Part 3 [Mbak Kasir Kurbel]

39 8 0
                                        

Welcome back!
Vote, Comment, and Share!

Buat yang belum tahu, Phi itu semacam sebutan Kakak. Dan nong semacam sebutan Adek.

Enjoy it!

Happy reading!
.
.
.
.
.
.

Rinai mengusap kasar air matanya.

Matanya tak sengaja menangkap seseorang yang ia sangat hapal di luar kepalanya.

Langit.

Berjalan bergandengan tangan dengan Sinar, Sinar Faradilla.

Kakak kelasnya yang menjadi anggota cheers dan menjabat sebagai primadona sekaligus model SMA Radhavat.

Rinai menghapus air matanya sambil menghela napas.

Bukankah Rinai tak berhak marah?

Memang Rinai siapanya Langit?

Bahkan Langit belum tahu jika Rinai menyukainya.

Rinai terlalu pengecut untuk mengutarakan perasaannya pada Langit.

Ia hanya takut satu hal.

Takut jika Langit akan pergi darinya, menjauhinya, lalu membencinya.

"Loh, Lo anak Radhavat?" Rinai menoleh ke arah sumber suara.

Ia menatap cowok yang ia tebak kakak kelasnya, "Iya, kak."

Cowok itu mengangguk kecil, "Lo ngapain di sini? Sendirian?"

"Oh, tadi habis beli novel buat referensi." Rinai memperlihatkan salah satu novel karya penulis yang akan menjadi partnernya.

Mata cowok itu terbelalak, cukup kaget dengan nama penulis dari novel-novel yang dibeli Rinai, "Jangan bilang, Lo—"

"Apa, kak?" Rinai mengangkat sebelah alisnya menunggu cowok tadi melanjutkan kalimatnya.

"Lo pemilik akun Rintik Rindu? Yang bakal jadi partner author terkenal?"

Rinai menyengir, "Kakak sering baca work aku?" Cowok itu mengangguk antusias.

"Iya, kak. Itu aku. Tapi kakak bisa jaga rahasia?"

Sekali lagi Cowok itu mengangguk antusias, "Kenalin, gue Earth Radhavat. Kelas 12 IPA 1."

"Wait, Radhavat?!"

Rinai menerima uluran tangan Earth, "Anak pemilik sekolah, dong?"

Earth mengangguk.

"Aku Rinai, Kak. Rinai Hujan, kelas 11 IPA 2."

"Nama Lo, unik. Bukannya Lo kembaran Rain?"

Rinai mengangguk membenarkan.

"Sori kalo gue lancang nanya ini. Lo tadi kenapa nangis?"

"Ah, aku tadi—" bola mata Rinai bergerak tak tentu arah, jarinya saling meremas.

Earth tersenyum maklum, "Kalau mau cerita, nggak papa. Nggak cerita juga nggak papa. Jangan dipaksain."

"Thanks ya, kak. Udah ngerti."

"Sama-sama. Gue duluan ya? Bye."
Rinai menatap punggung Earth yang mulai menguar dari pandangannya.

°•°•°•°•°

"Kakak kenapa? Kok pulang dari Gramedia cemberut." Suara itu menyapa Rinai yang baru saja memasuki rumahnya.

"Udah lama, Sen?"

Cewek itu mengangguk sambil membalikkan halaman novel milik Rinai yang ia pinjam.

Senja Serliana, sepupu Rinai yang tergila-gila pada pesona sang Malam Algebra.

PEKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang