TUJUH

33 4 0
                                    

Setelah kejadian alis rontok itu, kini dahi Aksa kembali ditempeli perban untuk menutupi alisnya yang botak. Tenang, kali ini memasangnya benar kok. Kassa itu ia letakkan tepat di alisnya yang botak lalu plester kulitnya ia tempelkan disekitarnya tanpa menyentuh alis sama sekali.

"Gue copot nih perban lo" ancam Raffa yang tangannya sudah ingin maju menyentuh wajah Aksa

"Lo sentuh gue remuk nih HP" balas Aksa tak kalah sengit

"Curang lo gue yang rugi ini namanya" dengus Raffa

"Bodo" jawab Aksa kembali memainkan ponsel milik Raffa.

Dua orang itu sedang berebut ponsel milik Raffa, tau mereka berebut karena apa? Ingat kejadian alis rontok itu? Dan ponsel yang Raffa berikan padanya, ya itu ponsel milik Aksa dan sekarang kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Karena inilah Aksa terus merecoki ponsel Raffa untuk bermain game.

Srek

Aksa langsung menaruh ponsel itu di meja dengan sedikit melempar, ia terkejut dengan apa yang Raffa lakukan

"WAHAHAHAHAHA" Raffa membuka perban yang menempel di alis Aksa lalu membuangnya asal

"Lama-lama gue botakin juga ya alis lo" Aksa berdiri dengan satu tangan menutupi alisnya.

Mau taruh dimana wajah ganteng itu kalau sampai ada yang melihat kondisi alisnya yang LDR seperti ini. Tahu kan kondisinya seperti apa? Alis kanan cowok itu hanya tersisa pinggiran nya saja, tengahnya botak.

"Hahaha ampun mas Aksa" Raffa menangkupkan kedua tangannya dengan gaya menyembah kepada Aksa sambil tertawa

"Perban gue mana elah" Aksa kelabakan mencari perban yang dilempar oleh Raffa tadi.

Untuk kehidupan Aksa saat ini perban adalah prioritas yang tidak boleh ditinggalkan.

"Kenapa lo?" Devan dan Arya memasuki warung Bu Sri yang berada di belakang sekolah itu

"Tanya noh temen lo" Aksa menunjuk Raffa yang masih saja tertawa

"Kenapa?" Arya duduk disamping Raffa sembari meminum es teh digelas itu

"Teman hidupnya ilang"

"Bahagia bener dah liat gue sengsara" Aksa menoyor teman-temannya itu dengan satu tangan karena tangan lainnya masih menutupi alis botak nya

"Bodoamat ah nggak ketemu gue mau balik" Aksa sudah sangat malas meladeni ketiga teman yang tidak waras itu

"Lo lupa kalau kita ada disekolah?" Aksa buru buru berbalik lagi memasuki warung itu, sungguh ia lupa kalau ia sedang bersekolah. Untung saja Devan memanggilnya, memang temannya yang paling waras si Devan itu.

"Nih iket tuh di dahi lo" Devan melemparkan dasinya dan buru buru Aksa menangkap sebelum dasi itu jatuh ke tanah. Sungguh Devan sudah sangat tidak tahan melihat tingkah teman sedeng nya itu.

"Nah gini dong dari tadi kek" Aksa mengikatkan dasi di dahi untuk menutupi alisnya

"Sayang deh sama Devan" Aksa berlari memeluk Devan dan mendusel-dusel cowok itu hingga Devan tidak bisa bergerak

"Nggak bisa napas bego" Devan memukul kepala Aksa sambil mengatur napas

"Uh maap ya Devan sayang" kini Aksa mencubit kedua pipi Devan dengan gemas

"Apa lo berdua" Sewot Aksa saat melirik kearah Arya dan Raffa yang masih terus cekikian sedari tadi

"Gue mau balik, disini dizalimi terus" Aksa menyeret lengan Devan agar cowok itu mengikutinya. Diantara ketiga temannya itu, Devan lah yang masih bisa sedikit berpikir jernih, ingat hanya sedikit. Sisanya keruh semua.

🐾🐾🐾🐾

"Assalamualaikum Bu Siti cantik tapi masih cantikan Bu Shafa" Sapa Aksa saat berpapasan dengan Bu Siti di koridor

Bu Siti tampak menyernyit kan dahinya "Bu Shafa siapa?"

"Mama nya Aksa dong" Jawab Aksa dengan bangga sambil menepuk dadanya

"Leher kamu sudah pindah ya?" Oke kali ini Bu Siti sudah mengganti topik

"Pindah?" Aksa meraba lehernya dengan bingung

"Kamu tahu kan dasi itu gunanya dipakai dimana?" Bu Siti memutar bola matanya, jengah dengan kelakuan bocah satu itu

"Oh ini" Kini tangan Aksa naik menyentuh dahi nya sambil cengengesan

"Pakai dasi kamu dengan benar, macam orang gila saja" Bu Siti sudah kelewat kesal kali ini, tangannya sudah maju hendak menarik dasi itu dari dahi Aksa

"Ih ibu nyentuh-nyentuh saya, bukan muhrim bu" Aksa memundurkan kepalanya sebelum tangan Bu Siti berhasil menggapai dasi itu

"Ck, pakai yang benar di leher bukan di dahi"

"Hehe iya habis ini dibenerin, tapi minta kunci uks dulu dong bu"

"Buat apa?" Tanya Bu Siti was-was

"Ibu lupa? Saya termasuk anggota PMR loh bu" bela Aksa

"Yasudah sana" Bu Siti memberikan kunci UKS kepada Aksa, ia hanya berharap murid nya satu itu segera enyah dari hadapannya

Aksa mengunjungi UKS juga bukan tanpa tujuan, ia hanya ingin mencari pengganti kekasihnya yang sudah hilang karena Raffa tadi. Bukan manusia tentunya.

"Ini kagak ada gunting apa" gumamnya menelusuri rak peralatan medis itu

"Petugas PMR pada gimana sih berantakan banget gini kagak diberesin" gerutunya sambil berkacak pinggang mengamati UKS yang sangat amburadul ini

"Oh iya lupa, kan petugas PMR nya gue" kini cowok itu terkekeh sendiri. Jangan bilang dirinya gila, karena itu memang benar adanya.

"Len Aksa udah sembuh belum sih?" Bisik Nindi sambil melirik kearah UKS yang pintunya terbuka lebar.

Kali ini mereka berdua sedang berada didepan perpustakaan, Ailen terpaksa menemani Nindi yang ingin meminjam buku disana. Kalau bukan karena sogokan ia akan dibelikan eskrim oleh gadis itu Ailen juga tidak akan mau mengunjungi ruangan gudang ilmu ini.

"Ngapa lo tanya gue" sewot Ailen

"Ya kan nyokap kalian deket kali aja lo tau keadaan dia"ucap Nindi yang sekarang telah menatap figur Aksa secara terang-terangan

"Lo tanya aja sendiri"

"Ah lo mah gitu Len, liatin dia aja nih jantung udah pengen lompat apalagi ngomong sama dia" ujar Nindi yang kini memegangi dadanya

"Suka lo sama dia?" Pertanyaan konyol memang

"Ucapan gue yang tadi kurang jelas sebagai bukti kalau gue suka sama dia?" Nindu memutar bola matanya, temannya satu ini memang sangat lemot dalam urusan percintaan rupanya

Ailen bangkit berdiri "Gue ke kelas deh, lo masih mau liatin dia?"

"Ish lo mah nggak mau nemenin gue dulu gitu?" Rengek Nindi yang masih ingin memperhatikan cowok itu

"Bacot gue tinggal nih"Kini Ailen benar-benar melangkahkan kakinya dan segera disusul oleh Nindi yang masih mendumal kesel.

"Balik Nin balik" Ailen mulai memutar tubuhnya sambil menarik tangan Nindi agar gadis itu mengikuti pergerakannya

"Balik?"Tanya Nindi bingung, ia menoleh ke belakang dan memperhatikan sekitar

"Orangnya didepan bego" bisik Ailen yang sudah memutar badannya dan bodohnya Nindi malah kembali menghadap ke depan

"AILEN!!" Suara bariton itu menginterupsi mereka semua yang sedang berada di koridor termasuk Ailen dan Nindi.

Beberapa pasang mata ikut menoleh ke sumber suara, melihat Ailen menolak Bima dengan terang-terangan merupakan sebuah tontonan gratis setiap hari bagi murid SMA Dirgantara. Mereka semua sudah tidak kaget lagi dengan ucapan pedas yang keluar dari mulut gadis itu

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang