Playlist: Perfect - Ed Sheeran.
Akhirnya ending juga dan akan segera terbit 🥺
Terima kasih buat yang setia ikutin Jonathan ❤️
Enjoy ....🌻🌻🌻
Selama seminggu Fania masih tetap koma, dan setiap hari Jonathan setia menemani gadis itu di rumah sakit. Tak ada tanda-tanda Fania akan bangun. Jonathan benar-benar hancur menyaksikan keadaan gadis yang baru saja dirinya sadari bahwa ia mencintainya. “Fan ... bangun.” Jonathan menenggelamkan wajahnya di sela lengan kiri gadis itu. Sudah pasti tak ada jawaban.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu lalu muncul Darwin dari balik pintu setelah lelaki paruh baya itu membukanya. “Hi, Jo. Kamu udah makan?”
“Halo Ayah. Belum nih.”
“Kebetulan kalo gitu, cepat kemari, kita makan malam dulu.” Darwin duduk di sofa ruangan tersebut setelah selesai mencuci tangannya, lalu membuka boks makanan yang ia bawa.
“Wah wanginya enak banget.” Jonathan duduk bersebarangan dengan Darwin.
“Makan yang banyak. Kamu butuh energi lebih karena pasti capek jagain Fania.”
“Jonathan nggak kerasa capek kok, Yah.” Ia meringis.
“Sudah jangan banyak menyangkal, makan.” Darwin mulai menyendok makanannya.
Jonathan ikut memulai aktifitas makannya.
“Bagaimana sekolah kamu? Kapan mulai masuk sekolah lagi?”
“Liburnya masih sampe lusa.”
“Oooh.”
“Tapi Jo bakal ke sini setiap hari sepulang sekolah.”
“Jangan memaksakan diri, pentingkan sekolahmu dulu. Jangan sampai kecapean terus sekolah jadi nggak fokus.”
“Justru kalo Jonathan nggak ketemu Fania, bakal lebih nggak fokus lagi, Yah.” Ia terus melanjutkan makannya.
“Terserah kamu aja kalo gitu. Tapi malam ini kamu pulang aja, biar Ayah yang jaga Fania. Kebetulan hari ini Ayah udah nggak ada jadwal.”
“Erm ....”
“Nggak perlu bantah, kamu butuh istirahat, Jo.”
“Iya deh, malam ini Jo istirahat di rumah, Yah.”
Darwin mengalihkan pandangannya dari nasi menuju remaja lelaki di hadapannya. “Jo, kamu benar-benar mencintai Fania?”
“Kenapa Ayah tiba-tiba tanya begitu?”
“Ayah hanya ingin tahu.”
“Iya. Sebenarnya Jonathan nggak tahu pasti apa itu cinta, Yah. Tapi yang jelas Jonathan nggak mau kehilangan Fania. Jujur, dulu Jo pernah merasa kehilangan yang amat sangat saat Kesha pergi.” Jonathan menatap wajah Darwin. “Kesha teman Jo waktu kecil, dia yang selalu temenin Jo. Bodohnya, Jonathan nggak pernah sadar kalo dia sakit dan malah Jo selalu lebih mementingkan rasa sakit Jo sendiri tanpa berusaha tahu bagaimana keadaannya.”
“Lalu?”
“Kesha pergi untuk selamanya. Sejak itu, Jo sama sekali belum pernah melihat gadis dengan aura begitu bersinar, seperti cahaya. Jo selalu merindukan Kesha, dulu. Jonathan nggak pernah peduli dengan perasaan Fania.” Jonathan menundukkan kepala. “Jo baru sadar, Fania juga memiliki aura itu, dan itu sebabnya meskipun Jo seperti tak ada rasa padanya, Jo tetap mengikuti cahaya itu. Yang Jo rasakan saat ini, Jo benar-benar nggak sanggup kehilangan Fania, Yah. Jo nggak sanggup jika Jo harus kehilangan cahaya lagi.” Jonathan mendongak lagi, matanya berkaca-kaca. “Apa ini cinta, Yah?”
“Kamu seperti bunga matahari yang selalu mengikuti kemanapun arah cahaya pergi.”
“Jo tahu.”
Darwin menepuk pundak Jonathan perlahan. “Semoga Fania segera pulih, dan bisa berkumpul dengan kita lagi.” Ia menengok ke arah putrinya. Gadis itu tengah terbaring tak berdaya.
“Jo juga berharap begitu.” Jonathan mengikuti arah pandangan Darwin.
Setelah mereka selesai makan, Jonathan berpamitan untuk pulang. Sebelumnya ia sempatkan untuk menyapa Fania lagi untuk berpamitan, lalu mengecup lembut kening gadis itu. “Gue bakal ke sini lagi besok, Fan. Gue harap lo udah sadar.” Jonathan mengelus rambut Fania. “Gue cinta sama lo, Fan.”***
Keesokan harinya Jonathan kembali ke rumah sakit. Baru saja Ia masuk ke dalam ruangan, remaja itu terkejut tak mendapati Fania di sana. Semua bersih, tak ada satupun barang milik Fania atau Darwin yang tertinggal di sana. Jonathan mengacak rambutnya kasar, lalu ia segera menuju ke tempat di mana suster berada untuk menanyakan keberadaan Fania. Ia shock setelah mendengar penjelasan suster mengenai Fania bahwa gadis itu sudah sadar sejak semalam, lalu pagi ini ia di bawa untuk pindah rumah sakit. Namun tak ada yang bisa memberi informasi ke mana Fania pindah.
Jonathan mencoba menghubungi Darwin berkali-kali namun tak ada jawaban. “Kenapa? Kenapa kalian pergi gitu aja?”
Jonathan lomas, ia berlutut tanpa memedulikan teguran suster dan tatapan pengunjung rumah sakit lainnya. “Kalian ke mana?” suara Jo melemah.
Jonathan bangkit lalu pergi ke taman rumah sakit. Ia tak punya ide sedikitpun harus berbuat apa. Ia duduk dan menatap kosong jalan di tengah taman. Remaja itu mencoba menghubungi Darwin lagi namun tetap nihil. Tak ada jawaban apapun. Akhirnya ia memutuskan untuk ke rumah Fania, namun tak ada seorangpun di sana. Tak tahu harus apa lagi, Jonathan pulang dengan lemas.
Fania pergi, ayah gadis itu sulit ditemui hingga berbulan-bulan. Jonathan melanjutkan hidupnya seolah separuh nyawanya melayang. Tak ada seorangpun yang mengetahui keberadaan Fania. Bahkan Ghea, Briant, guru-guru di sekolah juga tak ada yang bisa memberi jawaban.
Semua berjalan tanpa Fania lagi yang mengganggu Jonathan. Hidup lelaki itu benar-benar membosankan sekarang. Hingga saat wisuda, hal yang sangat mengejutkan membuat Jonathan merasa seolah masih memiliki kesempatan. Darwin datang saat Jonathan wisuda. “Ayah? Jo nggak nyangka Ayah bakal dateng.” Jonathan langsung memeluk Darwin. “Bahkan papa Jo sama sekali nggak dateng, Yah.”
“Selamat atas kelulusan kamu, Nak.” Darwin menepuk punggung Jonathan perlahan.
Jonathan melepas pelukannya. “Ayah dateng bareng Fania?“
Darwin menggeleng.
“Selama ini kalian ke mana? Kenapa Jo sama sekali tak bisa menemui kalian? Dan kenapa nggak kasih Jo kabar sedikitpun?”
“Maafkan Ayah, Jo. Tapi ini keinginan Fania.”
“Fania benci sama Jo karena gagal menjaganya?”
Darwin menggeleng lagi. “Dia justru mencintaimu. Itu yang dia katakan.”
“Tapi kenapa dia pergi?”
“Dia tak sanggup jika kamu harus melihat kondisinya saat ini.”
“Jo akan tetap mencintai Fania, Yah.”
“Ayah tahu, tapi dia tetap ingin pergi. Biarkan saja dulu hingga dia tenang dan mulai bisa menerima keadaan. Fania masih sangat shock dan belum bisa menerima semuanya.”
“Maafin Jo, Yah. Ini semua salah Jonathan.”
“Tak ada yang perlu disalahkan.” Darwin tersenyum. “Ayah harus pamit sekarang. Sekali lagi, selamat untuk kelulusanmu, Nak.”
Jonathan menggenggam tangan Darwin erat. “Jangan pergi, Yah. Jo mohon ....”
“Kita akan bertemu lagi. Jaga dirimu baik-baik.” Darwin melepaskan tangan Jonathan lalu pergi.
Setelah pertemuan itu, mereka benar-benar sama sekali tak bertemu hingga tujuh tahun. Bahkan Jonathan sudah berhasil menyelesaikan studi S1 jurusan kedokteran dan sudah menyelesaikan internship -nya. Semua ia jalankan tanpa Fania di sisinya. Ia terus mengingat gadis itu, dan tak ada satu gadis pun yang berhasil merebut hatinya.
Merasa penat dengan rutinitas yang membosankan, Jonathan memutuskan untuk berlibur ke Bali. Pergi ke pantai sepertinya ide yang cukup bagus untuk merefresh pikirannya.
Sore itu, Jonathan pergi ke pantai yang tak jauh dari hotel yang ditinggalinya. Pantai itu tak banyak pengunjung, kebanyakan hanya pengunjung hotel saja. Jonathan berjalan-jalan santai di sana sembari menikmati embusan angin sore. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Rambut indah tengah menari-nari seolah tergoda oleh ulah angin. Lelaki yang kini sudah dewasa itu tertegun untuk beberapa saat. Mengamati apa yang ada di hadapannya. Jantungnya berdetak lebih kencang, ia merasa ombak tengah menghantamnya. Tak berpikir panjang, Jo melangkah dengan mantap menuju wanita pemilik rambut indah itu lalu memeluknya dari belakang. Wanita itu sontak terkejut. “Jangan pergi lagi, Fan. Kumohon ....”
Wanita itu mematung. Ia bergeming untuk waktu yang cukup lama.
Jonathan merasa ada tetesan air di tangannya. Wanita itu menangis. Segera Jonathan membalikkan badan wanita itu agar menghadapnya. “Fan ... akhirnya gue nemuin lo.” Jonathan mengusap lembut pipi wanita itu lembut.
“Untuk apa kita ketemu lagi?” ucapnya.
“Fan, gue cinta sama lo, bahkan sampai saat ini!”
“I’m useless, Jo. Gue nggak pantes buat lo.”
“Nggak. Cuma lo yang pantes buat gue. Please jangan pergi lagi, Fan. Gue nggak sanggup.” Jonathan memeluk wanita itu erat. “Gue nggak peduli sama keadaan lo, izinin gue nebus semua kesalahan gue, Fan. Gue sayang banget sama lo, jangan pernah berpikir buat pergi dari gue lagi.”
Fania membalas pelukan lelaki itu dengan penuh kerinduan. Ia memeluk lelaki itu sama eratnya.
“Gue bahagia bisa nemuin lo lagi.” Jonathan melonggarkan pelukannya. Menatap gadis itu lekat. “Gue cinta sama lo, Fan.” Ia mengecup lembut bibir wanita yang begitu ia rindukan itu.
Tak ada perlawanan dari Fania. Ia menangis dalam ciuman mereka. “Gue juga cinta sama lo, Jo. Sangat,” balas Fania setelah ciuman itu berakhir.THE END.
Terima kasih ... terima kasih banyak untuk kalian yang selalu mengikuti kisah ini 🥺
Maaf atas segala kesalahan Author selama ini. Author akan memperbaiki semuanya pada cerita berikutnya.Sekali lagi, terima kasih banyak 😭
Sampai jumpa di cerita berikutnya 👋🏻
Btw, ada yang mau sekuel cerita ini nggak? Nanti akan mengisahkan bagaimana nasib Ghea dan Riko hehe. 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, I Met You!
Teen Fiction"Kenapa kamu kasih aku bunga matahari?" -Kesha Yeo- "Karena kamu bersinar." -Jonathan Choo-