21 September 2018

186 55 4
                                    


*

21 September 2018

Anja nyaris sampai di alam mimpi saat ketukan pintu terdengar berkali-kali diketuk dengan tidak sabar, hal itu membuatnya mengeram, terpaksa bangkit lalu berderap menuju pintu.

"Iya sia—Esa?" Gadis itu mengerjap kaget saat mendapati pemuda bersurai cokelat berdiri di hadapannya, terlebih dengan kondisi pemuda itu saat ini. "L-lo kenapa?"

Mahesa mengangkat kepala, tersirat raut lelah di wajahnya. "Nja, Nara ..., "

"Nar—Masuk dulu."

***

Sudah hampir setengah jam Mahesa menundukkan kepala, duduk terdiam di atas sofa milik Anja.

Anja menatap Mahesa. "Udah setengah jam sejak lo datang dan lo masih begini aja."

Tidak ada jawaban.

Anja menghela napas. "Kalo lo masih begini aja, Terserah. Gue balik ke kamar."

Gadis itu hampir berjalan, sebelum pergelangan tangannya di tahan dengan segera oleh Mahesa.

"Apa?"

"G-gue ... g-gue boleh peluk lo?"

Anja menghela napas. Tanpa banyak kata ia rengkuh tubuh pemuda itu. Mengelus dengan lembut surai cokelat milik pemuda yang saat ini tengah membenamkan wajahnya pada bahu sempit milik Anja.

"Gue bodoh banget." Pemuda itu mulai bersuara. "Bener-bener bodoh."

"Hey, lo kenapa?" Gadis itu hendak melepaskan pelukan, tetapi yang dipeluk menahan, alih-alih semakin eratkan pelukan.

"Selama ini gue pikir dia suka sama gue. Selama ini gue pikir dia juga sayang gue. Tapi ternyata ..., " pemuda itu menggeleng dalam pelukan.

"Ternyata gue justru bersaing sama sahabat gue sendiri."

Anja tersentak, refleks lepaskan pelukan lalu menatap pemuda yang kembali tertunduk lemah.

"Maksudnya?"

Mahesa menghembuskan napas lelah, tatap gadis itu dengan mata memerah. "Selama ini gue selalu berpikir kalo Jevais tulus mendukung gue. Selama ini gue selalu berpikir bahwa sikap dia ke Nara sewajarnya sikap sahabat cowok ke sahabat ceweknya. Selama ini gue berpikir Nara juga punya perasaan yang sama kaya gue, tapi ternyata gue salah."

"Lo tau apa yang paling lucu?" Pemuda itu terkekeh miris. "Disaat gue berpikir Jevais adalah orang yang jadi penghambat hubungan gue dengan Nara, Faktanya adalah gue yang sebenarnya menjadi penghambat kisah cinta mereka. Bodoh. Gue bener-bener bodoh.

"Tolol banget Mahesa kenapa gak pernah liat kalo tatapan mereka satu sama lain itu tatapan penuh cinta. Kenapa gue gak pernah sadar kalo selama ini Nara cuma anggap gue sebagai sahabat. Gak lebih. Kenapa gue gak pernah sadar kalo kehadiran gue justru bikin orang yang gue sayang harus menderita menahan sakit atas dasar persahabatan dan gak enak hati." Mahesa mengacak rambutnya frustasi. "Arghhh!! Tolol banget Mahesa tolol!"

Melihat Mahesa seperti itu, Anja bergerak mendekat. Meletakan kepala pemuda itu pada bahunya. Membelai lembut surai yang sudah tak karuan.

"Bodoh gue bodoh. Tolol. Mahesa tolol." Rancau pemuda yang kini menojok-nojok sofa yang tengah ia duduki.

"Sst ... Mahesa hey, udah." Anja berujar pelan. "Gak ada yang salah. Lo gak salah. Begitupun mereka." Anja masih terus membelai lembut surai yang menjadi favoritnya itu.

"Gue bodoh banget, Nja. Kenapa gak pernah sadar. Tolol banget tolol."

Anja menggeleng. "Gak. Lo gak seperti itu. Berhenti mengecap diri lo bodoh. Lo gak seperti itu. Lo cuma datang di waktu yang kurang tepat. Gak ada yang salah. Gak ada yang bodoh. Ini cuma masalah waktu."

Mahesa memejamkan matanya erat seraya bergumam lirih, "Gue sayang banget sama Nara, sayaaang banget. Tapi Jevais udah lebih dulu miliki hatinya bahkan sampai detik ini, gak pernah berubah sedikit pun. Gue bisa apa .... "

Anja mencelos.

Ada hangat yang terasa di bahu Anja, berasal dari air mata pemuda dalam dekapannya. Pemuda itu menangis. Mengeluarkan rasa sakit yang teramat pada gadis yang tanpa pernah ia sadari rasakan sakit yang lebih parah.

"Nja, " pemuda itu tiba-tiba memanggilnya.

"Ya?"

"Pinjam pundaknya lagi, ya. Lima menit aja ..., " pemuda itu berkata lirih.

Anja mengerjap, tanpa sadar air matanya ikut terjatuh. Dalam rasa perih gadis itu tersenyum, lalu menjawab lirih. "Selamanya juga boleh."

***

Mahesa jatuh terlelap setelah menangis hampir satu jam dalam pelukan Anja.

Pagi ini ia terbangun di atas kasur milik gadis kelabu itu.

Sinar matahari yang masuk melalui cela jendela, membuat Mahesa terusik. Matanya mengerjap, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Dan begitu berhasil terbuka sempurna, sosok gadis yang tadi malam telah biarkan dirinya menangis dalam pelukan, tengah memandang dengan senyum teramat manis tersemat di wajahnya.

"Pagi!" Sapaan ceria itu mau tak mau membuat seulas senyum di wajah Mahesa tercipta. Mahesa perlahan bangkit.

"Udah enakan?"

Mahesa mengangguk. Ia segera menahan begitu melihat Anja yang ingin bangkit. "Mau ke mana?"

Anja tersenyum. Tangan satunya terulur mengambil sesuatu dari balik tubuh, di atas nakas yang berada di belakangnya. Setelah dapat, gadis itu kembali menghadap Mahesa, memandangnya dengan senyum cerah seraya berujar, "Selamat ulang tahun, Mahesa Adskhan."

Mahesa mengerjap. Sedikit tersentak, tak menyangka akan apa yang tengah dilakukan gadis itu.

Anja terkekeh. Ia lalu menyodorkan cake dengan lilin menyala di atasnya ke hadapan Mahesa. "Make a wish dulu."

Mahesa mengangguk. Memejamkan mata, merapal doa di hari pertambahan usianya. Setelahnya, ia lalu meniup lilin hingga padam.

Gadis itu meletakkan kembali cake ke atas nakas, sebelum menoleh lalu mengusak pelan surai cokelat favoritnya, "Selama ulang tahun, Mahesa. Harapan gue masih sama, semoga bahagia selalu menyertai di mana pun dan kapan pun lo berada." Gadis itu menutup dengan senyum manis yang mampu membuat Mahesa tertegun.

"Mau peluk?"

Sepersekian detik setelahnya, pemuda itu sudah kembali mendekap gadis di hadapannya. "Makasi. Makasi banyak, Anja."

Anja mengangguk, tersenyum. Tangannya membelai lembut surai cokelat itu. "Anytime, Mahesa. Bahagia selalu, ya."

Pemuda itu semakin mengeratkan pelukan, mencari nyaman pada ceruk leher yang entah sejak kapan menjadi favoritnya. Mencari kehangatan pada tubuh gadis yang terasa seperti rumah baginya.

Pelukan itu masih sama, masih terasa seperti rumah. Dan rasanya masih sama, pemuda itu masih rasakan pulang. Pulang ke tempat ternyamannya.

*

away | ksm, hyj [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang