PART DUA

15 6 0
                                    

Burung-burung berterbangan ketika sepasang kaki melangkah melewatinya. Pagi ini terasa berbeda bagi gadis yang memakai mantel hitam itu. Pagi yang biasanya ia habiskan hanya untuk duduk di kamar melihat cermin, kini ia sudah berjalan terburu-buru menuju mobil yang terparkir di depan rumahnya. Dengan memasang wajah dingin dan tatapan tajam ia segera menjalankan mobil ke rumah sahabat yang dicintainya.

Sepuluh menit kemudian, ia sudah sampai ke tempat yang dituju. Entah kecepatan berapa mobilnya ia kendarai. Segera saja ia masuk tanpa mengetuk pintu, mereka sudah sedekat itu memang. “Aku pikir aku sudah terlambat,” ucap gadis itu.

“Kau terlalu semangat kali ini, Crisy. Kita akan kesana pukul 8 dan sekarang baru pukul 7,” kata Nathan sembari terkekeh.

“Kau tahu, aku akan selalu bersemangat kalau pergi bersamamu.” Crisy tersenyum menggoda Nathan.

“Kau sedang menggodaku, huh?” tanya Nathan dengan senyum miring khasnya. Kemudian, ia berjalan menuju meja kecil dekat ruang TV untuk mengambil kunci mobilnya. Setelah dapat benda kecil itu, ia segera keluar untuk memanasi mobil hasil kerja kerasnya.

Sementara itu, Crisy memilih duduk sambil menonton televisi. Nathan hanya tinggal seorang diri, ibunya meninggal secara misterius ketika ia masih remaja. Sejak kejadian itu, Nathan merasa tidak punya siapa-siapa lagi selain Crisy. Hal inilah yang menyebabkan mereka sedekat nadi.

“Pakai sepatumu dan kita akan berangkat sekarang.” Nathan datang dari luar dan mengambil  mantel hitamnya. Hari ini ia dan Crisy akan ke tempat kejadian pembunuhan misterius itu. Mungkin di sana ia akan menemukan sesuatu yang menjadi petunjuk untuk kasusnya kali ini.

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan mereka akhirnya sampai. Sebuah gang sempit yang sepi merupakan pemandangan yang pertama mereka lihat. Mereka segera turun dari mobil dan melihat lebih dekat. Banyak bercak darah yang tertinggal di tempat itu.

“Aku akan melihat ke ujung gang ini, mungkin aku bisa menemukan sesuatu. Kau bisa tunggu disini,” kata Nathan sembari menunjuk ujung gang menyeramkan ini.

“Aku ingin mengikutimu. Aku tidak mau menunggumu sendiri di sini,” ujar Crisy sambil menggandeng tangan Nathan manja.

“Memangnya aku bisa menolak.” Nathan memutar kedua bola matanya malas, Crisy adalah perempuan yang keras kepala. Ia sudah tidak heran kalau Crisy akan merengek seperti ini. sedangkan Crisy tertawa melihat respon Nathan.

Mereka segera melangkah menuju ujung gang. Sembari membicarakan hal-hal kecil hanya untuk mengisi waktu mereka. “Kau tahu Crisy, sekarang banyak media yang membicarakan kasus ini. Sebelumnya aku sudah melihat berita ini di koran pagi langgananku. Padahal korbannya adalah seorang wanita yang pendiam, tapi kasusnya seakan menewaskan tokoh terkenal,” ujar Nathan keheranan.

“Aku pikir dia bisa seterkenal itu karena dia bekerja di perusahaanku,” jawab Crisy seraya terkekeh.

“Dasar wanita sombong,” kata Nathan sembari mencubit hidung Crisy gemas.

“Itu adalah nama lainku.” Crisy tertawa dan disusul suara tawa Nathan, tetapi tawa Nathan terinterupsi ketika ia merasakan sesuatu di telapak kakinya. Segera saja Nathan ambil benda itu dan ternyata sebuah telepon genggam berwarna merah muda.

“Apa itu, Nathan?” tanya Crisy sembari menengok ke samping.

“Sebuah telepon genggam. Sepertinya ini adalah milik korban. Dilihat dari warnanya yang merah muda dan sedikit bercak darah di sekitarnya,” ujar Nathan sembari memperlihatkan gawai itu. Saat ia menghidupkannya ternyata baterainya hanya tinggal 5% saja. Sebelum handphone ini benar-benar mati, Nathan mengamati foto yang digunakan untuk lockscreen. Terpampang gambar pemandangan yang diambil dari sebuah jendela.

“Ah sial! Handphone-nya mati,” gumam Nathan merutuki telepon genggam sialan yang sudah mati ini.

“Aku membawa power bank, mungkin ini bisa berguna.” Crisy mengambil power bank dari dalam tasnya, lalu ia segera berikan benda itu. Ketika Nathan ingin menerimanya, getaran di saku mantelnya menginterupsi gerakannya,

Alex is calling…..

Atasannya yang ikut menangani dalam kasus pembunuhan ini meneleponnya, ia yakin ini pasti ada hubungannya dengan kasus yang sekarang sedang mereka selesaikan. Tanpa membuang waktu lebih lama Nathan segera mengangkat panggilan tersebut.

“Hallo, Alex. Apakah ada kabar terbaru mengenai kasus ini?” tanya Nathan langsung pada intinya.

“Hasil autopsi Valerie sudah keluar, sebaiknya kau segera ke rumah sakit untuk melihat hasilnya,” kata Alex di balik panggilan telepon ini.

“Baiklah, terima kasih. Aku akan segera kesana.” Tak lama tuan Alex segera menutup teleponnya.

“Crisy, kita harus segera ke rumah sakit,” kata Nathan setelah menutup panggilan teleponnya. Lalu, ia segera menarik tangan Crisy menuju mobil yang mereka kendarai. Nathan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang bisa dibilang cepat. Ia tidak sabar melihat hasil dari autopsi Valerie.

Ketika mereka sampai di rumah sakit, di sana sudah banyak lelaki tegap berseragam biru gelap. Nathan menyapa beberapa dari mereka, ia mengenal para polisi itu karena kasus-kasus yang ia tangani beberapa waktu lalu.  Kemudian ia melanjutkan jalannya menuju ruangan dokter yang mengautopsi jenazah Valerie.

Saat ia akan memasuki ruangan dokter tersebut, Crisy menahan tangannya. “Aku ingin ikut denganmu,” ucap Crisy sembari membukakan pintu untuk mereka berdua. Setelah pintu terbuka, Nathan segera menarik tangan Crisy untuk mengajaknya masuk.

“Bagaimana hasil autopsinya?” tanya Nathan sembari duduk di depan meja yang membatasinya dengan dokter tersebut.

“Hasilnya semua ada di berkas ini.” Dokter itu menyerahkan sebuah berkas berwarna kuning. Lalu, melanjutkan ucapannya, “ada kejanggalan dalam luka-luka di tubuh korban.”

“Seperti?” tanya Nathan seraya memiringkan kepala dan mengerutkan dahi.

“Ditemukan luka yang membentuk angka 23.00 di lengan kirinya. Aku pikir ini adalah kesengajaan dari pelaku,” kata dokter tersebut.

“Benarkah?” tanya Crisy, ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan dokter itu.

“Kau bisa melihatnya sendiri, jika tak percaya denganku.” Dokter itu menyerahkan hasil foto yang diambil untuk kepentingan kepolisian.

“Terima kasih.” Crisy mengambil foto itu dan melihatnya sesaat, setelah itu ia kembalikan ke lelaki berpakaian putih itu.

“Baiklah, Dokter. Terima kasih untuk informasinya,” ujar Nathan sembari bersalaman dengan dokter tersebut, lalu diikuti oleh Crisy. Tak lupa dengan berkas kuning yang akan ia amati di rumah nanti. Setelah itu, mereka segera berjalan keluar untuk pulang ke rumah.

*****

Halo teman-teman!

Gimana gimana? Ada yang janggal nggak tuh?

Oke, part 2 ini aku yang nulis, namaku Hanifa. You can call me Hani. Akun wattpad ku namanya ilymeli, kalian bisa lihat-lihat, follow sekalian juga boleh. Akun temen-temen collab ku namanya Cr-Azy sama EllyaAgtna.

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan klik bintang di pojok kiri bawah. Tinggalkan komen kalian juga. Share ke temen-temen kalian dan jangan lupa masukin ke reading list kalian yaa.

Big love from me ♡

The GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang