ruangan ardi di penuhi teman teman dan beberapa guru yang menjenguk ardi, rasa sakit yang menyerang kepala ardi seketika terabaikan saat mendengar colotehan lucu yang di lontarkan beberapa teman temannya, apalagi di sana juga ada caca yang juga menjenguknya, setelah 2 minggu tak jumpa ada rasa sakit yang sedikit terobati saat melihat senyumana manis milik caca.
Ardi tak bosan bosanya melihat caca yang sedari tadi hanya diam dan caca hanya tersenyum saat teman laki lakinya menyindir tentang hubunganya dengan ardi yang beberapa minggu ini merenggang.
"anak anak ini sudah sore ayo pulang, kasian ardi nanti malah tambah sakit dengar kalian berisik"ujar guru bername tag amita.
"yaudah kita pulang dulu ya ar"ucap salah satu teman ardi.
Sedangkan ardi hanya membalasnya dengan anggukan, satu persatu teman dan guru ardi menyalaminya hingga saat caca hendak menyalaminya jantung ardi berdetak lebih cepat, matanya memanas saat melihat caca tampak acuh padanya, bahkan saat menyalimi ardi caca tidak mengeluarkan kata kata apapun.
Tangan ardi meraih tangan gibran yang berada di sampingnya"caa"ucap ardi pelan namun gibran mengerti apa yang di maksut ardi
Gibran melangkahkan kakinya keluar ruangan ardi, matanya meliar mencari seseorang"caca"panggil gibran sedikit keras.
Caca yang merasa di panggil seseorang langsung menoleh ke belakang"om gibran"gumam caca
Gibran berlari menghampiri caca yang tidak jauh darinya"ardi mau bicara sama kamu"
Caca tak langsung menjawab, ia tampak berfikir sejenak sebenarnya ia mau menemui ardi tapi ia juga belum siap menemui ardi"maaf om lain kali saja, tadi papa sudah menyuruh saya pulang"
"sebentar saja, mau ya?"
Caca menggigit bibir dalamnya ia tidak tahu harus menolaknya atau tidak"hmm yaudah deh tapi sebentar ya"
Gibran menghembuskan nafas kasar lalu mengangguk, gibran dan caca berjalan beriringan sampai di depan pintu ruang rawat ardi gibran berhenti"kamu masuk saja, om tunggu disini"
"iya om"caca membuka pintu ruang rawat ardi, matanya tertuju pada ardi yang tengan berbaring di ranjang pesakitanya.
Bibir pucat ardi membentuk sebuah senyuman kala melihat caca masuk ruanganya, ardi mengubah posisinya menjadi duduk, ada rasa gugup dan jantungnya berdetak lebih cepat saat caca mulai mendekatinya.
"ada apa?"tanya caca
Ardi mengambil sticke note dan bulpoin yang berada di sampingnya"kamu masih marah sama aku?"
"marah? Gue nggak marah sama lo"
"aku nggak mau putus sama kamu, kalau aku ada salah sama kamu aku minta maaf kita bicarakan baik baik, tapi jangan putus ya?"ucap ardi dengan bahasa isyarat.
"enggak bisa kita harus putus, kalau cuma bahas hal yang nggak penting gue pulang dulu"ucap caca drngan nada ketus setelah itu caca melenggang pergi meninggalkan ardi.
Sepeninggalanya caca gibran langsung masuk ke ruangan ardi, gibran melihat ardi sudah menangis tanpa suara"anak ayah nggak boleh nangis, nanti kita bicara sama caca lagi ya? Sudah dong nangisnya"gibran mengusap air mata ardi yang membasahi pipinya.
Ardi memeluk gibran, hatinya sakit melihat penolakan dari caca sebenanrnya apa salahnya sampai caca memutuskan secara sepihak tanpa ada kejelasan yang pasti dan memilih laki laki yang mungkin umurnya berpaut cukup jauh dengan caca.
Gibran mengusap pelan surai milik anaknya"udah jangan nangis lagi, nanti sesak loh"
Ardi tak menghiraukan ucapan gibran ia masih sesunggukan di pelukan gibran, bagaimanpun ini kali pertamanya ardi merasa patah hati karena cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
why I'm different
Teen FictionSetiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing. Namun sering kali manusia lupa dirinya juga mempunyai kekurangan. Sering kali menghina dan membully seseorang tanpa mengaca apakah dirinya lebih baik dari orang itu----claudia pu...