Angin musim dingin bertiup kencang, hembusannya menerbangkan serpihan-serpihan salju yang berada di tanah. Semua atap rumah dipenuhi tumpukan salju putih yang berguguran. Semakin memasuki tengah malah, suhu di Tokyo menjadi sangat signifikan turun. Semua rumah meningkatkan suhu termometer yang ada, untuk menghangatkan ruang tengah dan kamar.
Sakura menatap butiran salju dari balik kaca jendela kamarnya. Pembicaraan dengan Ino cukup menguras emosi, dan mengaduk-aduk perasaannya. Hingga sore hari ber-transformasi menjadi senja, barulah mereka beranjak pergi dari kafe dan pulang.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah duabelas. Mungkin ibu dan kakaknya telah terlelap di kamar, mengingat baru saja mereka merayakan malam natal bersama, hanya bertiga. Ino urung berkunjung ke rumah, karena akan merayakan natal di Hokaido, itulah mengapa sahabatnya tidak dapat berlama-lama menemaninya tadi di kafe. Begitupun dengan teman-teman yang lain. Sepertinya mereka sibuk merayakan malam natal bersama keluarga lebih kompleks. Tidak jauh beda dengan Sasuke, mungkin.
Helaan napas keluar dari hidung mungilnya. Suhu menjadi dingin ketika jendela dengan ukuran sedang itu dibuka. Kedua lengannya melipat di atas jendela yang memiliki dua pintu kecil berwarna putih dengan kaca hitam persegi panjang.
Sepertinya malam natal ini adalah hari terakhir berada di rumah. Mungkin besok atau lusa ia akan pindah di apartement milik Ino. Bagaimanapun juga, ia sudah mengecewakan kepercayaan orangtuanya. Memang tak ada peraturan yang tertulis di keluarganya. Namun, sistem tata budi tetap menjadi konservatif untuk marga Haruno. Tak ada yang boleh mengandung sebelum menikah. Begitulah, dan sepertinya Sakura telah menghancurkan kreteria hidup yang dianjurkan oleh nenek buyut-nya.
Jika tengah malam nanti pintu permintaan dibuka, hanya satu harapannya. Bayinya, harus lahir ke dunia apapun resiko yang diberikan. Segera ia hapus setetes cairan yang tiba-tiba meluncur. Ia percaya Santa ada, berkeliling dunia bersama rusa-rusanya memberikan hadiah untuk semua orang. Kado natal yang terbaik selama hidupnya, adalah anaknya.
"Eh?" Hampir saja Sakura terjerembab ke belakang, ketika batu kecil yang dilemparkan dari bawah hampir mengenai keningnya.
Kepalanya langsung menunduk menatap ke bawah, matanya melebar dengan bibir yang terbuka membentuk bulat, "Hoo, Sasuke-kun?" Sakura cepat-cepat menutup mulutnya, hampir saja ia berteriak.
"Oi!" teriak Sasuke, sambil melambaikan sebelah tangannya.
Setelah memastikan kalau itu benar-benar Sasuke, Sakura segera keluar kamar lantai atas.Sebelumnya ia telah memakai mantel dengan beberapa lapisan di dalam, suhu di Tokyo sudah mencapai minus derajat Celcius. Ia tidak menyangka Sasuke akan datang ke rumah. Pemuda itu tidak menghubunginya dari beberapa jam lalu. Sedangkan dirinya hanya memaklumi jika malam ini adalah malam berkumpulnya orang-orang yang berada dalam ikatan keluarga.
"Apa ini?" Sakura bertanya setelah mendapatkan kotak kecil dengan bungkus merah berpita hijau dari Sasuke. Tidak salah lagi jika ini memang sebuah kado, Sakura berharap itu memang benar. Ah, kalau begitu, ini pertamakali kekasihnya memberikan sesuatu yang ada di sebuah kotak kado. Sakura tersenyum sendiri sambil memainkan rambutnya yang sekarang mulai memanjang.
"Kalau kau ingin tahu, buka saja," kata Sasuke seolah tak acuh. Kepalanya agak mendongak, menatap butiran salju yang sesekali melewati wajahnya. Kedua tangannya yang mulai mendingin, dimasukan ke saku jaket pea coat yang hangat.
Sakura cemberut. Ia mendengus menatap Sasuke. Sikap penyakitnya sekarang tumbuh lagi, baru saja jadi pemuda yang manis saat Sakura turun ke bawah menemuinya di depan pintu. Lagipula, mana ada seorang calon suami yang rela mengajak istrinya yang tengah hamil ke luar saat musim dingin. Tapi sayangnya itu adalah Sasuke. Tidak romantis sekali mengajaknya duduk di bangku panjang ini, di pekarangan rumahnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby
RomansaSasuSaku [ON GOING] [ALTERNATE UNIVERSE]Bagaimana kalau sepasang anak remaja sekolah menyembunyikan kehamilannya? Bersekolah seperti biasa sambil menjaga benih yang sudah tertanam dan melakukan hal berdua bersama. Menjadi ayah dan ibu diusia 17 tahu...