PART DELAPAN

6 3 0
                                    

Air muka Nathan pagi ini tidak secerah matahari yang di atas awan sana. Semalaman ia memikirkan pesan dari nomor yang bahkan tidak dikenalinya. Bagai menimba air dengan keranjang, Nathan memikirkan sesuatu yang masih abu-abu; dan hasilnya pun tidak ada, setidaknya sampai dering telepon milik Nathan berbunyi. Sejak saat itu apa yang dipikirkannya seolah menjadi nyata.

“Terjadi pembunuhan lagi! Kali ini di rumah korban sendiri,” kata seseorang yang berada di balik telepon. Dahi Nathan mengernyit dalam, ia pikir akan lebih jelas jika ia mendatangi sendiri tempat pembunuhan itu terjadi.

“Aku akan segera ke sana.” Ini menjadi kalimat terakhir yang Nathan ucapkan sebelum ia pergi ke sana. Dalam perjalanannya ia hanya diam sibuk memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi. Menyambungkan pesan anonim itu dengan pembunuhan yang terjadi hari ini. Berbagai spekulasi muncul di pikiran liar Nathan. Semua itu berakhir pada kesimpulan bahwa si pembunuh bersenang-senang dengan korban barunya. 

Sampailah Nathan di sebuah rumah bercat putih dengan garis polisi yang mengelilinginya. Tampak dua mobil polisi dan satu ambulance yang sudah terparkir di depannya. Nathan segera masuk untuk sekadar melihat korban sebelum di autopsi. Terlihat jasad gadis dengan bercak darah yang berada di sekitar tubuhnya. Keningnya berkerut ketika korbannya kali ini sama dengan korbannya kemarin; gadis berambut panjang.

“Kami sedang melakukan penyelidikan identitas korban. Aku harap kasus kali ini akan cepat selesai,” ujar seorang polisi kepada Nathan. Mereka sudah sering bekerja sama untuk menyelesaikan kasus.

“Ya, aku juga berharap begitu,” balas Nathan seraya berbalik keluar setelah menyapa beberapa polisi yang ada di sana. Tujuan Nathan kali ini adalah kantor, mengingat jam masih menunjukkan pukul 11.00. Sesampainya di kantor, Nathan dikejutkan dengan kedatangan Crisy. Pikirannya sudah menjalar kemana-mana, ia takut terjadi sesuatu yang tidak mengenakan kepada Crisy; maka, segeralah ia berjalan menemui Crisy.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Nathan kepada Crisy.

“Kau tahu? Korban kali ini adalah klienku, ia bernama Bella. Sungguh pembunuh sialan, apa yang ia cari dariku, huh?!” gerutu Crisy, ia tampak geram dengan kelakuan pembunuh itu.

“Cepat juga kerja para polisi itu,” lirih Nathan memuji kinerja para polisi yang dengan cepat bisa menemukan identitas korban. Ini tidak  mustahil mengingat korban meregang nyawa di rumahnya, tentu akan lebih mudah untuk diketahui identitasnya.

“Apa yang kau katakan? Naikkan volume suaramu itu sebelum aku memukulmu dengan tas mahalku ini,” todong  Crisy.

“Bukan apa-apa. Kau sebaiknya pulang jika urusanmu sudah selesai. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu,” ucap Nathan tulus, ia mengamit tangan Crisy yang kosong.

“Sebenarnya sudah selesai sebelum kau datang. Aku juga berniat mau pulang, tapi aku urungkan,” ujar Crisy dengan senyum manis, sedangkan Nathan hanya menaikkan salah satu alisnya; menanyakan alasan Crisy tidak jadi pulang.

“Bagaimana bisa aku pulang ketika ada lelaki tampan di depanku. Tentu saja aku akan di sini bersamamu,” goda Crisy seraya memeluk tangan Nathan manja. Sontak tawa Nathan pecah melihat kelakuan sahabatnya ini.

“Baiklah, Tuan Putri. Pengawalmu ini akan membawamu ke ruang rahasia,” balas Nathan dengan membawa Crisy ke ruangannya di ujung lorong.

Ketika mereka menginjakkan kakinya di ruangan Nathan. Crisy menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak seperti Nathan biasanya. “Kau sungguh sibuk mengurusi kasusmu, sampai-sampai mejamu seperti tempat sampah. Begitu banyak kertas yang berhambur,” beo Crisy.

“Diamlah, aku akan mengurusnya sendiri.” Crisy tidak membalas ucapan Nathan kali ini, ia hanya memutar bola matanya malas dan mengikuti Nathan yang berjalan menuju ke mejanya.

Berdiri di belakang kursi yang diduduki Nathan dengan kedua tangan menopang di atas penyangga. Crisy melihat apa yang dilakukan Nathan dengan kertas-kertas itu. Ada satu pertanyaan yang timbul di benaknya. “Apakah ada kemungkinan pembunuhnya sama?”

“Belum bisa dipastikan, tapi kemungkinannya 55%. Dilihat dari rambut mereka yang sama-sama panjang dan dalam kondisi yang terpotong,” papar Nathan, ia tampak tak terganggu dengan keberadaan Crisy yang sangat dekat dengannya.

“Pembunuh sialan! Apa yang dia cari dari perusahaanku, huh?! Aku akan membunuhnya jika aku menemukannya!,” geram Crisy.

“Jangan pernah lakukan sesuatu yang membawamu ke dalam bahaya,” ujar Nathan sembari memalingkan kepalanya ke samping. Bak adegan dalam drama Korea, mereka bertatapan untuk beberapa menit. Saling menyelam ke dalam tatapan yang intens. Sejenak kehidupan seakan berhenti pada mereka; garis bawahi kata sejenak karena setelahnya Nathan memalingkan kepalanya dan berdiri dengan salah tingkah.

“Emm, aku akan memesan makanan untuk makan siang,” lirih Nathan.

Tiga puluh menit kemudian, makanan yang mereka tunggu datang. Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka segera menyerbu makanan itu. Selama mereka makan tidak ada yang mereka bicarakan. Setelah selesai baru Nathan membuka suara, ia melihat surai panjang Crisy yang menjuntai indah. Ia khawatir Crisy akan menjadi target selanjutnya.

“Rambutmu sudah terlalu panjang, potong sedikit rambutmu itu. Aku takut kau menjadi target selanjutnya,” cemas Nathan, ia tidak mau terjadi sesuatu pada sahabatnya.

“Tidak, aku akan baik-baik saja dengan rambut panjangku ini.”

“Coba sekali saja kau menuruti ucapanku, Crisy.”

“Sungguh, aku akan baik-baik saja. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

“Ohh sungguh, gadis nakal yang selalu membuatku khawatir.” Nathan mengusap-usap puncak kepala Crisy. “Dulu rambutmu pendek, kau tidak banyak bicara seperti sekarang ini. Kau hanya tau memamerkan mainan baru.”

“Ya, itu aku dulu. Sekarang aku sudah tumbuh dewasa dengan surai panjang yang indah.”

****

Part ini ditulis sama Hani @ilymeli

Jangan lupa vote dan komen

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang