Lody dan Semua Mantannya

7 0 0
                                    

"Lo tuh bener-bener nggak merasa sedih sama sekali ya, Dy?"

Lody yang sedang memakai headset di telinga kanannya tiba-tiba mendongak menatap langit-langit kantin dan mengembungkan pipinya. Gadis itu menghela napas sebelum beralih menatap sahabatnya yang juga sedang menatapnya.

"Nggak," jawab Lody.

"Tapi kan lo abis diselingkuhin!"

Lody mengerutkan kening, "Ya, emang. Terus kenapa?"

Sahabat Yuri ini memang benar-benar tidak punya perasaan apa gimana sih? Setelah putus dengan Rakan tiga hari yang lalu, Lody sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia sedih atau merasa kehilangan sosok laki-laki itu. Lody bahkan bersikap seperti tidak pernah berpacaran dengan Rakan.

"Dimana-mana orang kalau abis diselingkuhin tuh sedih,"

Lody mengerjap. Emangnya putus itu harus banget disedihin ya? Udah tau diselingkuhin, ngapain dipikirin lagi coba?

Yuri berdecak, "Lo pasti pacaran sama Rakan cuma main-main kan?"

"Enak aje! Hubungan gue sama Rakan rekor ya! Lima bulan tuh lumayan," telak Lody, "Lagian kalau Rakan nggak selingkuh, gue sama dia pasti masih pacaran sampe sekarang,"

"Lo sayang sama dia nggak?"

"Sama siapa?"

"Bapak gue!" celetuk Yuri asal, "Ya, Rakan lah, siapa lagi?"

Lody terdiam setelah mendengar pertanyaan dari Yuri. Pertanyaan sahabatnya itu emang suka bikin bingung deh. Bahkan kadang Lody nggak bisa jawab sama sekali, pertanyaan Yuri melebihi susahnya soal-soal matematika yang menumpuk di meja belajarnya!

"Say-"

"Halah, boong!" potong Yuri.

Maunya Yuri apa sih?

"Nggak mungkin lo sayang sama dia kalau putus kayak gini aja lo masih adem-ayem kayak nggak ada apa-apa,"

"Ya, terus lo maunya gue nangis, teriak-teriak di depan lo, narik-narik ingus gitu? Iya?" Lody menghela napasnya, "Buang-buang tissue tau!"

"Ya, nggak usah lebay kayak gitu juga! Seenggaknya omongin kek ke gue atau mikir gitu, aduh, kenapa ya Rakan selingkuhin gue? Gitu kek!"

"Penting banget emang? Nggak ah, udah males juga lagian, geli tau nggak? Kalau maunya lebih dari satu cewek, kenapa dari awal memutuskan untuk berkomitmen? Kenapa nggak sekalian jadi playboy aja yang punya banyak cewek?"

Yuri yang sedang menyeruput sisa es jeruk jajanannya, tiba-tiba saja tersedak.

"Apaansih? Geli banget omongan lo, komitmen-komitmen macem tai,"

"Yeh, serius gue!"

"Iya, iya tau gue," jawab Yuri, "By the way, berarti total mantan lo udah ada berapa ya, Dy?"

Lody memanyunkan bibirnya, ia sendiri juga bingung sekaligus malas untuk menghitung berapa jumlah mantannya.

"Sepuluh, mungkin?" jawab Lody samar-samar.

"Dua belas kalau diitung sama yang pacarannya dibawah sebulan," tambah Yuri.

Lody dan Yuri memang mempunyai kesepakatan, kalau pacaran nggak sampe satu bulan dan putus, itu nggak bisa dianggap mantan. Ya, apa coba kenangan yang dibuat selama sebulan?

Eh, kok jadi Yuri yang lebih tahu?!

"Eh? Gila ya? Berasa mainan banget gue nih!"

"Lo mah bukan mainan," ujar Yuri, "Lo tuh pemainnya."

Lody diam, ia tahu benar apa maksud Yuri tadi. Sudah banyak sindiran yang diperuntukkan kepadanya, dari Lody yang nggak punya hati lah, playgirl lah, gampangan, bosenan, dan lain-lain.

Lody benar-benar udah kebal.

"Dari sekian banyak mantan lo itu, menurut lo mana yang paling berkesan?" tanya Yuri.

Di tempatnya, Lody terlihat berpikir. Gadis itu mengunyah bakso sembari menatap siswa-siswi yang berlalu-lalang di kantin ini.

"Semuanya?" jawab Lody yang terdengar seperti pertanyaan.

Yuri berdecak, "Serius lo, Dy? Bener-bener nggak ada sama sekali?"

Lody mengerutkan keningnya. Ini Yuri yang salah bertanya, Lody yang salah dengar, atau Yuri yang budeg sama jawabannya tadi?

"Kan gue bilang semuanya! Kok malah jadi nggak ada sama sekali?"

"Ya, nggak mungkin lah! Mantan lo yang cuma sebulan masa berkesan juga?"

"Ya, iya," jawab Lody, "Gimana ya ngejelasinnya?"

Yuri menatap Lody dengan arti Bilang aja, gue udah ngerti kok bahasa Lody.

Lody menghela napas.

"Menurut gue nih, semua mantan gue itu berkesan," jelas Lody, "Karena semuanya ngajarin gue sesuatu gitu loh,"

"Contohnya?" tanya Yuri.

"Hm," Lody terlihat berpikir, "Contohnya pas gue pacaran sama Aldi, dia ngajarin gue arti sabar, dulunya lo kan tau gue nggak sabaran banget asli. Apa-apa mau cepet, tapi setelah sama dia, gue jadi sabar banget,"

Yuri mengangguk. Benar. Lody yang dia kenal sebelum berpacaran dengan Aldo—mantan Lody yang hanya dua bulan lebih menjalin hubungan itu, Lody adalah manusia yang maunya serba instan dan malas kalau disuruh nunggu. Setelah berpacaran dengan Aldo—cowok paling lamban dalam segala hal, Lody jadi sabar banget

"Terus pas pacaran sama Fathan, dia ngajarin gue gimana caranya jadi ibu-ibu! Di ajak masak, jahit, apalagi tuh? Banyak kan? Jadi berbakat banget gue sekarang nih,"

Yuri tertawa setelah mendengar perkataan Lody tadi. Bener banget! Fathan tuh definisi cowok berbakat dan siap jadi kepala rumah tangga. Lody yang dulunya nggak bisa apa-apa, sekarang bisa ngalahin Mama bikin bolu pisang!

"Okey, okey,"

"Ya, kira-kira gitu lah," ujar Lody.

"Kalau yang ngajarin lo gimana caranya mencintai udah ada belom?"

Lody menelan ludah. Benar-benar geli banget pertanyaannya Yuri yang ini.

"Jawab aje, nggak usah sok-sok geli gitu,"

"Udah kok,"

Yuri mengerutkan keningnya, gadis itu heran tapi lebih ke nggak percaya.

"Semua mantan gue tuh ngajarin gue caranya mencintai," jawab Lody, "Caranya mencintai diri sendiri dulu sebelum mencintai orang lain."


tiba-tiba kepengen bikin ceritanya Lody sama salah satu mantannya deh🙃

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Once Upon a TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang