IX - Puzzle

2.7K 366 116
                                    

Naruto©Masashi Kishimoto

The Same Glass©2019

Collaboration with umayonnaise

Warning: AU, OOC, Typos, Rated M untuk keamanan, ejaan tidak serapi yang dikira, dll.

***

Resah, ketukannya semakin tidak beraturan juga hentakan kaki yang nampak tidak sabar. Sudah lewat sehari sejak telepon dari temannya kemarin malam. Gadis itu tidak menganggap obrolannya serius, begitu pula suara pada sambungannya.

Tetapi suara disebrang sana terdengar panik, tegas, dan putus asa di saat bersamaan. Ketika ia menelepon lagi dan lagi panggilannya selalu dialihkan pada voicemail.

"Bodoh, sebenarnya apa yang terjadi ...."

"Ck, di sini rupanya." Ia menoleh, sepertinya gadis itu sudah terlalu lama di luar hingga dicari oleh karyawan baru. "Princess mengamuk, dia bilang akan membakar semua bahan makanan jika kau tak segera masuk."

Dia terkekeh, "Kau serius memanggilnya begitu?"

"Ya, dia senior yang melankolis."

Keduanya masuk ke bakery dengan pemandangan princess Hana yang mengelap etalase seperti ingin memecahkannya. Bagi Tenten hal itu sudah menjadi makanan sehari-hari, namun bagi si anak baru mungkin ia harus banyak berpikir terlebih dahulu sebelum mencari pekerjaan lain kelak.

Setengah jam, setengah jam lagi Tenten akan mencoba meneleponnya sebelum ia melakukan apa yang diminta Sakura.

...

Gadis itu ingat kapan terakhir kali kekasihnya tertawa keras, saat itu mereka sedang bersama. Natal pertama di mana ia memberikan kado sepatu dengan warna berbeda sebelah. Pria itu bilang jika mengenakan sepatu ini pada saat jam kerja mungkin bisa menjadi alternatif untuk mendekatkan diri pada pasiennya.

Begitupun pertama kali ia cemburu. Tiga bulan lalu ketika suster berdada boling yang sengaja membuka dua kancing teratas tiap berpapasan dengan kekasihnya. Jangan harap medapatkan seks jika gelembung itu hasil operasi, begitu pikirnya dulu.

Gadis itu ingat semuanya, selalu ingat hal-hal kecil yang berhubungan dengan kekasihnya. Tetapi kali ini ia tidak mau ingat hal yang menimpanya sekarang. Ia tidak mau ingat kedua lengan dan kakinya yang terikat pada kursi usang di ruangan gelap berdebu ketika matanya terbuka. Ia tidak mau ingat rasa sakit dan keram pada seluruh tubuhnya, terlebih rasa yang teramat sesak di hatinya.

"Aku akan membawa Miyuki ke rumah sakit besok."

Juga tidak mau ingat pria yang sedang berlutut menyandarkan kepala pada pahanya.

"Enyah kau ...." Meski pria itu menahan kursinya, ia tetap bergerak dengan berutal. Tak peduli lecet pada ikatan tangan dan kakinya. "MENYINGKIR DARIKU!"

Pegangannya lebih kuat hingga membuat gadis itu menyerah. Pria itu menengadah menatap gadisnya lembut. "Sakura ... tolong dengarkan aku."

"Bajingan gila."

Sakura meludahi wajahnya, wajah pria itu, kekasihnya Sasuke. Ia muak, takut, terkhianati, semua rasa sakit yang tidak bisa digambarkan. Tapi ia tidak boleh menangis, ia tidak mau terlihat lemah di hadapan pria sakit seperti Sasuke.

"Miyuki mantan pasienku." Sasuke mengambil sapu tangan kemudian membersihkan wajahnya. "Dia menuduhku menculik Rio, bukan itu saja dia juga menyelinap masuk dan melihat sesuatu yang buatku tidak bisa menahan diri." Wajah Sakura berpaling, ia tidak mau melihat Sasuke yang masih berlutut di dekatnya. "Dia juga mengancamku dengan itu, Miyuki membenciku. Nama baik, karir, dirimu, aku tidak bisa kehilangan semuanya."

The Same GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang