"Jeno-ya?"
"Hm?"
"Apa yang tadi kita lakukan?"
"Onani? Masturbasi?"
"Hei, mudah sekali kau bicara begitu!" Jaemin menjambak rambut Jeno hingga lelaki tampan itu mengaduh kesakitan. Saat ini mereka berbaring di ranjang Jaemin, dengan Jeno yang memunggungi si tuan rumah.
Jeno mengubah posisinya hingga terlentang. la menyusupkan kedua tangannya di bawah kepala. Menatap langit-langit kamar Jaemin yang dicat putih bersih. Lampu kamar telah dimatikan sedari tadi namun kedua insan dengan jenis kelamin sama itu masih tak dapat memejamkan mata.
"Yang tadi kita lakukan itu..." ucapan Jaemin terhenti begitu saja.
"Kau tak suka?" tanya Jeno. Matanya melirik Jaemin yang juga melirik padanya.
"Bukan begitu. Kalau aku tak suka, sudah kutendang kau ke segitiga bermuda!" Balas Jaemin.
"Aku hanya takut kau teringat Hina lagi." Jaemin berdeham dan membenarkan posisi bantalnya. "Seperti waktu itu," tambahnya lagi.
Jeno mengerjap beberapa kali. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa waktu lalu. Kejadian yang menjadi awal di mana perasaannya terombang-ambing setiap melihat Jaemin, sahabat baiknya. Sejujurnya, saat kejadian ciuman itu, ia sama sekali tak memikirkan Hina. Namun, entah dorongan darimana hingga hasrat pada sahabatnya itu seakan menggebu-gebu. Persis seperti yang baru saja ia alami.
"Aku sama sekali tidak memikirkan dia," ucap Jeno. "Kejadian waktu itu juga, yang ada di pikiranku hanya kau, Jaemin. Tidak ada yang lain." Jeno mengelus pipi Jaemin, membuat sang empunya tersenyum kecil.
"Sekarang aku ingin bertanya. Bagaimana perasaanmu tentang kejadian tadi?" ucap Jeno lagi.
Jaemin menepis lengan Jeno dengan halus karna ia merasa agak geli. "Kau mau jawaban bohong atau jujur?"
"Bohong," jawab Jeno dengan seringai yang tercetak jelas di sudut bibirnya.
"Biasa saja." Jaemin berkata mantap.
"Kalau jujur?"
Jaemin tersenyum kecil. "Kalau jujur, jantungku rasanya bisa copot kapan saja karena terlalu cepat berdetak."
"Kenapa?" Jeno mengulum senyum.
"Tidak perlu pura-pura bodoh! Kau jelas lebih berpengalaman dibandingkan aku!" Jaemin memutar mata.
"Aku tidak tahu! Sungguh!"
"Bohong!" Jaemin membanting guling tepat di wajah Jeno.
"Rasakan!" Jaemin tertawa melihat pendaratan guling itu. Lalu ia terdiam. "Tunggu, sepertinya aku akrab dengan perasaan ini."
Jeno menyingkirkan guling laknat yang barusan menghantam hidung bangirnya. "Apa?"
"Janji untuk tidak akan marah?" Jaemin menatap Jeno dengan wajah sayu.
"Kenapa harus marah?" sahut Jeno.
Jaemin menggigit bibir bawahnya
gelisah. "Sepertinya aku menyukaimu, Jeno."Jeno membulatkan matanya sekilas. Ia sempat terkejut, namun dengan cepat perasaan itu tergantikan oleh rasa lega yang amat besar. Seakan sebuah beban besar terangkat dari dadanya begitu saja.
"K-kau marah? S-sorry! Anggap saja aku tak pernah bicara hal itu." Jaemin segera berbalik dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut.
Jeno tertawa dalam hati. Tingkah Jaemin saat ini terlihat sangat imut di matanya. Perlahan, Jeno mendekatkan dirinya pada Jaemin. la mengelus pundak Jaemin dan berbisik di telinganya, "Aku tak marah, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[REMAKE] FIRST KISS | Nomin ✔️
Short StoryKeywords: BXB, Falling in Love With Friend, First Kiss. "Aku ingin kau mengajariku berciuman. Kau kan sudah sering berpacaran. Pengalamanmu pasti sangat banyak, kan?" -Na Jaemin "Jangan mengada-ada. Lebih baik kau segera pulang. Minum susu, mencuci...