Bagian 2

2.2K 151 6
                                    

Andraya Andromeda, 9 tahun

Aku menatap anak lelaki di hadapanku dengan cemberut. Sudah berhari-hari aku menangis sejak ia mengatakan akan pindah ke kota besar mengikuti ayahnya. Setelah bertahun-tahun tinggal terpisah karena ayahnya bekerja di luar kota, orangtua Genta merasa mereka harus tinggal bersama. Mereka menunggu Genta lulus SD untuk pindah, agar lebih mudah mengurus segala sesuatunya. Tapi menurutku, tak akan mudah untuk hatiku.

Aku sudah terbiasa dengan kehadiran Genta setiap hari. Walaupun irit bicara, ia tahu harus bagaimana memperlakukan aku. Kadang-kadang kami bertengkar, seperti anak-anak lainnya tentu saja. Yang aneh, kami akan baik-baik lagi setelah duduk bersama di bawah meja makan di rumah Genta.

"Aku akan tetap datang kesini tiap tahun untuk menjenguk nenek, Aya." Genta berdiri di hadapanku. Rambutnya yang biasanya berantakan, hari ini tersisir rapi dari kiri ke kanan. Ia mengenakan kaos bola kesukaannya dan celana pendek terbaiknya.

"Nanti aku main sama siapa, Genta?" rajukku. Aku tidak memiliki banyak teman perempuan, apalagi laki-laki. Bersama Genta, aku merasa sudah mendapatkan kakak laki-laki dan teman. Aku tak membutuhkan siapapun lagi. Kecuali ayah dan ibuku tentu saja.

"Kan ada Retha." Bujuk Genta. Tangannya sibuk membenahi rambutku, menyelipkannya di belakang telingaku, mengelu-elusnya, lalu menyelipkan bagian lain rambutku ke belakang telingaku yang lain. Retha yang dimaksudkannya dalah Aretha Marjetha, gadis cantik bagai mutiara, begitulah arti namanya. Gadis itu anak pindahan dari kota lain, sekelas dengan Genta.

Sejak setahun yang lalu Genta sering mengajaknya bermain bersama kami. Kalau Genta sedang asyik main bola, aku dan Retha sering jadi suporternya di pinggir lapangan. Masalahnya, yang aku tahu, Genta itu suka Retha. Dan sialnya, Retha sepertinya juga suka Genta. Aku tau Retha baik, dia tak pernah marah padaku karena aku sudah dianggapnya adik sendiri, seperti Genta menganggapku. Well yah...kira-kira seperti itulah yang aku tahu.

"Tapi kamu janji sering datang ya, Genta." ujarku akhirnya pasrah.

"Aku ga janji bisa sering datang, Aya. Tapi aku akan mengingatkan ibu untuk datang setahun sekali. Jadi anak baik ya, Aya. Jangan suka ngambek. Kalau nggak ada aku, nanti semua orang jadi repot karena kamu, tukang ngambek."

Huweee.....aku jadi makin pingin nangis. Kalau nggak ada Genta, siapa yang akan meredakan tangisku? Siapa yang mengajakku sembunyi di bawah meja makan nenek hanya untuk membuat perasaanku lebih baik?

Once in a lifetimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang