🏘️ Yunseong

154 28 13
                                    

Indahnya hari ini, pagi-pagi Yunseong udah rapi. Badan seksi, rambut wangi, muka unyu seperti bayi. Sambil bersiul menatap cermin, Yunseong nyisir rambutnya pakai sisir yang dia curi dari kamar emaknya. Tak lupa semprot parfum sana-sini biar bau makin wangi. Wanginya melebihi bau-bau bunga tujuh rupa.

Brak.

"UDAH JAM SEGINI AYO CEPET BA—Eh? Tumben udah rapi? Mau kabur kemana nih?" Mami Yunseong bersedekap di pintu, masih memakai baju daster khas ibu-ibu.

"Mau ngapel, Mi."

"Ke rumah siapa?"

"Ada lah, kepo aja si Mami. Urusan anak muda," jawab Yunseong, sekali lagi menyisir rambutnya dan membelahnya di samping.

"Mami juga pernah muda kali. Bedanya, dulu tuh anak cinta-cintaan, ngapel ke rumah doi dari pagi sampai malem, nggak ada. Masih main surat-suratan. Terus kalo ketemu lirik-lirikan sambil senyum malu. Di jaman kamu sekarang mana ada anak kayak gitu? Malah aneh. Masa di motor orang dikasih nomor teleponnya sih? Itu cari pacar apa mbak-mbak sales nawarin dagangan?"

"Mami jangan sering main tiktok, udah buka youtube aja cari resep kue terus eksperimen sampai dapur meledak," canda Yunseong.

Selesai merapikan rambut, dia ambil kunci motor lalu nyambar jaket yang ada di belakamg pintu. "Pamit ngapel dulu, Mi."

"Hati-hati, jangan bikin anak orang nangis loh."

"Lah, siapa, Mi?"

"Jangan sok-sokan lupa kamu. Itu anak orang yang kemarin kamu bawa kesini terus pulang-pulang nangis siapa tuh? Belum dikenalin ke Mami, udah dibikin nangis dulu."

Yunseong tak menggubris celotehan maminya. Dia buru-buru keluar rumah menuju tempat di mana motornya terparkir.

Bukannya pura-pura lupa. Yunseong jelas masih ingat dimana kata sakral itu diteriakkan Yeonhee dua malam lalu. Semua memang salahnya. Hanya karena sebuah nama panggilan, Yunseong mengiyakan ajakan Yeonhee malam lalu.





"Sekarang mau lo apa?" Tanya Yeonhee kala itu. Matanya memerah, meredam amarah.

Tapi Yunseong malah diam. Yang makin membuat Yeonhee naik pitam.

"Gue tanya, mau lo sekarang apa?" Ulang Yeonhee. Satu tetes air mata lolos menuruni pipi.

"Hanya karena panggilan 'lo' dan 'gue', lo merelakan hubungan kita? Gue tahu, Seong, ajakan pacaran lo waktu itu emang terdengar nggak serius. Tapi jangan lo permainin hati gue. Gue manusia, gue punya hati, punya rasa. Nggak bisa seenaknya lo buat mainan gini...."

"Perasaan gue," Yeonhee menyeka air mata, "nggak segampang nama panggilan 'aku' dan 'kamu'."

Yunseong menundukkan wajah makin dalam sampai dagunya menyentuh dada.

"Kita putus."

Yunseong tidak kaget. Ia tahu kata itu akan keluar dari mulut Yeonhee. Hanya tinggal menunggu waktu kapan bom itu akan meledak. Bahkan Yunseong sama sekali nggak menolak ajakan itu.

"Kalaupun gue setuju kita manggilnya 'aku-kamu', lo tetep lebih lega kalau kita putus, kan?" Tanya Yeonhee, yang masih dibalas diam oleh Yunseong.

"Jawab," lirih Yeonhee, "ini kan yang lo mau sejak awal? Gue nggak nyalahin siapa pun di sini. Entah lo yang terlalu tergila-gila dengan panggilan 'aku-kamu', atau lo yang lebih tergila-gila sama sahabat mantan pacarnya sendiri."

Yeonhee menatap ke sampingnya, "Chaewon. Kalau nanti gue lihat dia nangis gara-gara lo, tangan gue siap bikin pipi lo bonyok."





[1] Slice Of Life : BONG'S HOUSE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang