Sakura mencoba mengatur napasnya yang tersengal, menghitung setiap tarikan dan hembusa untuk menstabilkan dirinya agar tidak panik. Rasa sakit yang tidak pernah terbayangkan oleh Sakura, bahkan berkali-kali lipat menghantam tubuhnya, jika diibaratkan seperti rahimnya mau runtuh. Kram di perutnya hampir membunuh kesadaran Sakura, ia kelelahan, jiwa dan raganya sungguh tidak mampu bertahan lagi.
Sakura hanya bisa berpegangan pada kursi mobil, ia menjerit sementara ibunya terus menenangkannya agar tetap sadarkan diri. Teriakan histeris Sakura memenuhi isi mobil, ditambah Mebuki yang tidak berhenti bicara.
"Tarik napas, Sakura. Hembuskan pelan-pelan," instruksi Mebuki. Sakura hanya mengikuti, meski jeritan itu tak hentinya terus bergema nyaring. "Sakura kau masih bisa bertahan, kan? Kita akan sampai ke rumah sakit secepatnya."
"Huft, huft, huft. Argh..." Sakura terisak, ia tidak pernah merasakan sakit seperti ini dihidupnya. "Ibu..."
"Sakura bertahanlah, kita akan sampai sebentar lagi."
Terus mengatur pernapasannya, Sakura mencoba untuk bertahan, meskipun ia ingin sekali menghentikan semua rasa sakit ini. Tubuhnya hampir tidak mampu lagi untuk bergerak, energinya terkuras, ditambah rasa setres yang membuat kepalanya serasa dihantam batu, sakit bukan main. Seandainya saja bukan karena Sasuke dan bayinya yang menunggu untuk melihat dunia, mungkin Sakura memilih untuk pergi.
Sasuke memberinya kekuatan, ia percaya pemuda itu juga berjuang sekarang. Dan bayi ini memberinya harapan, janin dari cinta yang sudah mereka buat berhak merasakan kehidupan di luar rahimnya.
Apapun yang terjadi, Sakura akan berusaha semampunya, meskipun semua yang sudah terjadi berawal dari kesalahan. Namun, bayinya layak untuk tetap hidup, sesuatu yang suci akan lahir dari rahimnya, bayinya adalah keajaiban yang murni tanpa dosa.
Sakura kembali menjerit penuh kesakitan.
"Utakata, cepat ambilkan handuk dan basahkan dengan air," perintah Mebuki tergesa-gesa, karena air ketuban Sakura terus mengalir diikuti sedikit darah. "Cepatlah!"
Utakata langsung melakukan perintah bibinya, ia menggunakan air mineral untuk membasahi handuk yang akan digunakan di selangkangan paha Sakura. Jujur saja, Utakata sedang tegang sekarang, baru kali ini dia melihat secara langsung bagaimana proses seseorang akan melahirkan, bahkan hanya dengan memperhatikan bagaimana keadaan Sakura sekarang membuat dirinya bergidik ngeri.
"Omong-omong, maaf sebelumnya. Apa kalian membawa sesuatu yang mencurigakan?" tanya supir taksi, menginterupsi kegiatan Mebuki. "Sepertinya mobil polisi di belakang sedang mengejar kita."
Utakata dan Mebuki saling tatap satu sama lain.
"Utakata apa yang kau sembunyikan?"
"Aku tidak menyembunyikan apapun, aku berani sumpah, Bi!"
"Apa mungkin hanya kebetulan?"
Sirine mobil polisi berbunyi, mereka yang ada di dalam taksi panik, sedangkan Sakura hanya bisa fokus pada otot rahimnya yang semakin lama makin kram dan menyakitkan.
"Untuk mobil yang berada di depan polisi dengan plat hijau nomor 4325, segera berhenti sekarang. Mobil dengan plat hijau dengan nomor 4325."
Suara polisi dari mikrofon sirine di belakang sana menegangkan. Mereka bertiga saling tatap, lalu tertuju ke arah Sakura yang masih berjuang antara hidup dan mati.
"Sepertinya kita harus berhenti, barangkali polisi dapat membantu kita setidaknya untuk menghubungi pihak medis dengan cepat," ucap supir.
Tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, karena supir taksi ini benar, apalagi dengan kondisi Sakura yang sangat membutuhkan orang yang lebih berpengalaman dalam masalah ini. Polisi akan mendapatkan akses lebih cepat untuk ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby
RomanceSasuSaku [ON GOING] [ALTERNATE UNIVERSE]Bagaimana kalau sepasang anak remaja sekolah menyembunyikan kehamilannya? Bersekolah seperti biasa sambil menjaga benih yang sudah tertanam dan melakukan hal berdua bersama. Menjadi ayah dan ibu diusia 17 tahu...