir ranjang.

"Minggir ke sana." gumamnya kasar, membuat Ten bergegas naik keranjang dan bergeser ke ujung lainnya, dengan perasaan bingung dan was-was.

Pembunuh Cahaya (Taeten ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang