18

2.3K 181 16
                                    

Caca melusuri koridor sekolah sendirian, beberapa temanya menyapa, caca hanya membalas dengan senyuman, itulah caca sekarang berbeda dengan caca jika dulu setiap orang menyapa caca akana membalas sapaan itu dengan semangat namun kini caca hanya membalasnya dengan senyumana.

Bahkan saat di kelaspun caca lebih sering sendiri dari pada bergabung dengan teman temanya, ternyata teman sekalasnya tidak seasik saat berbaur sama miko dan ardi, walau hampir 2 tahun sekalas dengan orang yang sama namun caca yang sulit menyusuaikan dengan mereka, apa mungkin semua itu gara gara ia hanya mempunyai sahabat hampir 12 tahun dengan orang sama.

Dulu caca bukanya tidak mau berteman dengan yang lain, ia juga hafal teman seangkatanya namun setiap ia ingin dekat dengan orang lain caca malah risih karena berbeda frekuensi, walau caca selalu bersama ardi dan miko, caca termasuk orang yang ramah, saat bertemu orang yang di kenalnya pasti caca akan menyapa.

Caca meletakan tasnya di atas meja kemudian ia duduk di kursi biasanya, ia menoleh ke belakang mendapati miko dan kenan yang sepertinya sedang mabar game online. Ingin rasanya caca tanya keadaan ardi sekarang gimana, ia kawatir karena sudah 2 minggu lebih ardi tidak masuk sekolah dengan alasan sakit.

Caca menghembuskan nafas kasar, mau tak mau caca harus tanya keadaan ardi ke nereka kalau tidak ia akan di rundung kecemasan terun"mik.."

Tak ada jawaban dari miko, bahkan mendongakpun tidak, miko tetap fokus pada gamenya"mikoo"

"kayak ada yang manggil deh ken, tapi siapa bukanya kita cuma berdua ya"ujar miko

"gue juga nggak tau, setan kali"ucap kenan tetep fokus pada ponselnya.

Air mata caca menetes begitu saja"mik gue minta maaf"

"ah kalahkan gue, kantin aja yuk ken, merinding gue lama lama di kelas ini"

Saat hendak beranjak tangan miko di tahan caca"mik gue ngerti gue salah, tapi jauhin gue"

"ck bukanya lo yang ngejauh dari gue, kenapa sekarang lo yang berlagak gue yang ngejauhin lo"

"oke gue minta maaf. Keadaan ardi sekarang gimana?"

Miko terkekeh"ngapain lo tanya tanya tentang ardi bukanya lo sekarang udah punya pacar baru? Iya nggak ken sampai kita lewat nggak nyadar"

"kalau kalian nggak kasih tahu keadaan ardi, gue sekarang akan nekat dateng ke rumah sakit!"

Miko menatap tajam caca"kalau lo sampai berani nemuin ardi, gue pastiin lo akan kehilangan semuanya, gue bisa aja bilang ke om nurman cabut suntikan dana ke perusahaan keluarga lo!"

Caca menelan salivanya dengan susah payah, kenapa miko bisa kenal dengan nurman seingatnya miko tidak pernah cerita kalau punya om namanya nurman"lo tahu..."

"gue tahu! bahkan gue juga tahu kalau lo di jodohin sama galang!"ucap miko setelah itu meninggalkan caca yang masih terdiam mencerna kata kata miko.

*____*

Setelah pemeriksaan yang membutuhkan waktu hampir 2 minggu akhirnya hasil yang akurat sudah di tangan gibran, bahkan gibran tidak berani membuka beberapa amplop putih berlogo rumah sakit miliknya yang sudah tidak ia pegang lagi. Gibran sudah tahu jika hasilnya pasti buruk seperti dugaanya sejak awal.

Gibran mengingat saat ia menemani ardi saat melakukan pemeriksaan ct-scan, MRI, biopsi ardi sangat ketakutan bahkan sampai menangis saat pemeriksaan MRI di saat itu juga gibran benar benar menyesal kenapa dulu ia sempat mengabaikan ardi. jika dulu ia selalu memperhatikan ardi mungkin ardi tidak akan seperti ini.

Apa ardi bisa berjuang sampai sembuh seperti yang pernah ia lakukan dulu atau bahkan ardi menyerah dengan keadaan, semoga saja ardi bisa berjuang seperti apa yang ia lakukan dulu.

Gibran mengusap rambutnya kasar"aku harus gimana bun"

Winda tersenyum sinis"menyesal? Buat apa kamu menyesal ardi sekarang sudah sakit, nasi sudah jadi bubur! Mau kamu menyesal atau tidak kenyataanya ardi sekarang sakit!"

Air mata winda keluar begitu saja membasahi pipinya"dari dulu ardi selalu mengonsumsi obat obatan dan di tambah penyakit ini bunda takut kalau ginjal ardi sampai rusak"

Gibran meluruh memeluk kaki winda"maafin aku bun, karena nggak bisa jagain anak aku"

"bran.."

Gibran menoleh ke samping mendapati cika berdiri di hadapanya, cika juga tak kalah kacau dengan dirinya, bahkan cika hanya memakai baju daster polos di padukan dengan jilbab instan dan jangan tinggalkan kantung mata yang sedikit menghitam akaibat pola tidurnya kacau.

"ardi nyari kamu"

Gibran memejamkan matanya lalu bangkit dari duduknya, ia berjalan tanpa mengucapkan kata apapun.

Gibran berlari menghampiri ranjang pesakitan ardi, ia meneluk tubuh ringkih ardi"maafin ayahh hiks"

Dengan tangan lemasnya ardi melepaskan pelukan gibran, lalu menggeleng tanda ardi tidak mau jika gibran seperti ini.

"kamu mau apa? Bilang sama ayah"

"ca-ca"ucap ardi, saat ini ia hanya ingin bertemu dengan kekasihnya itu, hampir 2 minggu ia di rawat tapi kelasihnya itu tidak menjenguknya sama sekali.

"kamu pengen ketemu caca?"

Ardi mengangguk pelan, tangan ardi merogoh saku baju rumah sakitnya, mengeluarkan stick note dan polpen, setelah itu menuliskan sesuatu"tapi caca marah sama ardi"

"ardi buat salah apa sama caca kok sampai caca marah sama ardi"

Ardi menggeleng pelan.

"biar ayah yang telfon caca biar dia kesini"Gibran mengelus surai lepek ardi lalu mencium kening ardi, mungkin ini yang di rasakan hendra dan winda dulu saat dokter mengatakan jika dirinya di vonis kanker paru paru, sangat menyakitkan memang, kalau bisa gibran bisa menukar posisi sudah pasti gibran rela menggantikan pesakitan ardi selama ini.

"kamu pengen denger cerita ayah?"

Ardi mengangguk pelan.

"dulu waktu ayah umur 14 tahun pernah di vonis kanker paru paru stadium dua, ayah sempet pengen menyerah dengan keadaan, saat di sekolah pun ayah sering di bully karena penyakitan, kalau kamu masih bisa ikut olah raga, ayah jarang bisa ikut olahraga boro boro mau ikut olahraga pemanasan aja ayah udah sesak nafas hahahaha lucu banget ya"tawa gibran pecah saat mengingat masa lalunya.

"te-lus"

Gibran tersenyum"sekarang sudah mulai lancar nih bicaranya"

"yahh"rengek ardi pelan

Gibran terkekeh mendengar rengekan dari ardi, ternyata ardi masih sama sepert beberapa tahun lalu sebelum kejadian naas itu terjadi"iya ayah terusin, jadi setelah ayah berjuang hampir 2 tahun dengan penyakit yang sangat menyiksa ayah berhasil mengalahkan monster jahat itu"

Ardi menuliskan sesuatu di stick note nya"kalau ardi menyerah?"

Gibran terdiam, apa iya jika ardi menyerah ia harus kehilangan ardi untuk selama lamanya, tapi tumor yang ada di kepala ardi termasuk tumor jinak gibran yakin kalau ardi bisa melawan itu semua"jangan menyerah sebelum perang  ayah dulu juga sempat bilang ke bunda kalau pengen menyerah saja, tapi apa? Ayah bisa lawan kanker jahat itu. Ayah yakin kamu juga bisa melawan monster yang ada di kepala kamu"

Ardi meringis kala rasa sakit yang mbeyakitkan tiba tiba menghujani kepalanya, reflek tanganya mencekram kepalanya agar rasa sakitnya berkurang.

Gibran panik saat melihat tiba tiba ardi meringis kesakitan, dengan cepat gibran memencet tombol amergency yang ada di atas ranjang ardi.

Tak lama kemudian dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan ardi.
.
.
.
.
.
.
.hai apa kabar?
Setelah lama nggak update ada yang kangen si kembar?.

why I'm different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang