layangan putus part 9 versi KBM

4.5K 144 5
                                    

BUKAN LAYANGAN PUTUS

#Madu_yang_Tak_Manis
#9

PoV Kaina Luna

Aku merasa sangat bahagia, saat melihat rumah dalam keadaan kosong melompong. Naima dan keempat anaknya pergi begitu saja. Namun, yang membuatku tidak suka, melihat Mas Wandi malah marah dan hampir menyalahkanku.

Namaku Kaina Luna, usiaku baru 23 tahun. Sebelum dinikahi Mas Wandi, aku hanya bekerja sebagai pelayan kafe. Bagaimana aku bertemu dengan pria beranak empat itu? Humm ... hanya suatu ketidaksengajaan, tapi lama-lama aku sengaja mendekatinya setelah tahu siapa istrinya.

Waktu itu, Mas Wandi nongkrong di kafe tempatku bekerja. Dia duduk di sudut bersama dua temannya yang tak kalah tampan. Ketika aku mengantarkan pesanan, tak sengaja telingaku ikut mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Ugh, mantap betul istri baruku, Wan. Gak nyesel aku nikah lagi," seru salah satu temannya berkulit putih.

"Istri sah, Lu, bagaimana, Di?" Si rambut cepak kini bertanya.

"Gampang. Dia mah manut aja, terpenting nafkah gue cukup." Pria putih itu berkata sombong.

Mas Wandi diam saja disaat dua temannya membicarakan istri baru mereka. Aku segera mengantarkan makanan dan minuman yang mereka pesan.

Wow, tatapan Mas Wandi langsung terarah pada dadaku yang sedikit terbuka. Aku sengaja makin menunduk, agar mengekspos lebih aset jumboku itu. Benar saja, setelah hari itu, Mas Wandi selalu datang. Entah hanya memesan segelas kopi atau mengobrol singkat denganku.

Mas Wandi bukan korban pertama, sudah lebih dari lima pria hidung belang merelakan uang mereka. Ya, aku adalah pelakor, perebut suami orang. Menjadikan rumah tangga mereka hancur, lalu aku tinggalkan. Dari yang masih muda, hingga aki-aki bangkotan sekalipun.

Apa aku menyesal melakukannya? Tentu saja tidak. Aku malah merasa senang, sangat puas saat rumah tangga mangsaku hancur berkeping-keping. Melihat istri sah menangis, itu adalah nyayian termerdu di telingaku. Aneh memang. Namun, kali ini aku memang terjebak cinta sebenarnya.

Mas Wandi, walau hanya pegawai biasa--berbeda dari mangsa-mangsaku sebelumnya--jujur aku mencintainya. Dia pria pertama yang membuat hatiku berdebar tak karuan.

Sayangnya, dia emosian dan selalu mengingat anaknya. Itulah yang menyebabkanku harus menggunakan dukun, agar dia selalu takluk dalam genggamanku.

Oh, ya, tadi aku bilang, aku makin yakin untuk menikahi Mas Wandi setelah mengetahui siapa istrinya. Benar, aku mengenal istrinya di masa lalu.

Dulu, Naima adalah teman wanita dari Mas Kenan. Mereka berteman di SMA. Naima selalu main ke rumahku di akhir pekan. Waktu itu, aku berumur 10 tahun. Walau begitu, aku masih mengingat wajah cantiknya dengan baik.

Naima adalah orang yang membuat Mas Kenang masuk rumah sakit jiwa. Wanita itu telah mengecewakan kakakku. Padahal, Mas Kenan sangat mengharapkan Naima.

Sejak saat itu, aku berjanji akan menuntut balas dan merebut semua yang dia punya. Termasuk suaminya sekalipun.

Saat pertama aku bertemu dengannya di rumah ini, aku kaget, Naima masih seperti dulu. Hanya saja sekarang dia memakai hijab. Wajahnya sama sekali tak berubah.

Kuakui, dia memang tahan banting. Bahkan, selama aku di sini, sama sekali tak memaki apalagi memukul seperti banyak dari istri mangsaku yang telah lalu. Dia ibu yang luar biasa, empat anaknya sangat penurut. Aku sampai merasa iri, tapi puncaknya dia kabur membawa empat anaknya.

Kini, aku sedang duduk bersama dua temanku--Bella dan Rani. Dua gadis yang tak ada bedanya denganku itu sedang tersenyum penuh kemenangan karena berhasil menjatuhkan aku di depan pacar mereka.

Dalam hati aku berjanji, itu tidak akan bertahan lama. Bisa saja aku merebut salah satu pacar tampan mereka. Apalagi pacar Bella--Randi--terlihat mencuri pandang di sela gelayutan manja sang pacar. Persetan dengan Mas Wandi, harga diriku yang sudah diinjak-injak oleh dua gadis ini akan terbayarkan. Lihat saja!

Aku pulang dengan perasaan buruk. Sopir taksi yang berada di belakang kemudi matanya jelalatan. Memang saat ini aku memakai dress dengan potongan dada rendah. Biarlah, aku sedang tidak mood untuk menegur.

Dua puluh menit kemudian, aku tiba di depan rumah. Mobil Mas Wandi sudah terparkir di halaman. Ada apa gerangan? Kenapa masih siang sudah pulang?

Setelah membayar ogkos taksi? Aku segera melangkah masuk. Benar saja, ketika pintu terbuka, terlihat Mas Wandi duduk di sofa ruang tamu. Kepalanya menengadah dengan masih menggunakan pakaian kerja.

"Kok sudah pulang, Mas?"

Mas Wandi yang menyadari keberadaanku, menegakkan tubuh. Wajahnya sangat berantakan. Nih, orang ada apa, sih? Aku mendekat dam duduk di sebelahnya.

Mas Wandi mengembuskan napas yang terdengar frustrasi. Kemudian, mengacak rambut legamnya. "Bagaimana aku tidak begini, Kai. Aku diskorsing selama seminggu dan kemungkinan besar akan di mutasi ke kantor cabang."

Aku yang mendengarnya ikutan frustrasi. Jika sampai Mas Wandi di mutasi, pasti gajinya akan berkurang. Itu artinya, tak ada shopping dan salon lagi untukku.

"Pokoknya, aku gak mau tahu. Mas harus tetap di kantor pusat. Kalo enggak, bagaimana aku hidup tanpa berbelanja dan salon? Aku membutuhkan banyak uang, Mas."

Mas Wandi makin frustrasi. Aku tak peduli, setelah mengatakan itu aku masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam. Tidak akan ada jatah seperti biasa, aku kesal, sangat kesal!

*****

Aku terbangun saat hari sudah gelap, terlihat dari jendela yang tak kututup sore tadi. Ketika menilik keluar, Mas Wandi tak terlihat di mana pun. Humm, lelaki itu pasti sedang berusaha mempertahankan posisinya di kantor pusat.

Aku melangkah keluar, melihat meja makan, seketika laparku menyergap. Namun, nihil, tak ada apa-apa, hanya ada air putih dalam wadah berwarna pink.

Aku lupa, tak ada Naima, tak ada yang memasak. Selama ini, aku selalu delivery, tak pernah sekalipun memasak. Aku takut kukuku rusak, tangan menjadi kasar, dan tubuh mengeluarkan bau tak sedap.

Kuputuskan untuk delivery saja. Ketika mengambil ponsel di kamar, tepat pula sebuah panggilan dari nomor tak dikenal, masuk. Karena penasaran, tak butuh waktu lama, aku segera mengangkatnya.

"Halo, ya, saya Kaina. Anda siapa?"

"...."

Aku sedikit terkejut, setelah mengetahui siapa penelpon ini.

"Iya, ada apa?" Nada bicaraku berubah jaim.

"...."

"Bertemu?" Kesempatan tidak akan datang dua kali. Randi mengajakku bertemu.

"...."

"Baiklah, di kafe tadi siang. Oke. Bye!"

Aku segera menutup telepon dan melompat girang. Bahagia, akhirnya dapat mangsa baru dan bisa membalaskan dendamku pada Bella.

Tak butuh waktu lama, aku sudah berdandan cantik. Dress putih di atas lutut dengan potongan dada rendah kupakai malam ini. Randi harus menjadi milikku. Harus.

Masalah Mas Wandi bisa diatur, nanti. Walaupun aku mencintainya, tapi tanpa uang, dia bukanlah apa-apa. Hidup itu butuh uang, cantik perlu uang, kesenangan perlu uang. Jangan jadi sok suci dan menampik semua itu.

...

Bersambung ...

Jambi, 17 Junu 2020

Hehei, karena author tanpa pembaca bagai bulan tanpa bintang, jadi mulai saat ini saya akan mengikuti saran kalian. Seterusnya, versi KBM akan makai berbagai pov. Nah, kalo untuk versi novelnya bakal beda, donk. Aku akan lebih fokus ke perjuangan Naima untuk lepas dari Wandi dan perjuangannya membesarkan keempat anaknya.

Gimana, Kaina benar-benar pelakor sejati, kan?

Layangan PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang