Ah! Ada-Ada Saja Hidup Ini

452 22 0
                                    

Rasa ingin tahu yang tinggi adalah hal yang baik bila diterapkan pada hal-hal yang tepat. Akan tetapi, jika rasa ingin tahu tersebut menuntun seseorang untuk mengulik privasi orang lain maka itu adalah sesuatu yang salah dan meresahkan.

Aku merasakan bagaimana privasi yang aku punya diulik oleh seseorang yang aku kenal tetapi tidak dekat, yah bisa dibilang hanya sekedar tahu orangnya dan hanya sesekali pernah mengobrol. Dia (sebut saja namanya Seina) adalah salah satu teman dari teman SMA ku (sebut saja namanya Michelle) yang memutuskan untuk keluar dari kampus. Seina tahu bahwa aku dan Michelle berteman dekat, dan kebetulan aku dan Seina sekelas untuk beberapa matkul (mata kuliah).

Mungkin karena rasa penasarannya akan diriku atau untuk melihat apakah diriku ini cocok untuk berteman dengannya, dia mulai mencari tahu tentang diriku melalui Michelle. Seina mulai bertanya macam-macam tentang diriku. Berdasarkan apa yang diceritakan Michelle kepadaku, Seina bertanya tentang hal-hal seperti ini, "Kenapa dia memilih untuk tinggal di sana?" "Dia tuh orangnya pengen sendiri terus ya?" "Dia tuh pinter yah?", dan mungkin masih ada beberapa hal lain yang ia tanyakan kepada Michelle, tetapi tidak diceritakannya kepadaku.

Dan sejak saat Seina mengetahui sebagian profilku, sikapnya mulai berubah. Seina mulai melihatku dengan cara yang berbeda. Setiap kali ia memandangku, seolah-olah pandangannya menyiratkan bahwa ia sedang menilai diriku dan sesekali aku mendapatkan bahwa ia sedang memandang rendah diriku. Namun, tentu saja tak aku hiraukan pandangannya itu. Bodo amatlah, terserah bagaimana caranya ia memandang diriku. Selain itu, setiap kali aku berbincang dengannya, dia selalu berhenti sejenak dan berpikir tentang kata-kata yang aku ucapkan. Aku tidak tahu apakah kata-kataku yang salah atau ia yang tidak sepemahaman denganku atau ia sedang menilai diriku lewat perkataanku.

Dan yah tentu saja, sejak saat itu juga aku mulai merasa tidak nyaman ketika harus bergaul dengannya dan sepertinya ia juga begitu. Namun, yang aku bingungkan adalah mengapa ia bisa bergaul dengan Michelle, tetapi tidak denganku, padahal aku dan Michelle adalah teman dekat yang secara logika ia juga bisa berteman juga denganku. Aku mulai menceritakan kerisihan yang aku alami ini kepada Michelle lewat sosial media karena saat itu ia sudah keluar dari kampus. Michelle berpendapat bahwa yah memang Seina sering mencari tahu tentang diriku dengan bertanya-tanya padanya, tetapi ia tidak merasakan apa yang aku rasakan seperti pandangan mengintimidasi dan merendahkan yang ia pancarkan atau ketika ia berhenti sejenak untuk menilai perkataan seseorang. Michelle berkata kepadaku, "Mungkin aja dia iri sama lo kali," tetapi itu adalah sesuatu yang tidak mungkin, apa yang bisa diirikan dari diriku ini. Ah yasudahlah, aku memutuskan untuk tidak mau berteman dengannya, bukan karena tidak mau juga tetapi lebih tepatnya karena tidak bisa, aku dan Seina tidak bisa berteman.

Yang aku mau tekankan di sini adalah Seina bukanlah orang jahat, dia baik, buktinya saja ia bisa berteman dengan Michelle yang merupakan teman baikku. Akan tetapi, aku dan Seina memang tidak bisa berteman. Serta bukanlah suatu kewajiban untuk berteman dengan teman yang dimiliki teman itu. Semua kembali lagi ke diri kita masing-masing apakah kita dapat berteman dengan dia atau tidak. Yup, satu lagi pelajaran hidup yang aku terima. Dan lucunya di hidupku ini adalah bukannya memiliki teman baru, tetapi aku malah memiliki seseorang yang tidak menyukai diriku. Ah! Ada-ada saja hidup ini.

MerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang