BLP 8

3.8K 131 1
                                    

💙 Debar

Malam hari tiba, suara bising yang tadinya selalu terdengar di kota hilang seketika. Hanya ada suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan. Suasana desa benar-benar berbeda.

Naima dan keempat anaknya baru sesesai melaksanakan salat Isya berjemaah. Kemudian, mereka memilih menonton TV kecil di ruang tamu karena terdengar menyala.

"Naima, kita harus melapor dulu ke RT. Bisakah kamu ikut denganku untuk pergi ke rumah Pak RT sekarang?" ajak Rena.

Benar juga, Naima sampai lupa, jika belum melapor.

"Baiklah, Mbak. Alden, jaga adik-adik sebentar, ya. Kalian nonton saja, jangan ke mana-mana, kalo ada yang mau ke kamar mandi, anterin, ya." Pesan Naima pada Alden karena letak kamar mandi yang jauh di belakang rumah.

Bocah lelaki yang begitu menyerupai Wandi itu, mengangguk saja tanda mengerti. Alden tetaplah bocah yang penuh tanggung jawab.

Setelahnya, kedua wanita yang sama-sama berhijab itu melangkah keluar rumah. Mereka berjalan ke sisi kanan dari rumah. Keadaan gelap, hanya senter sebagai penunjuk jalan berbatu yang kian menanjak. Beberapa menit kemudian, barulah mereka sampai di sebuah rumah standar lumayan besar. Terdapat sebuah mobil dan motor besar.

Naima merasa aneh, sebegitu kayanya RT di sini. Jika melihat keadaan yang lain, sangat kontras dengan kondisi Pak RT ini.

"Ayo masuk, Nai!" Rena membuyarkan lamunan adik iparnya.

Naima mengekor di belakang sang kakak. Netranya memperhatikan keadaan sekitar.

"Assalamualaikum," ucap Rena.

Tak lama kemudian, pintu berwarna putih itu terbuka menampilkan sosok bersahaja dengan hijab panjangannya.

"Waalaikumussalam, oalah, Mbak Ren. Mari masuk!" Perempuan paruh baya itu membuka pintu lebih lebar setelah mengenali siapa yang bertamu malam-malam.

Rena mengangguk dan meminta Naima untuk ikut masuk juga ke dalam rumah. Sebuah ruang tamu besar sederhana yang rapi, delapan  kursi ukiran jati, dan meja serupa terdapat di tengahnya.

Naima duduk setelah Rena mengajaknya duduk. Kemudian, Wanita paruh baya yang menyambut, langsung menanyakan tujuan kedatangan tetangganya.

"Wah, ada apa ini, Mbak Ren. Tumben kemari malam-malam?" tanya Bu RT.

"Saya mau melapor sama Pak RT, Bu. Mulai sekarang, adik saya ini akan ikut tinggal di kampung ini," jelas Rena to the point.

"Oalah, sebentar, ya, saya panggilkan bapaknya." Perempuan paruh baya itu berlalu ke dalam meninggalkan dua tamunya yang kembali terdiam.

Naima memperhatikan sekitar, walau dari luar terlihat wah, isi rumah ini sama saja seperti kebanyakan rumah sederhana lainnya. Bahkan, tak ada foto-foto yang menempel di dinding.

"Nai, kamu kenapa?" tanya Rena tiba-tiba.

Naima menggeleng. Wajah lelahnya terlihat begitu kentara. Beberapa hari tinggal bersama madu, membuat wanita penyabar itu banyak kehilangan berat badan.

Tak berapa lama, Bu RT keluar bersama seorang pria tua bersahaja berjenggot putih dan berpeci warna sama. Pria itu tersenyum kala mengenali siapa yang bertandang ke rumahnya malam-malam.

Rena dan Naima menangkup kedua tangan di dada sembari tersenyum, Pak RT juga melakukan demikian. Kemudian, pria tua itu mempersilakan tamunya untuk duduk kembali. Sementara, Bu RT kembali ke dapur untuk membuat beberapa gelas teh.

"Jadi, apa tujuan Mbak Rena kemari? Pak RT yang bernama Pak Nangin itu akhirnya menanyakan tujuan warganya.

"Jadi gini, Pak. Saya hanya ingin melapor, jika adik saya ini, Naima akan tinggal di sini bersama ke empat anaknya."

Layangan PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang