Tantangan Evilda

327 21 9
                                    

Happy Reading Guys📖📖

Evilda's POV

Jika saat ini semua baik-baik saja aku pasti sudah tertawa. Melihat wajah Ali yang kesal karena dipaksa olehku untuk datang adalah hiburan tersendiri bagiku yang kini sedang merasa tidak enak.

Wajah yang biasanya dingin dan kejam kini terlihat begitu frustasi karena orang tua kami yang terlalu bawel untuk pertunangan kami ini, "Ya ampun Bun, jangan lebay dong. Inikan cuman acara pertunangan belum nikah. Pertunangan aja udah kayak gini apalagi pas aku udah nikah," katanya frustasi karena sedari tadi terus disodori oleh banyak cincin yang memang indah.

"Ya ampun Li, ini sih belum apa-apa. Kamu belum tau aja repotnya ngurus pernikahan. Baru pertunangan aja kamu udah ngeluh apalagi pas nikahnya nanti yang ada kamu gila duluan. Lagian kamu masih beruntung Bunda masih ngurusin hal ini, kamu tinggal terima beres doang," kata Tante Reta dengan santai menjawab.

"Ya deh, terserah Bunda aja," kata Ali yang mulai pasrah dengan ucapan bundanya. Ah, aku jadi inget kejadian awalnya.

Flashback on

Saat ini aku melihat motor yang biasa dipakai oleh Ali telah terparkir dengan rapi. Dengan senyuman mengejek aku mengangkat daguku angkuh melihat wajah malas Ali.

"Apa sih mau loe, hah?" tanya Ali ngegas saat sudah berada di dekatku. Kebetulan tinggi kami lumayan sama, aku tidak perlu terlalu mendongakkan wajahku untuk melihat Ali.

"Mau gue? Ya tentu saja loe nurut sama gue," kataku santai. Dia mendelik. "Gue nurut sama loe? Cih, nggak sudi gue," ujarnya yang membuat senyum mengejekku kembali. "Enggak sudi? Loe bego atau gimana sih, kalau loe nggak sudi buat nurut ke gue, loe nggak bakal datang ke sini kali," kataku tepat sasaran.

"Whatever, gue ke sini bukan karena ancaman loe. Gue ke sini karena nyokap gue," katanya sambil berlalu tanpa mengajakku. Kebiasaan.

Saat kami baru saja sampai, para Mamahku dan Bundanya Ali langsung memberondongi kami dengan banyak pertanyaan.

"Ya ampun, kalian dari mana aja sih? Jangan bilang abis ngedate lagi?" "Nih, kami udah milih beberapa cincin yang cocok buat kalian," "Ayo pilih yang mana yang kalian suka, atau mau yang lain?" Dan yang lainnya yang tidak bisa aku ingat.

Sedangkan aku terkekeh geli melihat reaksi para orangtua yang kini bertingkah layaknya anak kecil. Tak berapa lama tawaku terhenti karena pertanyaan dari Mamahku, "Loh, Evilda kenapa rahang kamu kayak biru gini? Ada yang ngehajar kamu?" tanya Mamahku khawatir.

Ya ampun bagaimana beliau begitu detail? Padahal aku sudah berusaha untuk menutupnya dengan cream foundation sekaligus bedak. Tetapi tetap saja Mamahku mengetahuinya.

"Ini bukan apa-apa kok Mah, ini itu cuman kepentok sama meja aja pas mau ngambil pensil yang jatuh," alibiku. "Aduh, mangkanya hati-hati dong Vi, kamu ini sering banget ceroboh," kata mamahku yang ku rasa berlebihan. Ayolah, kapan aku sering ceroboh? Lagipula baru kali ini bukan meskipun ini bukan karena kecerobohan tetapi entahlah, aku tidak tau harus bicara apa.

"Tenang aja Na, kan nanti ada Ali yang bakal jagain Evilda, iya kan?" kata Tante Reta menenangkan Mamahku dan diakhiri pertanyaan untuk Ali. Padahal yang telah membuatku luka adalah putranya sendiri, bagaimana ia bisa menjaga diriku di saat dia yang melukaiku?

Syukurlah, akhirnya Ibuku mengerti dan tidak bertanya yang macam-macam lagi dan fokus terhadap pemilihan cincin yang menurutku percuma, karena pada akhirnya aku dan Ali lah yang akan memilihnya, dan aku tertarik terhadap satu cincin tapi malas untuk memberitahu mereka, sesekali mengerjai mereka tidak apa-apa bukan? Soal Ali? Tenang saja, aku akan memaksanya untuk mengikuti perkataanku.

A Story About HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang