"Untuk saat ini, cukup melihat lo bahagia bersama dia saja dari kejauhan. Bukan karena gue pengecut, tapi untuk membesarkan rasa yang belum sempat terwujud."
~ 🦋 ~
Pukul 07:02, Nazwa sudah siap berangkat ke sekolah. Ia kini tengah memakaikan bedak di wajahnya. Tak ketinggalan, gadis itu memoleskan sedikit liptint di bibirnya agar terlihat lebih menawan. Setelah berkaca dan berpose manis di cermin, barulah ia berdiri dan mengendong tasnya.
"Ah, iya, kunci motor!" Nazwa kembali ke kamarnya saat mengingat telah melupakan kunci motor.
"Dimana, ya? Kok nggak ada, sih?" Dia berdecak dan terdiam sejenak sebelum membuka semua laci meja untuk mencari kunci motor yang diberi gantungan kunci berbentuk kupu-kupu. "Ck, perasaan kemaren gue taruh disini."
Kini tangannya beralih mengacak-ngacak tempat tidurnya. "Ah! Kok nggak ada sih?!" decaknya, sebal.
Karena tak kunjung menemukan barang yang dicari, Nazwa berlari menuruni tangga untuk bertanya kepada Bunda. Karena ketika barangnya menghilang, tangan ajaib Bunda selalu menemukan hanya dengan sekali cari.
"Bunda! Lihat kunci motor aku nggak, Bun!?"
"BUN! BUNDA ...!"
"Nazwa! Jangan berteriak!" Bunda yang tengah memasak berseru tanpa menatap anaknya karena sibuk membalik sosis di wajan. Nazwa segera berdiri di depannya lalu mengatur nafas.
"Bunda lihat kunci motor aku nggak? Di kamar nggak ada. Apa hilang ya, Bun?" tanya Nazwa dengan cemas. "Kalau beneran hilang, gimana, Bun?"
"Bunda ambil," jawab Bunda cuek.
"Loh? Ngapain di ambil, Bun?" Nazwa berujar agak sewot. Tangannya menengadah. "Mana, Bun? Aku mau sekolah. Udah terlambat, nih."
"Nggak akan Bunda kasih."
Nazwa menyernyit binggung. "Why?" Ia menatap binggung bundanya. "Terus, Nazwa sekolah naik apa? Bunda gausah aneh-aneh deh. Masa Nazwa naik ojek, sih?" tanyanya tak terima. Bibirnya mendengkus.
"Diantar Mang Adi," jawab Bunda singkat lalu kembali menyiapkan meja untuk sarapan, menghiraukan Nazwa yang melongo tak percaya.
"Bun!"
"Kamu bilang Bunda aneh?" Bunda tersenyum kecil. "Yang aneh itu kamu, Nazwa!"
"Kamu pikir Bunda tidak tahu kalau kamu mengganti rok panjang kamu dengan rok pendek di atas lutut?" Ucapan Bunda sontak membuat Nazwa membeku.
Bagaimana Bunda bisa tahu?
"Kat-kata siapa? A-aku ... pakai rok panjang dari Bunda kok," elak Nazwa kemudian menggigit bibir bawahnya. Dia berdehem pelan. "Bunda nggak usah souzdon deh."
"Oh, jadi menurutmu Bunda soudzon?" Bunda tersenyum lebih lebar, tatapannya begitu menusuk. Nazwa hanya menggigit bibirnya tanpa menjawab. "Terus, ini siapa?"
Nazwa mendekat, melihat gambar yang ditunjukkan bunda dari handphone. Seketika matanya melebar. Tidak mungkin! Itukan ... dirinya.
"Da-darimana Bunda dapat itu? It-itu ... bukan a--"
"Berhenti berbohong, Nazwa!" seru Bunda. Wanita dengan hijab abu-abu itu menatap tak percaya anaknya lalu menggeleng. "Bunda nggak tahu siapa yang mengajari kamu berbohong seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanazwa
Teen FictionKehidupan Kanazwa, gadis yang hobi berbuat onar dan membangkang perintah Bundanya, memanglah rumit. Terlebih saat semua orang tahu kalau Zahra adalah adiknya. Semuanya kacau! Ketenaran dan derajatnya di mata dunia menghilang seketika. Manusia-manusi...