5 - Dress Selutut

22 2 0
                                    

Baru saja Nazwa senang karena telah 'menjahili' mangsanya, sekarang kembali kesal lagi. Bagaimana tidak? Gara-gara uang jajannya dikurangi oleh Bunda, Nazwa tidak bisa ikut berbelanja di mall dengan teman-temannya. Pulang sekolah pun harus nebeng ke Altha karena kendaraan miliknya disita juga. Ah, benar-benar memalukan!

"Serius sampai sini aja, Na?"

Nazwa spontan menghentikkan langkahnya dan menatap teman-temannya. "Iya. Lagian gue mau ke minimarket, beli cemilan," jawabnya singkat.

Altha dan Hanna saling melempar tatapan lalu berujar, "oh" secara bersamaan.

"Tapi lo jadi ke ultah Early kan ntar malam?" Dewi yang menjembulkan kepalanya dari balik kaca bertanya.

"Jadilah," jawab Nazwa spontan. Gadis itu tersenyum lebar. "Gue duluan. Bye!" Tanpa menunggu sahutan dari kedua temannya, Nazwa memasuki minimarket begitu saja.

Altha, Dewi dan Hanna masih terdiam dengan mata yang sama-sama menatap punggung Nazwa. Setelahnya, mereka kembali saling pandang.

"Apa cuma gue yang ngerasa Kana nyembunyiin sesuatu?" Dewi dengan ekspresi sok misterius, bertanya pelan.

"Gue selalu berpikir rumah Kana jelek dan reot," jawab Altha singkat.

Hanna mengetuk-ngetuk jari di dashboard mobil lalu ikut menyahut. "Mungkinkah dia orang misqueen?"

Mereka kembali saling pandang sebelum akhirnya tertawa keras.

"Ngaco lo! Duit bejibun gitu lo bilang misqueen?! Hahaha!"

"Tahu lo, Han! Ngaco!"

Hanna mendengus sebal, bersedekap dada. "Ya gue kan cuma berpendapat aja. Siapa yang tau coba? Hm?"

"Iya juga sih. Kita kan gak tau kehidupan Kana seluruhnya." Altha terdiam, tengah berpikir. "Apa kita mata-matai Kana aja dan stalker dia?"

"Andai Vane ada di sini, dia pasti bakal bilang 'mati aja lo!' dengan nyolot!" sinis Hanna. "Ke mall ae! Jalan!"

{} {} {}

"Sudah mengerjakan PR-nya, Sayang?"

Zahra mengangguk. Sembari tersenyum manis, tangannya menyodorkan buku bersampul bunga kepada Bunda.

"Waaah, Zahra pinter deh. Bisa mengerjakan pembagian sulit seperti ini dalam waktu yang sebentar. Bunda bangga banget!" puji Bunda lalu mengecup pipi anaknya. Zahra sontak tertawa pelan dengan suara khasnya.

Setelahnya, tangan gadis kecil itu membentuk beberapa huruf, mengikuti mulutnya yang menyebutkan beberapa kata. Dia berucap, dengan caranya, dengan bahasa isyarat.

"Zah-ra ... j-ju-ga ... bang-ga ... sa-sama Bunda?" eja Sang Bunda. Zahra mengangguk membenarkan.

Wanita paruh baya itu segera memeluk anaknya dengan lembut. Tentu saja, Zahra membalas pelukan Bunda. "Bunda lebih bangga sama kamu, Sayang. Kamu tidak menjadikan kelemahan kamu sebagai halangan, justru ..." Sekar tersenyum kecil, "kamu menjadikan itu sebagai tantangan. Bunda sayaaang banget sama Zahra ...!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KanazwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang