Bukan Layangan Putus 10 ver KBM

3.9K 115 3
                                    

BUKAN LAYANGAN PUTUS

#Madu_yang_Tak_Manis
#10

Pov Kaina Luna

Randi meminta bertemu di kafe kemarin. Begitu bunyi chat yang baru saja aku buka. Lagi-lagi sopir taksi menatapku penuh minat di balik kemudi. Hal itu, malah memancing sisi liarku untuk semakin menggodanya. Apalagi melihat si Sopir yang masih muda dan tampan. Dengan sengaja aku membungkukkan badan agar belahan asetku makin terekspos. Benar saja, si Sopir mengelap keringat yang tiba-tiba membasahi dahinya.

"Su-sudah sampai, Neng," ucapnya terdengar gugup.

Aku tersenyum, lalu melangkah keluar dengan gaya anggun. Ketika hendak membayar, si Sopir menolak pecahan lima puluh ribu yang kuberikan.

"Gak usah, Neng. Untuk Neng, mah, gratis." Dia tersenyum manis.

"Terima kasih, Kang. Jika saya butuh tumpangan, bisa order lagi, kan?"

"Tentu, Neng."

Setelah taksi gratis yang kutumpangi pergi, aku merapikan kembali dandananku, memoles kembali bibir dengan lipstik. Kemudian, melangkah masuk ke dalam kafe yang terlihat ramai. Beberapa kendaraan mewah terparkir.

Aku berjalan pelan mendorong pintu kaca yang tinggi itu. Pendar lampu warna-warni membuatku sedikit silau. Netraku berkeliling, mencari keberadaan Randi. Ketemu! Ternyata pria itu duduk di sudut kafe yang menyediakan sofa dengan senderan tinggi.

Aku ikut tersenyum kala Randi juga tersenyum. Pria berlesung pipi itu terlihat tampan dengan jas semi formalnya berwana biru.

"Maaf lama, Ran," ucapku pura-pura sedih.

Randi tersenyum. Dia segera berdiri dan menuntunku untuk duduk di sebelahnya. Netranya tak lepas memelototi pakaianku yang nyaris terbuka ini.

"Tidak papa, Kai. Kamu satu-satunya wanita yang membuatku rela menunggu. Biasanya wanitalah yang menungguku." Suaranya terdengar sangat macho.

"Ah, yang benar? Itu tidak mungkin, Ran." Aku sengaja pura-pura merendah. Pria ini harus takluk ditanganku.

"Benar. Sejak pertama kali aku melihatmu. Saat itulah aku mulai menyukaimu. Kamu berbeda. Kamu sangat cantik," pujinya. Dia semakin merapatkan duduknya, kali ini tangannya pun sudah bersender di bahuku. Sementara, tangan yang lain mulai mengelus pahaku yang terbuka.

Randi memang pintar memilih tempat. Dengan sofa senderan tinggi ini, kami tidak begitu mencolok terlihat oleh pengunjung lainnya.

"Oh, ya, kamu pesan apa?" tanyanya lagi.

"Samain saja sama kamu, Ran," balasku malu-malu.

Tak lama seorang waitress yang lumayan cantik, datang menghampiri. Dia memandang tak suka padaku, saat melihat rangkulan Randi makin mengerat.

Tak lama, pesanan kami tiba. Dua Spaghetti dan minuman berwana biru yang tak kutau apa namanya, tiba. Lagi-lagi, pelayan itu menatapku tak senang.

"Ran, pelayan itu sepertinya tidak menyukaiku, dari tadi memandangku sinis sekali. Aku merasa terluka," aduku pura-pura sedih.

Benar saja, Randi terlihat marah. Setelah itu, dia menemui manager kafe dan meminta untuk memecat pelayan kafe. Wow, pria ini sangat peka tanpa aku memintanya.

Randi tidak mempersalahkan statusku yang sebagai istri Mas Wandi. Dia ingin tetap menjalin hubungan denganku.

Malam itu, Randi menghadiahkan cincin berlian yang terlihat mahal. Rasain kamu, Bell. Pacarmu sudah terkena jeratan Kaina, takkan bisa lepas sampai kapan pun.

Aku pulang hampir tengah malam di antar Randi. Aku sempat menolak, tapi dia tetap memaksa. Kini, aku sudah berada lima puluh meter dari pagar rumah.

"Terima kasih untu hadiahnya, Ran. Tapi, apa Bella tidak apa-apa?" tanyaku pura-pura khawatir.

"Tidak apa-apa. Bella juga tak akan bisa berbuat apa-apa, Kai. Terima kasih juga sudah menemaniku."

Sebuah kecupan hangat dia berikan di sudut bibirku. Ahh, rasanya benar-benar berbeda.

"Lain kali, kita akan bermalam di hotel bintang lima, Kai." Mata Randi mulai berkabut.

Aku segera keluar, berdiam diri hingga mobil sport hitam itu menghilang ditelan malam. Setelah itu, aku melangkah menuju rumah Mas Wandi.

Lampu ruang tamu terlihat masih menyala. Mobil Mas Wandi pun telah terparkir di tempatnya. Perlahan aku membuka pagar dan melangkah masuk, saat itulah deheman dari balik kemudi mobil terdengar.

"Dari mana saja kamu? Istri, kok, pulangnya tengah malam begini?" Mas Wandi keluar dari mobil.

Aku tak menanggapinya, melangkah masuk begitu saja ke dalam rumah. Terdengar dengkusan berat dari Mas Wandi yang mengekoriku di belakang.

Aku mengempaskan bokong di sofa ruang tamu. Kemudian, melepas high heels dan menyenderkan tubuh. Mas Wandi juga melakukan hal yang sama.

"Dari mana kamu?" Kini nadanya mulai melembut.

"Jalan-jalan."

"Sama siapa?"

"Sama temen."

"Lain kali jangan begitu, Kai. Gak enak sama tetangga. Kamu sudah jadi istriku."

Aku tak menjawab, malah melangkah masuk ke dalam kamar. Pelet yang diberikan Mbah Kasmi memang sangat manjur. Bahkan, Mas Wandi sampai tidak tega memarahiku.

***

Paginya aku bangun seperti biasa, terkejut saat mendapati Mas Wandi masih berada di rumah. Pria itu sedang membuat sesuatu di dapur. Wangi masakan gosong menguar hingga jarak sepuluh meter dari tempatku berdiri.

"Kamu gak kerja?" Aku membuka kulkas untuk mengambil minum.

Mas Wandi yang menyadari kehadiranku, menoleh dan tersenyum. "Aku diskors satu minggu."

"Apa?" Aku hampir menyemburkan air putih yang baru saja kuminum. Bagaimana tidak, jika diskors pasti gaji Mas Wandi bulan ini terpotong.

"Ya, mau bagaimana lagi, Kai. Ini gegara kepergian bulan madu kita tempo hari. Mas, kan, sudah bilang gak bisa cuti. Tapi, kamu masih saja memaksa." Dia masih membalik-balikan sesuatu di wajan.

"Jadi, Mas menyalahkan aku?" Aku mendaratkan bokong di kursi makan.

"Eh, bukan begitu, Kai. Ya, dasar bossnya saja yang gak pengertian." Mas Wandi menghampiri dengan dua piring nasi goreng yang terlihat sangat tidak layak untuk dimakan.

"Apa-apaan, ini? Mas mau memberiku makanan gosong? Yang ada nanti kulitku rusak dan ikutan gosong." Dengan sekali sentak, aku melempar piring di atas tangannya hingga buyar ke lantai.

Mood-ku benar-benar buruk. Melihat Mas Wandi tak ubahnya kecoa bau. Setelah itu, aku melangkah masuk ke kamar. Randi adalah tujuanku. Setidaknya, pria itu akan memberiku makanan enak dan mahal.

....

Bersambung

Jambi, 18 Juni 2020

Hihihi, udah kesel belum? Part selanjutnya kita ke Naima, yok! Penasaran lengkapnya, di novel, ya. Bagaimana perjuangan Naima untuk lepas dari wandi?

Layangan PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang