Bagian 6

1.4K 144 2
                                    

Andraya Andromeda, 18 tahun

Genta, aku lolos masuk desain interior :D

- sent 18.15

Selamaaattt, Aya! I know you can do it, girl :) So proud of you *big hug

-Genta 19.00

Aku tersenyum melihat jawaban Genta. Aku baru saja memeriksa namaku di pengumuman di koran. Tahun ini, Genta tidak pulang. Tapi beberapa bulan terakhir, tidak seperti sebelumnya, aku intens menghubungi Genta lewat whatssap. Aku banyak bertanya padanya tentang dunia perkuliahan dan jurusan kuliah. Seperti yang sudah ditebak, terjadi perdebatan antara ayah dan ibu soal kuliahku. Ayah ingin aku masuk jurusan ekonomi atau akuntansi, sedang ibu ingin aku masuk jurusan pendidikan.

Sedangkan aku? Aku bahkan tak tahu apa yang kuinginkan. Aku senang menggambar. Aku senang mengatur barang-barang. Aku selalu rapi dan memikirkan segalanya. Aku mencatat atau menggambarnya secara detil karena aku tak suka segala yang tak pasti dan tidak kuketahui. Kalender di tabletku selalu penuh dengan jadwal ini dan itu, papan di kamarku juga dipenuhi post it berisi agendaku setiap hari. Aku selalu punya keinginan nyata daripada mimpi. 

Itulah kenapa ketika memikirkan masa depan yang tidak kuketahui, aku begitu gugup. Genta membuatku banyak berpikir tentang diriku dan masa depan. Memilih jurusan kuliah ternyata tidak seperti memilih chanel televisi yang bisa diganti seenaknya ketika bosan dengan salah satu acara, lalu kita masih bisa kembali ke acara sebelumnya selama belum habis. Kita bahkan bisa merekamnya dan bisa memutar ulang ketika diinginkan.

Tapi memilih jurusan kuliah itu rasanya seperti memutuskan sesuatu untuk seumur hidup. Kalau jurusan itu tidak sesuai dengan yang kita mau, kita akan terpenjara tidak hanya ketika harus menjalani kuliah, tapi juga menjalani pekerjaan bukan di tempat yang kita inginkan setelah lulus. Aku tidak hanya gugup, tapi aku ketakutan.

Untuk pertama kalinya aku takut pada apa yang mungkin terjadi di depan sana. Selama ini aku selalu menjalankan yang orangtuaku mau sehingga aku tak perlu menanggung resiko bila gagal. Orangtuaku akan selalu siap dan ada untuk bertanggung jawab atas pilihan yang mereka buat.

Aku tidak bilang Genta tahu segalanya. Tapi harus kuakui dia itu penyebar mimpi dan pemantik semangat yang sangat baik. Tiada duanya di duniaku. Padahal, dia hanya bilang,

"Manusia itu memang takut pada hal yang tidak diketahuinya. Tapi lebih banyak hal yang tidak kita tahu daripada yang kita tahu. Kau harus mengetahui sesuatu sehingga sesuatu itu menjadi tidak menakutkan dengan menjalaninya terus, Aya."

Dengan dorongannya, aku menemui guru bimbingan konseling di sekolahku, mengungkapkan masalahku dan membaca buku berisi data berbagai jurusan di universitas yang diberikan guruku. Genta juga memberiku banyak alamat website universitas yang bisa kulihat-lihat jurusannya. Bahkan dia menelpon ayah dan ibu untuk menjelaskan dan meyakinkan orangtuaku tentang jurusan yang aku mau dan kemungkinan karirku di masa mendatang. Dia pula yang paling semangat menelponku di hari ujian masuk perguruan tinggi.

Hingga akhirnya aku mengunci mimpiku pada satu jurusan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Semua karena dia. Adrian Magenta.

Once in a lifetimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang