Kakak yang Baik

17 0 0
                                    

Kalau tidak bisa jadi pendengar yang baik, jangan buat hatinya yang rapuh semakin patah.

—Arunika—

Terus terang saja walau untuk hal remeh sekalipun.

—Divano—

Sudah tengah malam, tapi seorang gadis bernama Arunika itu tak kunjung untuk tidur. Dia malah bermain handphone. Mengaktifkan WiFi rumahnya lalu menonton mukbang ASMR yang sangat menggiurkan. Membuat perut kosongnya berbunyi minta diisi.

Mie pedas dengan fried chicken yang dilumuri saus samyang. Melihatnya saja hampir membuat air liur Arunika menetes.

Tiba-tiba dia merasa haus. Botol minum bermerek Taperwer yang selalu dijaga hati-hati kini kosong. Arunika lupa tidak mengisi botol itu dengan air mineral seperti biasanya. Kan malas kalau harus bolak-balik turun tangga hanya karena ingin minum. Apalagi Arunika adalah tipe cewek penakut. Sehingga ketika ingin minum di malam hari, semua lampu dari ruang keluarga, tamu, bahkan dapur dan kamar mandi ia nyalakan saking takutnya.

Arunika menelan ludah. Dia benar-benar haus dan tak bisa ditahan. Arunika pun membulatkan tekad. Hanya ingin minum saja dia merasa sedang uji adrenalin ke rumah hantu. Beginilah susahnya tinggal di rumah besar bagi seorang penakut.

Ditemani ponselnya, Arunika akhirnya keluar dari kamarnya. Hal pertama yang ia lihat adalah ruangan yang gelap. Arunika pun menyalakan senter lampu pada handphonenya. Karena kalau menyalakan lampu ruangan, bisa-bisa keluarganya bangun lalu mengomelinya.

Berhasil turun tangga dengan selamat, Arunika pun mencari saklar lampu yang berada di ruangan keluarga. Keadaan tentunya sepi. Ketika tangannya hendak menyalakan saklar lampu, tangannya menggantung karena merasakan kedua kakinya dipeluk sesuatu yang sangat erat.

Mata Arunika membulat kaget. Tubuhnya mendadak gemetaran dan mengeluarkan keringat dingin. Dengan keberanian senilai lima watt, Arunika mengarahkan senter handphonenya itu pada bawah kakinya. Betapa terkejutnya dia melihat seseorang yang memeluk kakinya erat dan matanya melotot dengan deretan gigi atasnya yang keluar menakutinya.

"ABANGSAT!" maki Arunika dengan tangan kanannya yang menampar pipi seorang pria yang memeluk kakinya tadi. Ketika kedua kaki Arunika terlepas dari pelukan itu, kakinya kini menendang perut pria itu sampai terjengkang.

Dengan nafasnya yang pendek-pendek, tangan kirinya mencari-cari saklar lampu. Lampu ruang tv pun menyala dan memampangkan seorang pria yang diketahui sebagai kakak laki-laki Arunika.

Divano Putra Winata adalah kakaknya Arunika yang terkenal sangat jahil padanya. Tidak sadar umur. Dia yang punya umur paling tua di antara saudara yang lain tapi punya sikap yang lebih kekanakan dari yang lain.

Arunika cemberut. Jangan salahkan Arunika yang menampar juga menendang kakaknya dengan sadis. Orang sedang ketakutan bisa melakukan apa pun.

"Abang kejam banget sih nakutinya. Kena imbas, kan, sampai mampus," cibir Arunika. Dia jengah melihat abangnya yang terus-terusan memegang perutnya lalu berkata 'sakit' dengan gaya lebaynya. Padahal dia sudah tidak merasa kesakitan lagi.

"Ah, si Dobleh. Gue lagi akting nih. Gue pingin jadi artis. Gue pingin terkenal. Gue pingin punya banyak duit! Hahahaha!" Divano tertawa lebar dengan kedua tangannya yang merentang tinggi-tinggi.

"Woy, Jamal! Gimana bisa lo dapat duit jadi artis secara kerjaan lo cuma rebahan. Ngerjain tugas pas H-1. Terus tipsen ke ketua kelas padahal lagi asik nongki sama temen-temen?" Lagi-lagi Arunika mencibir tingkah laku sang kakak yang sangat menjengkelkan.

PROBLEMATICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang